Kesembilan orang tersebut adalah Badri Hartono, Rudi Kurnia Putra, Kamidi, Fajar Novianto, Barkah Nawah Saputra, Triyatno, Anggri Pamungkas, Joko Priyanto alias Joko Jihad, Wendi alias Hasan.
"Delapan sudah ditempatkan rumah tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua. Sedangkan satu masih berada di Sulawesi Tengah (Wendy)," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di kantornya, Senin (1/10).
Sembilan orang ini sekelompok dengan Thorik cs. Badri Hartono (45) yang ditangkap di Jalan Belimbing, Griyan RT 05 RW 10 Kelurahan Pajang, adalah amir dari kelompok ini. Pria yang berprofesi sebagai wiraswasta tersebut ditangkap pada Sabtu (22/9) sekitar pukul 05.30 saat sedang berjalan tidak jauh dari rumahnya, di depan Masjid Al Huda, Laweyan.
Berikutnya, Rudi Kurnia Putra (45) ditangkap di depan Solo Square sekitar pukul 24.00 WIB. Saat itu, pria kelahiran Solo, 2 Juli 1967 tersebut baru melakukan perjalanan dari Cilacap. Dalam kelompok itu, Rudi bertugas melakukan rekrutmen dan pelatihan di Poso. Ia menyimpan tiga buah bom di rumahnya yang siap diledakkan. Kamidi ditangkap di rumahnya di Griyan RT 07 RW 10 Kelurahan Pajang. Fajar Novianto, masih berstatus pelajar ditangkap di Laweyan. Barkah Nawa Saputra (24) ditangkap di rumahnya di Jalan Kentingan RT 02 RW 11 Kecamatan Jebres dan Triyatno ditangkap di Pasar Harjodaksino, Surakarta. Tersangka lain adalah Anggri Pamungkas (18) ditangkap di perbatasan Desa Cobra dengan Desa Bloyang, Kecamatan Belimbing Hulu, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Sabtu (22/9).
Nama lain yang sudah cukup dikenal, adalah Joko Tri Priyanto alias Joko Jihad. Ia ditangkap di rumah kerabatnya di Mondokan, Kecamatan Laweyan, Solo, Minggu (23/9). Joko dikenal sebagai pemimpin Kelompok Laweyan, basis pendukung Noordin M Top di wilayah Solo. Ia bebas pada 2007, setelah sebelumnya dihukum 3,5 tahun penjara karena menyembunyikan Noordin M Top seusai peledakan bom bunuh diri di Kedutaan Besar Australia.
Terakhir, Wendy alias Hasan ditangkap di Pelabuhan Pentoloan, Palu, Sulawesi Tengah. Jaringan ini diketahui dipimpin oleh Badri Hartono alias Tony.
"Untuk yang di bawah umur, hukum acaranya dipakai pidana umum, kalau yang dewasa pakai hukum acara sesuai dengan Undang-Undang Terorisme," ujar Boy.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPCP: Makin Tampak DPR Ingin Lumpuhkan KPK
Redaktur : Tim Redaksi