jpnn.com - JAKARTA – Seratusan massa dari Masyarakat Peduli Penegakan Hukum menggeruduk gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta, Rabu (18/6).
Mereka mendesak Jaksa Agung segera turun tangan menindaklanjuti kasus dugaan kejanggalan penanganan kasus tindak pidana korupsi biaya perjalanan dinas DPRD Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tahun anggaran 2012, yang ditangani Kejaksaan Negeri Stabat.
BACA JUGA: Jaga Dolly, Kapolri Minta Anak Buah Tidak Gunakan Senjata
Pasalnya, meski dugaan kuat aksi korupsi melibatkan 50 anggota DPRD Langkat, namun hingga saat ini Kejari Stabat hanya menetapkan dua tersangka. Itu pun bukan berasal dari anggota dewan, namun hanya mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) Salman dan mantan Sekwan Supomo.
“Ada apa dengan penegakan hukum di negeri ini? Bukti-buktinya kan cukup kuat. Bahkan para anggota dewan itu termasuk Ketua DPRD Langkat, Rudi Hartono Bangun, sudah mengembalikan uang nya. Itu kan bukti, tapi kenapa justru yang jadi tersangka hanya dua orang. Ini seperti melahirkan fenomena baru, bahwa perkara tindak pidana korupsi bisa dianggap selesai yang penting uangnya dikembalikan melalui rekening kejaksaan,” ujar Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Pembangunan Indonesia (LSM Pendoa), Ungkap Marpaung di depan Gedung Kejagung, Jakarta.
BACA JUGA: Suasana Dolly Memanas, Pemkot Tak Mundur
Dalam aksinya, massa gabungan dari LSM Pendoa dan LSM Masyarakat Anti Korupsi (MAK) ini, menuntut Kejaksaan Agung dapat segera mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan. Antara lain dengan segera menetapkan sebagai tersangka dan menangkap ke-50 anggota DPRD Langkat Periode 2009-2014.
Massa juga menuntut kejaksaan segera menetapkan sebagai tersangka dan menangkap ke-43 anggota PNS di Sekretariat DPRD Langkat, karena diduga juga terlibat. Demikian juga dengan Ketua DPRD Langkat, Rudi Hartono Bangun dan ajudannya David Helgod Pardede.
BACA JUGA: PKS Apresiasi Keberanian Risma Tutup Dolly
“Azas hukum kan sangat jelas. Siapa yang berbuat, dia yang bertanggung jawab. Artinya pertanggungjawaban tindak pidana tidak dapat diwakilkan atau dialihkan kepada pihak mana pun. Secara hukum pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidana korupsi yang dilakukan. Tetapi dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman di persidangan,” katanya.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Umum Masyarakat Anti Korupsi, Darmon Sipahutar. Menurutnya, penyalahgunaan biaya perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Langkat hadir berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan dugaan kerugian negara sebesar Rp 665 juta.
“Uang hasil korupsi memang sudah dikembalikan, tapi kenapa mereka tidak dijadikan tersangka? Ini kan aneh, makanya kita menduga penyidik Kejari Stabat sengaja melakukan tebang pilih, atau telah terkontaminasi dan tidak bekerja secara profesional,” katanya.
Inilah yang kemudian menjadi alasan kuat, mengapa mereka mendatangi Kejagung. Karena meski dilihat dar jumlah korupsi tergolong kecil, namun yang menjadi kegundahan adalah tidak jelasnya alasan Kejari Stabat yang tak mau memeriksa anggota DPRD Langkat.
“Kita meminta agar Jaksa Agung memerintahkan Kejari Stabat memeriksa seluruh anggota DPRD Langkat, beserta PNS di lingkungan sekretariat DPRD. Kita juga menuntut agar Kejagung dapat memberi sanksi yang tegas terhadap penyidik yang sengaja bermain mata dalam perkara ini,” katanya.
Atas aksinya, Bagian Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat Kejagung, bersedia menerima perwakilan pengunjukrasa. Namun sayang, ternyata menurut Darmon dan Ungkap, staf yang menerima mengaku belum pernah menerima surat permohonan mereka agar mengusut tuntas perkara ini. Padahal sebelumnya pada April dan Mei lalu, mereka telah melayangkan surat permohonan.
“Kita heran juga ya, ternyata surat menyurat di Kejagung ini manajemennya belum baik. Tapi begitu mereka berjanji akan segera menelusurinya. Kita beri batas waktu dua minggu. Kalau tidak juga direspon dengan baik, maka kita akan kembali menggelar aksi massa yang lebih besar,” katanya.
Selain LSM Pendoa dan MAK, aksi menuntut penegakan hukum di Langkat, juga dilakukan Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (Semar). Hanya bedanya, mereka tidak hanya mendesak Kejagung, namun juga melaporkan perkara ini secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ditemui usai mengadu ke KPK, Rabu (18/6) siang, salah seorang penggiat antikorupsi dari Semar, M Piliang mengatakan, mereka melapor bukan tidak percaya dengan Kejagung. Namun karena lambannya penegakan hukum, membuat mereka merasa perlu meminta KPK melakukan supervisi dan pengawasan terhadap penyidikan yang dilakukan Kejari Stabat.
“Kasus ini benar-benar sangat luarbiasa. Makanya sampai-sampai kita lahirkan istilah 'wahai seluruh Indonesia, datanglah ke negeri kami Langkat Bertuah, untuk korupsi berjamaah. Karena kalau ketahuan dan uangnya dikembalikan, tidak akan dituntut secara hukum,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PSK Dolly Bakar Undangan Pembagian Dana
Redaktur : Tim Redaksi