BENGKULU - Penundaan pelantikan Junaidi Hamsyah sebagai Gubernur Bengkulu definitif menuai reaksi penolakan dari kalangan aktivis mahasiswa Bengkulu. Mahasiswa mendesak pelantikan tetap dilaksanakan karena Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin telah diberhentikan secara permanent oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebagai wujud protes, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (Gemapura) menggelar aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri Tata Usaha (PTUN) Bengkulu, Rabu (16/5). Mereka menyayangkan sikap Mendagri Gamawan Fauzi secara tiba-tiba membatalkan pelantikan Plt Gubernur, H. Junaidi Hamsyah, S.Ag, M.Pd menjadi Gubernur Bengkulu definitif. Padahal, persiapan pelantikan sudah 100 persen.
Versi mahasiswa, putusan sela PTUN Jakarta yang dijadikan dasar penundaan pelantikan kurang tepat. Dalam aksi tersebut, mahasiswa sempat melempar telur ke plang merek PTUN Bengkulu, sebagai bentuk kekecewaan mereka. Selain itu mahasiswa juga melakukan aksi menutup mata dengan kain yang berarti tanda matinya penegakan hukum di Indonesia.
"Apa yang sebenarnya terjadi atas penundaan pelantikan Junaidi, yang hanya karena adanya putusan sela PTUN Jakarta. Apakah ini ada politisasi, sehingga pada akhirnya dia (Agusrin,red) akan memimpin Bengkulu," teriak Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Hamdan Effendi setibanya di PTUN Bengkulu.
Di bagian akhir demo, Korlap Aksi, Hamdan membacakan tuntutan dan pernyataan sikap. Yakni mendesak Presiden dan Mendagri untuk melakukan upaya hukum terhadap keputusan PTUN Jakarta, mendesak Komisi Yudisial segera memeriksa hakim PTUN dan mendesak MA tidak mengabulkan permohonan PK Agusrin M Najamudin.
"Kami juga menyampaikan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Agusrin M Najamudin selama ini. Untuk itu, kami tidak sependapat bila kembali," teriaknya dengan nada menggebu- gebu.
Pantauan Rakyat Bengkulu (Grup JPNN), puluhan massa Gemapura tiba di PTUN Bengkulu sekitar pukul 11.00 WIB. Dan berakhir sekitar pukul 12.00 WIB. Namun dalam aksi itu, tidak ada satupun pihak PTUN yang menemukan massa. Aksi mereka juga berlangsung secara damai. Mereka merupakan gabungan dari BEM Unib, BEM Unived, BEM Unihaz, BEM Dehasen, PMKRI, PMII, KAMMI Daerah Bengkulu dan Puskaki Bengkulu.
Setibanya disana, perwakilan elemen mahasiswa sudah disambut dengan pengawalan yang ketat dari sekitar dua pleton aparat kepolisian dari Polres Bengkulu. Dengan jumlah yang tidak sebanding itu, mahasiswa hanya dapat menyampaikan aspirasinya di depan pagar PTUN. Sebelum menyampaikan tuntutan dan pernyataan sikap, perwakilan mahasiswa secara bergantian berorasi menolak kembalinya Agusrin kembali menjadi Gubernur Bengkulu.
Aktifis BEM Unihaz, Lulus Triyono dalam orasinya, mengatakan pembatalan pelantikan Junaidi sangat bernuansa politis. Dia beraharap agar Mendagri segera melakukan pelantikan terhadap Junaidi.
"Senin sore (14/5) putusan PTUN keluar, malamnya dibatalkan. Bukankah itu ada kejanggalan. Perlu kami tegaskan kami tidak ada kepentingan, termasuk kepada Junaidi. Kami hanya tidak ingin penundaan pelantikan ini dapat membuat kondisi Bengkulu terus bergejolak. Dan tentu akan menghambat pembangunan," tandas Lulus.
Lanjut Lulus, nasib Junaidi secara tidak langsung telah digantung oleh Mendagri. Sebagai Plt Gubernur, tentunya tidak leluasa melaksanakan tugasnya membangun Bengkulu. Dia khawatir, status Junaidi sebagai Plt Gubernur masih dapat "distir" oleh mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin. "Kalau kondisi pemerintahan daerah seperti ini terus, masyarakat yang akan menjadi korban," ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua KAMMI Daerah, Romidi Karnawan. Menurutnya, penundaan pelantikan Junaidi rawan konlik. Dia khawatir bisa memberi celah, Agusrin dilantik kembali menjadi Gubernur. "Artinya penundaan pelantikan ini, untuk menunggu PK Agusrin. Dengan demikian ini memberikan peluang kepada Agusrin. Ini yang tidak kami inginkan," pungkasnya.
Sementara itu, Kepala PTUN Bengkulu, Herry Wibawa, SH, MH saat dikonfirmasi tidak keberatan dengan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Namun dia menyarankan, aksi dapat dilakukan langsung ke PTUN Jakarta.
"Silakan asalkan tertib. Tapi baiknya langsung ke PTUN yang bersangkutan. Karena kami tidak bisa meminta agar putusan sela itu dicabut," ujarnya. (ble)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mobil Dinas DPRD Lebih Sering Untuk Keluarga
Redaktur : Tim Redaksi