JAKARTA - Pengamat Politik dari LIPI, Siti Zuhro mengatakan, Indonesia saat ini berada dalam demokrasi topeng akibat para elit politik membajak demokrasi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
“Demokrasi kita itu hanya topeng saja. Sistemnya dan lembaga-lembaga memang telah memenuhi unsur-unsur negara yang demokratis, tapi demokrasi sendiri telah dibajak oleh para elit-elitnya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja,” kata Siti kepada wartawan di Jakarta, Senin (27/5).
Topeng demokrasi itu, menurut Siti, telah memberikan legitimasi pada para elit politik dari daerah sampai ke pusat untuk melakukan praktek-praktek yang jauh dari nilai-nilai demokrasi sebenarnya.
Kekuasaan dalam sistem demokrasi saat ini terlihat seperti tidak terpusat pada sosok satu orang seperti dalam sistem otorianisme. Tapi kenyataannya, kata dia, kekuasaan itu masih terpusat pada patron penguasa.
“Demokrasi kita malah menghasilkan politik kekerabatan, suami, istri, anak, keponakan, menantu dan besan untuk ikut dalam memperebutkan kekuasaan. Demokrasi yang intinya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat pun tidak dirasakan dan terlihat maknanya,” ujar Siti.
Dicontohkannya, para bupati, walikota, gubernur, menteri sampai presiden memasukkan kerabat-kerabat dekatnya untuk mendapatkan, menguatkan dan melanjutkan kekuasaan. "Ini bukan sifat yang patut ditiru dan harusnya mereka malu,” imbuhnya lagi. (fas/jpnn)
“Demokrasi kita itu hanya topeng saja. Sistemnya dan lembaga-lembaga memang telah memenuhi unsur-unsur negara yang demokratis, tapi demokrasi sendiri telah dibajak oleh para elit-elitnya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja,” kata Siti kepada wartawan di Jakarta, Senin (27/5).
Topeng demokrasi itu, menurut Siti, telah memberikan legitimasi pada para elit politik dari daerah sampai ke pusat untuk melakukan praktek-praktek yang jauh dari nilai-nilai demokrasi sebenarnya.
Kekuasaan dalam sistem demokrasi saat ini terlihat seperti tidak terpusat pada sosok satu orang seperti dalam sistem otorianisme. Tapi kenyataannya, kata dia, kekuasaan itu masih terpusat pada patron penguasa.
“Demokrasi kita malah menghasilkan politik kekerabatan, suami, istri, anak, keponakan, menantu dan besan untuk ikut dalam memperebutkan kekuasaan. Demokrasi yang intinya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat pun tidak dirasakan dan terlihat maknanya,” ujar Siti.
Dicontohkannya, para bupati, walikota, gubernur, menteri sampai presiden memasukkan kerabat-kerabat dekatnya untuk mendapatkan, menguatkan dan melanjutkan kekuasaan. "Ini bukan sifat yang patut ditiru dan harusnya mereka malu,” imbuhnya lagi. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Dorong Reformasi Gelombang Kedua
Redaktur : Tim Redaksi