Denny JA Bicara soal Nobel Perdamaian 2023 untuk Pejuang HAM Dipenjara

Rabu, 11 Oktober 2023 – 18:18 WIB
Ketua Umum Esoterika, Denny JA berbicara tentang sosok Narges Muhammadi yang merupakan aktivis dan pejuang HAM asal Iran mendapatkan Nobel perdamaian. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Narges Mohammadi, seorang aktivis dan pejuang hak asasi manusia asal Iran mendapatkan Nobel perdamaian tahun 2023. Upayanya memperjuangkan banyak hal, diantaranya diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Perempuan kelahiran Zanjan, Iran, 21 April 1972, menerima Nobel Perdamaian saat dirinya masih ada di dalam Penjara Evin di Teheran.

BACA JUGA: Denny JA Menilai Putri Ariani Berpotensi jadi Superstar Dunia

Sejak usia belasan tahun, Narges Mohammadi sudah menjadi aktivis asasi manusia dengan berbagai risiko yang dia hadapi.

Ketua Umum Esoterika, Denny JA, mengatakan, pada 2011, Narges Muhammadi mendirikan Hafes yakni lembaga yang membela hak asasi manusia dan menentang hukum cambuk, apalagi terhadap perempuan di Iran.

BACA JUGA: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Subianto Menanjak, Ganjar Turun

"Mengapa seorang perempuan dicambuk? Ada banyak sebabnya. Antara lain itu bisa disebabkan oleh pelanggaran cara berpakaian. Misalnya tidak memakai jilbab," kata Denny dalam perayaan Hari Santo Fransiskus Asisi di BBPK Jakarta, dikutip Rabu (11/10).

Denny mengatakan Narges Mohammadi dan kelompoknya sudah membantu dan mendampingi ratusan perempuan yang dicambuk.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) ini menyebut, mereka yang berjuang membela hak asasi manusia bisa diartikan sedang melawan dan menunjukkan kelemahan kebijakan pemerintah.

"Kita tahu juga dari sejarah bahwa penjara tidak pernah membuat jera seorang pejuang hak asasi yang sejati," ungkapnya.

Di sisi lain, Rani Anggraeni Dewi, seorang penulis memberikan persembahan saat perayaan Hari Santo Franciskus dari Asisi dan Milad Maulana Rumi dari Konya Turki.

Menurut Rani, Saint Francis dan Maulana Rumi menyikapi clash of civilitation atau aksi terror, konflik kepentingan politik, dan korupsi di berbagai bidang akibat perubahan situasi kondisi sosial dan ekonomi.

"Bukan berarti mengisolasi diri atau menjadi pertapa. Mereka tetap aktif hadir berinterkasi di tengah masyarakat. Namun memperbanyak berdoa, bermeditasi, kontemplasi untuk mendapatkan kedamaian, serta keseimbangan hidup antara yang sacred dan profane," ujar Rani.(mcr8/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler