"Kami menolak impor beras yang akan dilakukan pemerintah dengan alasan apapun. Masih ada cara lain yang tidak merugikan petani kita selain melakukan impor," kata Marwan di Jakarta, Jumat (31/8), menanggapi rencana pemerintah mendatangkan 100 ribu metrik ton beras dari Kamboja untuk jangka waktu lima tahun ke depan.
Marwan menyatakan bahwa untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan, Pemerintah harus secepatnya mengambil langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan produksi beras nasional kita. Langkah yang dapat dilakukan di antaranya dengan menggenjot hasil panen dari 5 ton per hektare, menjadi 7 ton per hektar.
"Terapkan tekhnologi yang bisa menghasilkan bibit padi unggulan yang masa tanamnya tidak membutuhkan waktu lama dengan biaya yang sedikit dan menghasilkan panen yang lebih banyak dan berkualitas tinggi," cetusnya.
Langkah lain yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan adalah mengurangi konsumsi beras nasional. "Hal itu bisa dilakukan dengan kampanye agar masyarakat kita bisa beralih ke selain nasi sebagai makanan pokok. Karena selain nasi masih ada jagung, ubi, gandum, dan lain sebagainya yang gizinya tidak kalah dengan nasi," katanya.
Namun ia juga mengatakan, ketersediaan lahan tanam yang produktif harus dijaga. Sebab, selama ini banyak lahan produktif yang menjadi lahan hunian sehingga berpengaruh pada menurunnya produksi pangan nasional.
Meski demikian Marwan yang juga Ketua Dewan Pembina Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (GEMA SABA) itu mendesak pemerintah agar secepatnya melakukan audit produksi beras dan luas lahan tanam nasional. "Karena tidak adanya data yang valid tentang produksi beras dan luas lahan tanam nasional seringkali dijadikan alasan untuk melakukan impor beras," pungkas politisi muda PKB itu.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kebangkrutan BUMI Hanya Rumor
Redaktur : Tim Redaksi