Desak SBY Terbitkan Perpu Penyadapan

Fahri: Perlu Antisipasi Praktik Saling Sadap Antarinstitusi Negara

Minggu, 03 November 2013 – 06:08 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi Hukum DPR, Fahri Hamzah, mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) tentang penyadapan. Menurutnya, Perpu itu bukan hanya sebagai upaya menyatukan payung hukum tentang penyadapan, tetapi juga sebagai respon atas praktik penyadapan oleh intelijen negara lain di Indonesia.

Menurut Fahri, bocornya pembicaraan pejabat ataupun dokumen elektronik negara yang penting sudah merupakan kondisi cukup untuk memenuhi syarat kegentingan yang memaksa bagi penerbitan perpu. "Saya menduga, dengan teknologi telepon dan seluler yang makin nirkabel sekarang ini telah terjadi juga skandal besar pembocoran rahasia pribadi dan rahasia negara kita ke pihak lain," kata Fahri melalui layanan BlackBerry Messenger, Minggu (3/10) dini hari.

BACA JUGA: 18 Provinsi Langgar Deadline Penetapan UMP

Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, sinyalemen Edward Snowden -mantan rekanan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA)- tentang penyadapan terhadap pejabat RI memang harus disikapi dengan darurat penyadapan. "Presiden harus mengeluarkan Perpu terutama untuk memantau aktivitas intelijen asing yang mengancam kedaulatan nasional," tegasnya.

Lebih lanjut Fahri mengatakan, saat ini ada kekosongan hukum tentang penyadapan pascapembatalan pasal pasal 31 ayat 4 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2010 silam. Di sisi lain, kata Fahri, aturan penyadapan tersebar di sejumlah UU. Misalnya UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme, UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen.

BACA JUGA: Orangtua Mahasiswa Hilang Di Pakistan Masih Putus Kontak

"Jadi sudah saatnya ketentuan penyadapan itu dirangkum dalam satu UU induk demi kepastian hukum dan pengendalian penyadapan yang tidak saja dapat merugikan kebebasan sipill tetapi juga keamanan nasional," cetusnya.

Fahri juga mengatakan, tidak adanya payung hukum yang menjadi induk praktik penyadapan juga memunculkan benturan di antara institusi penegak hukum. Ia
mencontohkan kasus Cicak vs Buaya pertama tak lepas dari konflik penyadapan antara KPK dengan Mabes Polri.

BACA JUGA: WNI Overstayer Bakal Dideportasi Masal

"Bukan berita bohong bahwa perang alat sadap pernah terjadi dalam masa lalu. Bahkan istilah Cicak vs Buaya yang melatari konflik lembaga penegak hukum di masa lalu itu bersumber dari pembandingan kapasitas alat sadap," pungkasnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Ini, Tes CPNS Serentak Digelar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler