JAKARTA - Ketua Tim Advokasi DPP Golkar, Muladi SH mendesak Menkum HAM Amir Syamsuddin segera melepas mantan Kepala Bappenas Paskah Suzetta yang pembebasan bersyaratnya sempat tertunda karena kebijakan moratorium remisi yang dikeluarkan Kemenkum HAM.
”Keputusan PTUN yang kemarin ini menggugurkan kebijakan Menkum HAM tentang moratorium remisi. Karenanya, tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda pembebasan bersyarat bagi Paskah Suzetta. Menteri Amir harus segera mengeksekusi keputusan itu,” kata Muladi di Jakarta, Jumat (9/3).
Dikatakan, Golkar sedang memikirkan langkah-langkah hukum untuk meminta ganti rugi atas kebijakan yang salah tersebut. “Kita sedang pikirkan untuk ajukan ganti rugi, namun bagi kami yang penting Paskah Suzetta Cs segera dibebaskan dulu. Soal yang lainnya, itu nomor dua,” tegas Muladi.
Ketua DPP Golkar itu mengingatkan, dengan kekalahan di PTUN, Menkum HAM mau instrospeksi. Dia juga minta agar Presiden SBY memperingatkan Wakil Menkumham Denny Indrayana supaya tidak bertindak arogan. Karena langkahnya itu bisa menjatuhkan wibawa presiden.
“Saya minta Denny diperingatkan keras untuk tidak lagi melakukan blunder yang membuat malu
presiden. Kekalahan di PTUN ini harus jadi pelajaran bagi pemerintah,” ujar Muladi.
Sementara itu, Wakil Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo mendesak para terpidana yang menjadi korban kebijakan moratorium remisi Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dan wakilnya Denny Indrayana, agar segera melaporkan kejadian itu ke polisi untuk mempidanakan Amir dan Denny.
Keduanya bisa dikenakan pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal 8 tahun penjara. “Bunyi pasal 333 ayat 1 kan begini. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun. Jadi teman-teman saya yang menjadi korban akibat kebijakan moratorium remisi saya dorong segera melaporkan ke polisi,” kata Bambang.
Sebagaimana diketahui, Amir Syamsudin dan Denny Indrayana kalah di PTUN Jakarta soal kebijakan moratorium atau pengetatan pembebasan bersyarat dan remisi napi korupsi. Gugatan para penggugat yang diwakili Yusril Ihza Mahendra dikabulkan majelis hakim. Karena kebijakan Menkumham tersebut, bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, sehingga dibatalkan oleh PTUN.
Bamsoet –sapaan akrab Bambang Soesatyo, red menilai, putusan PTUN yang menyatakan keputusan soal moratorium remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor dan teroris menyalahi aturan itu sangat tepat. Sudah sepatutnya PTUN menolak keputusan yang dibuat Menkum HAM tersebut, karena kebijakan itu melanggar HAM dan sejak proses perumusannya sudah abnormal dan illegal.
Kepmen soal moratorium remisi ini menabrak UU No.12/1995 tentang Pemasyarakatan dan PP.28/2006 tentang Remisi. Kepmen juga melanggar hak kovenan internasional, yaitu United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang telah diratifikasi di dalam UU No. 7 Tahun 2006. Jelas itu merupakan kesalahan fatal yang dibuat Menteri Hukum dan HAM serta wakilnya.
Melalui putusan PTUN itu, Keputusan Menkum HAM tersebut batal demi hukum dan harus segera membebaskan para terpidana yang sebelumnya telah dinyatakan mendapatkan remisi. Menkum HAM dan Wamenkum HAM juga harus bertanggungjawab karena telah mengeluarkan kebijakan yang keliru. “Saya mendesak agar Menkum HAM dan Wamenkum HAM agar mundur dari jabatannya,” pinta Bamsoet.
Ditanya soal hak interpelasi yang diusung sejumlah anggota DPR, Bamsoet mengatakan, putusan PTUN ini tidak menyurutkan langkahnya untuk mengajukan hak interpelasi. Agar bisa diketahui apakah presiden tahu, dilaporkan atau bahkan menyetujui keputusan keliru yang dibuat menterinya.
“Sangat tidak mungkin kebijakan Moratorium Remisi difinalkan, diumumkan ke publik dan dilaksanakan oleh Menkum HAM, tanpa persetujuan atasan sang menteri. Artinya, besar kemungkinan keputusan PTUN itu akan menjadi bola panas bagi presiden,” tegasnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kasus Sekadau Dijerat UU Pencucian Uang
Redaktur : Tim Redaksi