jpnn.com - JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara, Saldi Isra, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) perlu segera memutus Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diajukan Aliansi Masyarakat Sipil (AMS) untuk Pemilu Serentak.
Alasannya, karena keputusan sangat terkait dengan sistem Pemilu Indonesia. Sedang Pemilu Legislatif akan digelar 9 April 2014 mendatang.
BACA JUGA: Evaluasi Dulu, Baru Putaran Dua
Pernyataan pria bergelar profesor itu menanggapi sikap MK yang telah selesai menyidangkan PUU tersebut pada 14 Maret 2013 lalu, namun hingga kini belum juga diputuskan.
“Sebelumnya yang kita minta agar MK dapat menguji permohonan pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden dapat dilakukan serentak. Nah kalau hal tersebut yang diputuskan, maka kan harus ada disain baru untuk Pemilu 2014. Jadi perlu diputuskan segera, agar KPU bisa bertindak mengambil langkah-langkah yang diperlukan,” ujarnya di gedung MK, Jakarta, Senin (21/10).
BACA JUGA: KPU Batubara Bantah Curang
Menurut Saldi, secara ketatanegaraan, Indonesia pada hakikatnya menganut sistem presidential. Namun selama ini justru sistem parlementer yang mengemuka. Hal tersebut terlihat ketika pemilu legislatif digelar terlebih dahulu. Di mana hasil perolehan kemudian menentukan parpol mana saja yang dapat mengajukan calon Presiden.
Karena itu AMS menurut Saldi, meminta MK memutus untuk mengembalikan sistem pemilu Indonesia ke jalur yang sesungguhnya.
BACA JUGA: Empat Pasangan Gugat Pilkada Taput ke MK
Pandangan senada juga dikemukakan Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali. AMS katanya, mengajukan PUU semata-mata didasari kepedulian mengembalikan model pemilu Indonesia ke sistem yang sebenarnya.
“Kalau sistem presidential, setiap parpol peserta pemilu berhak mengajukan calon Presiden. Tapi kalau dengan model yang sekarang, hanya parpol tertentu yang dapat mengajukan pasangan calon. Jadi kita melakukan pengujian dengan alasan mengembalikan originalitas UUD 1945,” katanya.
Effendi yakin jika Pemilu dilakukan serentak, maka pemilih bisa memiliki kecerdasan dalam memilih guna menentukan calon pemimpin ke depan. Namun jika masih tetap dilakukan dua kali, maka hal tersebut tidak akan dapat tercapai. Karena calon Presiden sudah diseleksi terlebih dahulu oleh parlemen.
“Kita ingin tegakkan sistem presidential. Karena dalam sistem yang sekarang, kita menduga suara parpol diperjualbelikan (untuk berkoalisi dengan partai lain agar bisa mengusung capres-cawapres, red). Bahkan nilainya bisa mencapai puluhan miliar rupiah, ditambah jatah sejumlah menteri. Jadi siapapun presiden, tetap akan tersandera,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panja DPR Temukan Kejanggalan Proyek Pabrik Vaksin Flu Burung
Redaktur : Tim Redaksi