jpnn.com - JAKARTA – Pelarian uang dari pasar modal (capital outflow) masih menghantui pasar saham dan obligasi dunia.
Khusus di pasar saham Indonesia, capital outflow akibat penjualan bersih oleh investor asing (foreign net sell) mencapai Rp 3,159 triliun sepanjang pekan kemarin.
BACA JUGA: Utang Pemerintah Tembus USD 325 Miliar
Dampaknya, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 1,18 persen dan berakhir di level 5.170,109.
Kepala Riset dan Kebijakan Strategis Bahana Securities Harry Su menyatakan, ketidakpastian setelah Trump terpilih sebagai presiden AS mengakhiri bulan madu menyusul keberhasilan program amnesti pajak.
BACA JUGA: Dukung Pariwisata Karimunjawa, ASDP Tingkatkan Layanan KMP Siginjai
Nilai tukar rupiah yang sebelumnya menembus level sekitar 12.000 per dolar AS (USD) terdepresiasi ke kisaran 13.000 per USD.
Situasi di pasar uang merembet ke IHSG yang ikut tergerus.
BACA JUGA: Pengumuman! Harga Rokok Bakal Naik 30 Persen
Bahana Securities menghitung kembali untuk memperkirakan level nilai tukar rupiah, IHSG, dan saham-saham yang layak dikoleksi hingga tahun depan.
Harry berharap situasi dalam negeri, baik sisi ekonomi, sosial, maupun politik, bisa jadi pengimbang ketidakpastian global dampak AS tersebut.
”Aksi demo pada bulan ini menambah risiko politik di dalam negeri yang membuat investor tidak nyaman berinvestasi,” terangnya.
Dalam catatan Bahana, ada dana sekitar Rp 10 triliun yang sudah keluar dari pasar obligasi (bond market) dan sekitar Rp 8 triliun keluar dari pasar saham (equity market) hanya dalam dua hari.
Akibatnya, rupiah terdepresiasi cukup tajam meski Bank Indonesia sudah mengintervensi pasar guna menstabilkan nilai tukar.
Menurut riset Bahana, kata Harry, depresiasi satu persen rupiah menyebabkan pertumbuhan pasar saham tergerus 0,9 persen.
Tak heran, saat rupiah melemah, indeks saham juga melorot.
Menyikapi situasi terakhir, Bahana merevisi ke bawah perkiraan level nilai tukar sampai akhir 2016 dari kisaran 12.800 per USD menjadi 13.200 per USD.
Sebagai efek lanjutan dari amnesti pajak, pada 2017 rupiah diperkirakan kembali stabil di kisaran Rp 12.800 per USD. Angka itu lebih rendah dibanding asumsi awal Rp 12.500 per USD.
”Pemerintah masih harus tetap waspada karena volatility masih akan membayangi pasar keuangan Indonesia. Sebab, pasar masih menanti susunan kabinet presiden terpilih dan kinerja Trump selama 100 hari pertama,” paparnya.
Harry berharap pemerintah segera menstabilkan kondisi politik sehingga sentimen domestik tidak memperburuk sentimen negatif dari eksternal.
”Kalau bisa, jangan lagi ditambah persoalan di dalam negeri,” ujarnya. (gen/c21/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Peringati HUT ke 5, OJK Fokus Kerja Nyata
Redaktur : Tim Redaksi