Demi Keadilan, Para Pelaku Jastip Nakal Harus Ditertibkan

Sabtu, 28 September 2019 – 06:30 WIB
Ilustrasi Jastip alias Jasa Titipan. Foto : Pixabay/edit by JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta bersyukur Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menertibkan 422 jasa titip atau jastip yang melanggar peraturan.

Menurut dia, penertiban itu bagian dari upaya melindungi pengusaha yang tertib aturan ketika berdagang.

BACA JUGA: Bea Cukai Sikat Barang Mewah yang Jadi Objek Jastip

"Kami apresiasi sekali. Jadi yang kami minta perlindungan, itu sudah dilakukan. Melindungi kami dari perlakuan tidak adil," kata Tutum dalam jumpa pers terkait jastip di Gedung Sulawesi Kantor Pusat Bea Cukai, Jumat (27/9).

Dia menerangkan, jastip yang melanggar aturan menghadirkan rantai efek berbahaya bagi dunia usaha. Contohnya, pengembangan retail terganggu dengan hadirnya jastip.

BACA JUGA: Dirjen Bea Cukai Tertibkan 422 Pelanggaran Jastip

"Efek secara angka, pengembangan kami jadi kurang. Penyerapan tenaga kerja terganggu. Industri dalam negeri, mungkin yang selama ini mengisi kebutuhan kami, lama-lama orang malas berproduksi," terang dia.

Dia menuturkan, pelaku jastip selama ini selalu mengakali untuk tidak membayar bea masuk, PPn, PPh, hingga PPNBM. Tanpa membayar hal itu, barang hasil jastip menjadi murah setelah didatangkan dari luar negeri.

Menurut Tutum, pengusaha yang taat membayar bea masuk, PPn, PPh, hingga PPNBM, tentu kesulitan menyaingi harga pelaku jastip. Sebab, pengeluaran mereka tidak sebesar pelaku jastip.

"Maksud kami ketidakadilan itu. Semua teman-teman mulai banyak terganggu," timpal Tatum.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pembudi mempersilakan pihak yang ingin berdagang barang mewah dari luar negeri. Namun, kata dia, pelaku usaha harus menaati aturan yang berlaku.

Salah satunya aturan tentang Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.

Dalam beleid ini, batasannya ditetapkan sebesar US$ 500 per individu. Jika melebihi batasan maka kelebihannya itu yang dikenakan pajak.

"Kalau mau dagang, kami silakan. Namun, ada jalurnya, yaitu jalur dagang. Kalau barang penumpang, silakan gunakan haknya sebagai barang penumpang. Kami tidak ingin fasilitas penumpang, dimanfaatkan pedagang yang tidak bertanggung jawab," tegas Heru. (mg10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler