Deni Daruri Sebut Investor EBT Bakal Antre Masuk Indonesia, Begini Alasannya

Rabu, 10 Januari 2024 – 09:12 WIB
Pimpinan Founder Bumi Global Karbon, Ahmad Deni Daruri. Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Founder Bumi Global Karbon (BKG) Foundation Achmad Deni Daruri optimistis investor energi baru terbarukan (EBT) bakal deras masuk ke Indonesia.

Selama ini, Indonesia adalah importir bersih bahan bakar fosil terbesar di dunia. Artinya, pasar EBT di dalam negeri sangat menggiurkan seiring tingginya kesadaran publik akan energi ramah lingkungan.

BACA JUGA: Apresiasi Perubahan RUPTL, Gus Falah: NU Dukung Energi Baru Terbarukan

“Sekitar 270 juta penduduk bergantung pada bahan bakar fosil dari negara lain, yang membuat Indonesia rentan terhadap guncangan dan krisis geopolitik. Sebaliknya, Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang melimpah. Namun, potensinya belum sepenuhnya dimanfaatkan,” ujar Deni Daruri di Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), kata Deni, memproyeksikan 90 persen pasokan listrik dunia berasal dari EBT. Artinya, pengembangan EBT di Indonesia, menjadi solusi untuk keluar dari ketergantungan impor.

BACA JUGA: Dukung Energi Baru Terbarukan, FIFGroup Resmikan Solar Panel di Palembang

Soal harga, Deni menilai saat ini, EBT merupakan pilihan daya termurah di sebagian besar dunia.

Biaya listrik dari tenaga surya, turun 85 persen dalam 1 dekade (2010- 2020). Biaya energi angin darat dan lepas pantai, masing-masing turun 56 persen dan 48 persen.

BACA JUGA: China Gencar Mengimpor Batu Bara Asal Indonesia, Deni Daruri: Waspada

“Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 99 persen orang di dunia menghirup udara yang melebihi batas kualitas udara dan mengancam kesehatan mereka. Dan, lebih dari 13 juta kematian di dunia per tahun, disebabkan pencemaran termasuk polusi udara," ungkap Deni.

Pada 2018, polusi udara dari bahan bakar fosil menimbulkan dampak ekonomi dan kesehatan, melahirkan keruhian hingga US$ 2,9 triliun atau setara US$ 8 miliar per hari.

Dengan transisi energi bersih, seperti angin dan matahari, tidak hanya membantu mengatasi perubahan iklim tetapi juga polusi udara dan kesehatan.

Setiap dolar AS investasi dalam EBT menciptakan lapangan kerja sebesar 3 kali lebih banyak ketimbang industri berbahan bakar fosil.

“International Energy Agency (IEA) memperkirakan transisi menuju emisi nol bersih, mengarah kepada peningkatan keseluruhan dalam pekerjaan sektor energi. Sekitar US$5,9 triliun dihabiskan untuk mensubsidi industri bahan bakar fosil pada 2020,” ujar Deni.

Sebagai perbandingan, sekitar US$4 triliun per tahun perlu diinvestasikan dalam energi terbarukan hingga 2030, termasuk investasi dalam teknologi dan infrastruktur untuk memungkinkan pencapaian emisi nol persen pada 2050.

“Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus menjamin keberadaan strategi yang menunjang peluang investasi dalam EBT. Pemerintah harus menjalankan lima strategi," kata Deni.

Apa saja kelima strategi itu? Pertama, kata Deni, pengaturan pasar di mana kebijakan harus menetapkan transparansi dan prediktabilitas, yang memberikan kepercayaan bagi investor dalam kemampuan untuk memulihkan investasi dalam pembangkit listrik.

Kedua, lanjutnya, memberikan insentif bagi energi bersih dan iklim tertentu yang menyusun strategi energi multi-tahun terintegrasi dengan target jangka pendek dapat menjadi langkah strategis.

“Ketiga, menjamin langkah-langkah ramah bisnis umum yang berupa beberapa kebijakan umum (yaitu, tidak harus spesifik untuk energi) yang dapat memfasilitasi investasi energi terbarukan," ungkapnya.

Keempat, mekanisme pembiayaan yang inovatif dimana mekanisme pembiayaan dari berbagai jenis dapat berguna dalam mengurangi risiko, menawarkan potensi pengembalian tambahan, atau menciptakan lebih banyak peluang investasi.

“Terakhir, asumsi risiko awal dimana beberapa proyek yang sukses termasuk sponsor awal yang bersedia menanggung berbagai risiko," pungkasnya.

Menurut Deni, besarnya potensi EBT yang dimiliki Indonesia menjadi 'barang seksi' bagi investor. Mulai dari sinar matahari, angin, air, biomassa, dan panas bumi.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi EBT Indonesia mencapai 442,4 GW.

Hanya saja yang baru dimanfaatkan sekitar 11,3 GW atau hanya 2,5 persen dari total potensi yang ada.

Peluang investasi EBT di Indonesia sangat menarik bagi para investor baik dalam negeri, maupun luar negeri.

Sebab, Indonesia memiliki empat keunggulan komparatif. Pertama, kebijakan pemerintah sangat pro pengembangan EBT, seperti target bauran energi nasional 23 persen EBT pada 2025, insentif fiskal dan nonfiskal bagi investor EBT,serta penyederhanaan perizinan dan regulasi.

Kedua, ketersediaan sumber daya EBT yang melimpah dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, seperti sinar matahari mencapai 4,8 kWh/m2/hari, angin dengan kecepatan rata-rata 3-6 m/s, air dengan potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 75 GW.

Kemudian biomassa dengan potensi produksi bioenergi sebesar 32.654 PJ/tahun, dan panas bumi dengan cadangan terbesar di dunia sebesar 28.910 MW.

Ketiga, permintaan energi yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi Indonesia serta kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan energi yang ramah lingkungan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler