Demi Kedaulatan NKRI, Jokowi Mewujudkan Swasembada Pangan

Kamis, 15 November 2018 – 11:20 WIB
Ketua Lembaga Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah (LPPED) DR Abraham C Hutapea (kanan) dan Wakil Ketua LPPED) Dr Anwar Budiman (tengah). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Bila mau menguasai suatu negara, kuasailah sumber pangannya. Itulah teori yang berlaku universal. Agar Indonesia tidak dikuasai negara lain, kemandirian di bidang pangan merupakan suatu keniscayaan. Swasembada pengan di era Presiden Joko Widodo ini, sebagaimana pernah dicapai Pak Harto pada 1987, diyakini dapat diwujudkan karena swasembada pangan adalah kunci dari kedaulatan suatu negara.

Demikian pandangan Ketua dan Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah (LPPED) DR Abraham C Hutapea dan Dr Anwar Budiman dalam rilisnya, Kamis (15/11/2018).

BACA JUGA: Pujakessuma Nusantara Komitmen Menjaga Pancasila dan NKRI

Salah satu indikator Jokowi akan mampu membawa Indonesia berswasembada pangan, kata Anwar Budiman, adalah ia membangun banyak bendungan, waduk, dan irigasi pertanian untuk menggenjot produktivitas padi nasional.

“Pak Jokowi juga membenahi data perberasan yang selama 20 tahun ternyata salah. Kalau data saja sudah salah, maka keputusan yang diambil pun pasti salah. Itulah yang kini sedang dikoreksi Pak Jokowi,” jelasnya.

BACA JUGA: Boni Hargens: Islam Fondasi yang Menjiwai Pancasila dan NKRI

Jagung, yang sebelumnya impor, kata Anwar, kini sudah bisa ekspor. “Indonesia sebelumnya mengimpor jagung hingga 3,6 juta ton setiap tahun dengan nilai Rp 10 triliun, tapi sekarang sudah bisa ekspor sebanyak 370 ribu ton,” paparnya.

Bukankah pemerintah tahun ini mengimpor jagung hingga 100 ribu ton untuk pakan ternak? Anwar tidak menampik. Hanya saja, katanya, hal itu dilakukan untuk menjaga harga jagung di pasaran, karena saat ini ada pergeseran di mana perusahaan biasanya mengimpor gandum untuk ternak, kini membeli jagung dari petani.

BACA JUGA: Awas, Jangan Sampai HTI Masuk ke Bali

Gula, lanjut Anwar, kini juga surplus. Data Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), tahun ini terjadi surplus pasokan gula nasional sebanyak 2,4 juta ton. Angka ini berasal dari sisa gula tahun 2017 sebanyak 1 juta ton, dan rembesan gula rafinasi atau gula untuk industri ke pasar konsumsi sebanyak 800 ribu ton.

“Akibatnya, pemerintah meminta Bulog untuk membeli gula petani,” cetus Anwar yang juga praktisi hukum dan pengamat politik.

Namun, Abraham Hutapea menyayangkan produksi gula yang terus menurun dari tahun ke tahun, dan hal itu terjadi salah satunya karena banyak pabrik gula yang tutup. “Mestinya pabrik-pabrik gula itu direvitalisasi, bukan ditutup,” ujar Abraham sambil merujuk contoh Pabrik Gula Colomadu di Karanganyar, Jawa Tengah, yang ditutup dan kini dijadikan destinasi wisata.

Selain oleh penutupan pabrik gula, atau dalam bahasa pemerintah disebut efisiensi, menurut Abraham, penurunan produksi gula nasional disebabkan oleh berkurangnya luas lahan perkebunan tebu.

“Tahun 2015 luas lahan masih 450.000 hektare, 2016 turun menjadi 425.000 hektare, dan tahun 2017 ada penurunan 5.000 menjadi 420.000 hektare," jelasnya.

Abraham juga memaparkan produksi gula nasional yang terus menurun, di mana pada 2014 mencapai 2,5 juta ton, 2015 turun menjadi 2,4 juta ton, 2016 turun lagi menjadi 2,2 juta ton, dan 2017 kembali turun menjadi 2,1 juta ton. “Kini PR (pekerjaan rumah) pemerintah adalah merevitalisasi pabrik gula dan mempertahankan bahkan memperluas lahan tebu,” jelas Abraham yang bersama Anwar memimpin Gerakan Cinta Jokowi-Maruf (Genta Jokma).

Kemandirian di bidang pangan, mulai beras, jagung, gula, garam hingga ikan, diyakini Anwar Budiman dapat diwujudkan Presiden Jokowi, di samping pembangunan infrastruktur yang terus digenjot. Kalau kemandirian pangan tak dapat diwujudkan, maka pembangunan infrastruktur akan sia-sia belaka. 

“Semua pembangunan fisik, termasuk infrastuktur yang kini sedang digenjot, akan sia-sia bila rakyat lapar. Kalau rakyat lapar, diprovokasi sedikit saja, mereka akan marah. Kalau rakyat marah, siapa pun tak bisa mencegah, karena suara rakyat adalah suara Tuhan, vox populi vox dei. Namun, Pak Jokowi belum terlambat,” tandas Anwar.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Camel Petir Ingatkan Masyarakat untuk Jaga NKRI


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler