Hasil survei itu menunjukkan bahwa Partai Demokrat berada di tempat teratas dengan raihan 12 persen, diikuti Partai Golkar dengan 10.8 persen, PDIP 9.4 persen, lalu Partai Gerindra dengan 4.8 persen.
Selanjutnya PKS dengan 4.5 persen suara, PKB dengan raihan suara 3.5 persen, Partai NasDem dengan 2.5 persen, lalu PAN dengan 1.6 persen. "Jawaban dari mereka yang telah menetapkan pilihannya sebagian besar terdistribusi pada partai politik papan atas, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI Perjuangan," kata peneliti Prisma Resource Center, Rahadi T. Wiratama.
Sebanyak 22.2 persen responden masih merahasiakan pilihan, 20.2 persen tidak tahu atau tak menjawab, dan 4 persen memilih tak ikut memilih. "Jenis jawaban ini besarnya lebih dari 40 persen. Fenomena ini dapat dibaca sebagai swing voters. Perkembangan pilihan mereka tergantung dinamika politik ke depan," kata Rahadi.
Uniknya, saat para responden ditanyai soal kinerja kepemimpinan Presiden SBY, sebanyak 38.4 persen responden menjawab kinerjanya biasa saja, relatif sama dengan 38.5 persen responden lainnya yang menyatakan rasa tak puas dengan kinerja presiden.
Yang mengapresiasi positif kinerja kepemimpinan Presiden SBY hanyalah 18.3 persen saja. "Kinerja pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo ditanggapi dengan ekspresi keraguan," ujarnya.
Ditemukan juga bahwa para media massa yang digunakan para responden untuk mendapatkan informasi paling banyak adalah televisi, jumlahnya 83.4 persen. Selanjutnya surat kabar 5.4 persen, radio 2.1 persen, internet 1.2 persen, majalah 0.5 persen, dan tabloid 0.2 persen.
Hadir menanggapi hasil survei itu adalah Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustopa, Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin dan peneliti CSIS J. Kritiadi peneliti.
Menurut Saan, ketidakpercayaan publik yang tinggi maka semua parpol harus bekerja meraih kembali kepercayaan publik. Menurunnya suara Partai Demokrat tidak membawa manfaat pada partai lain. Ini bentuk ketidakpercayaan kepada partai politik.
"Dari hasil survei ini, hampir 9 persen pemilih PD meninggalkan kami. Kami melihat bahwa ini belum bisa diambil partai lain. Karena partai lain juga alami penurunan tapi hanya semakin menambah suara swing voters," kata Saan.
"Menurunnya, suara PD tak memberi manfaat elektoral pada partai lain. Yang muncul adalah swing voters. Itupun belum bisa kita simpulkan dia akan lari kemana. Karena mereka sangat tergantung dinamika. Misalnya hari ini dia kecewa pada PD. Tapi apakah itu akan permanen" Ataukah kekecewaan itu bersifat sementara" Kalau sementara, kalau ada perbaikan di PD, maka kemungkinan mereka akan kembali lagi ke PD," paparnya.
Yang pasti kata Saan, swing voters ini tinggi bentuk keraguan ke parpol dan harus memacu parpol untuk bekerja lebih keras. Kalau ketidakpercayaan publik pada parpol dibiarkan, dan parpol tak perbaiki dirinya, maka kepercayaan publik akan terus tergerus. Padahal bagaimanapun demokrasi tak mungkin berkembang tanpa parpol.
"Buat kami dari PD, yang sedang dirundung masalah, hasil survei ini masih tunjukkan ada apresiasi kepada PD. Tinggal bagaimana kami meningkatkan tingkat kekecewaan ke PD bisa dipulihkan. Mudah-mudahan kekecewaan ini bisa bersifat sementara. Sehingga swing voters bisa kembali memilih PD," harapnya.
Menanggapi hasil survei, bagi J. Kristiadi, seluruh kader Demokrat harus bekerja keras dan jangan lagi mengandalkan pencitraan semata.ââ¬Â¨"Demokrat mendapat 12 persen itu sudah dengan habis-habisan. Elite PD harus kerja keras untuk mengangkat kembali citra PD tapi pencitraan tidak bisa lagi digunakan karena pencitraan hanya semu," ujar Kristiadi. (yay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Golkar Serahkan Yance Pilih Pendamping
Redaktur : Tim Redaksi