jpnn.com - JAKARTA - Tren pelemahan nilai tukar atau depresiasi rupiah masih berlanjut. Kombinasi faktor eksternal dan internal ditengarai menjadi penyebabnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengakui, faktor eksternal berupa rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed memang menekan banyak mata uang dunia.
BACA JUGA: Holding BUMN Perkebunan Picu Produktivitas
"Sementara dari sisi domestik juga ada persoalan politik," ujarnya usai rapat di Kantor Kementerian Keuangan kemarin (6/10).
Menurut Agus, tren depresiasi yang terjadi dalam dua pekan terakhir membuat rupiah melemah sekitar 0,12 persen secara month to month atau dibandingkan bulan lalu. Pelemahan tersebut, lanjut dia, masih dalam kisaran normal sebagaimana depresiasi yang terjadi pada mata uang lainnya.
BACA JUGA: Cadangan Devisa Melorot
"Jadi secara umum masih berjalan dengan baik," katanya.
Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI kemarin menunjukkan, rupiah ditutup di level 12.212 per USD, melemah 68 poin dibanding penutupan Jumat (3/10) yang di posisi 12.144 per USD.
BACA JUGA: Lakukan Perbaikan, KJC Minta Kenaikan Tarif
Sementara itu, nilai tukar rupiah di pasar spot juga menunjukkan pelemahan. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah hingga sore kemarin ditutup melemah 26 poin atau 0,21 persen ke posisi 12.204 per USD. Secara umum, dari 13 mata uang utama di Asia Pasifik, lima diantaranya mengalami depresiasi, dan delapan lainnya menunjukkan apresiasi.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengakui, panasnya tensi politik Indonesia saat ini memang menjadi perhatian investor global. Namun demikian, dia menilai jika sentimen negatif ini bersifat temporer dan tidak akan berlangsung lama.
"Jadi, pengaruhnya akan hilang saat politik mereda," ujarnya.
Menurut Chatib, faktor utama pelemahan nilai tukar rupiah saat ini tetap dipicu oleh sentimen global terkait rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga. Akibatnya, investor global melepas aset-asetnya di emerging markets dan memindahkan dananya ke AS.
"Karena itu, mata uang Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki juga mengalami depresiasi," katanya.
Karena itu, dalam rapat Forum Komunikasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), menteri keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sepakat untuk mencermati perkembangan sektor perbankan, pasar modal, fiskal, dan pasar keuangan.
"Hasil analisa kami, secara umum situasi terkendali dan masih dalam kontrol," ucapnya.
Chatib menyebut, pemerintah beserta BI dan OJK sudah menyiapkan berbagai langkah antisipasi jika gejolak pasar keuangan memburuk. Dari sisi fiskal, pemerintah sudah sepakat untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar mengurangi ketergantungan pada pembiayaan.
"Jadi, kita harap situasi pasar akan membaik," jelasnya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasib Petral, Pertamina Tunggu Keputusan Pemerintah Jokowi-JK
Redaktur : Tim Redaksi