Detik-detik Menegangkan di Ruang Sidang Aman Abdurrahman

Sabtu, 26 Mei 2018 – 04:45 WIB
Personel Densus 88 Antiteror langsung membuat barikade di ruang persidangan Aman Abdurrahman di PN Jaksel, Jakarta, Jumat (25/5), setelah terdengar suara ledakan. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Tatapan mata terdakwa terorisme Oman Rachman alias Aman Abdurrahman terlihat dingin dan tajam, saat memasuki ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/5) pagi.

Tak terlihat sedikitpun raut kekhawatiran, meski Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Aman dengan hukuman mati, sebagaimana dibacakan Jumat (18/5) pekan lalu.

BACA JUGA: Jaksa Agung: Ajaran Aman Itu Nyuruh Orang buat Mati Syahid

Oleh: Ken Girsang, Jakarta

Bahkan ketika dentuman keras menggema sesaat setelah sidang pembacaan pledoi dimulai, pimpinan organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu terlihat tetap duduk tenang di kursi terdakwa, persis menghadap ketiga Majelis Hakim yang memimpin jalannya sidang.

BACA JUGA: Jaksa Agung Sudah Memprediksi Isi Pleidoi Aman Abdurrahman

Sesekali ia hanya terlihat menatap ke bagian kanan, sembari menutup wajah mengenakan serban berwarna abu-abu bercorak kotak-kotak yang dikenakan, dengan menyisakan bagian mata.

Dentuman keras yang berasal dari luar PN Jakarta Selatan, terdengar sekitar Pukul 09.10 WIB. Puluhan aparat keamanan bersenjata laras panjang langsung siaga penuh. Empat petugas dengan mengenakan penutup wajah bergegas mengelilingi Aman.

BACA JUGA: Baca Pleidoi, Aman Abdurrahman Tantang Hakim Bersengketa

Mereka membentuk pagar betis mengamankan areal dekat kursi yang diduduki Aman, setelah majelis hakim menyatakan sidang diskors untuk sementara waktu.

"Semuanya kembali duduk, tenang," ujar salah seorang petugas pengamanan mengambil inisiatif, melihat puluhan pengunjung yang terlihat gelisah.

Kegelisahan juga tampak di luar ruangan sidang utama. Beberapa petugas terlihat berlari berusaha memantau ke pekarangan depan, areal parkir mobil. Sementara sejumlah aparat lain yang berjaga-jaga secara serentak terdengar mengokang senjata masing-masing.

Pagar depan juga langsung ditutup. Tercatat ada sekitar 270 pasukan pengamanan yang diterjunkan dalam pengamanan kali ini, termasuk melibatkan personel TNI dan pasukan sniper di beberapa titik.

Peristiwa berlangsung sangat cepat. Sekitar Pukul 09.15 WIB Jalan Ampera kembali dibuka. Arus lalu lintas berjalan normal. Menurut Kapolres Jaksel Kombes Pol Indra Jafar, suara dentuman bukan dari bom, namun murni akibat kecelakaan kerja.

Di depan PN Jaksel diketahui terdapat sebuah proyek pembangunan. Menurutnya, salah seorang tukang sedang berusaha memotong sebuah drum. Ternyata drum itu belum sepenuhnya kosong.

"Dia memotong drum, mau dijadikan tempat sampah. Mungkin tidak menduga di dalam drum itu masih ada sisa bahan kimianya," kata Indra.

Sidang akhirnya kembali dilanjutkan. Meski demikian, delapan aparat bersenjata laras panjang yang berjajar di kanan kiri ruang sidang utama tetap meningkatkan kewaspadaan.

Aman membacakan sendiri pleidoi setebal 58 halaman. Namun untuk mempersingkat waktu, ia hanya membacakan sejumlah poin-poin penting.

"Vonis seumur hidup atau vonis mati silakan saja, jangan ragu atau berat hati. Tidak ada sedikit pun saya gentar dan rasa takut di dalam hati dengan hukuman zalim kalian ini," katanya.

Pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat berusia 46 tahun ini menyatakan hal tersebut karena meyakini hukuman terhadapnya sudah ditentukan. Namun, Aman membantah terlibat dalam aksi bom bunuh diri di sejumlah tempat di tanah air. Baik itu bom Thamrin, Kampung Melayu, Samarinda dan Bima.

“Oleh sebab itu saya menganjurkan kepada murid-murid saya untuk hijrah ke Syam (Suriah, red). Sekitar lebih dari 1.000 murid saya sudah berada di sana,” katanya.

Sidang pembacaan pleidoi Aman Abdurrahman berlangsung dari Pukul 08.45 WIB hingga Pukul 10.55 WIB. Untuk meyakinkan hakim dirinya tidak terlibat serangkaian aksi bom bunuh diri, Aman menyatakan bahwa dalam hukum Islam dilarang menyerang anak dan menggunakan zat api.

"Menyerang anak-anak itu haram dalam hukum Islam. Kemudian, menggunakan zat yang menjadi api. Karena Islam mengharamkan menggunakan api,” ucapnya.

Dalam pleidoinya Aman menyampaikan responsnya atas aksi bom bunuh diri Dita Oepriarto yang melibatkan istri dan keempat anaknya di tiga gereja di Surabaya, Minggu lalu (13/5).

“Itu tindakan yang enggak mungkin muncul dari orang yang mengerti ajaran Islam. Ayah mengorbankan anak-anaknya, ibu bersama anaknya melakukan bunuh diri adalah orang-orang sakit jiwanya dan putus asa,” ujar Aman.

Pada bagian lain, Aman juga mengaku pernah dilobi warga negara asing (WNA) berkebangsaan Sri Lanka bernama Prof Rohan. Tepatnya saat berada di sel isolasi Gegana Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat sekitar 21 Desember 2017 lalu.

Saat itu, kata Aman kemudian, Rohan menanyakan tentang tauhid, sistem pemerintahan demokrasi, khilafah islamiah, hijrah, dan hal-hal yang berkaitan dengan pemikirannya. Dalam pertemuan selanjutnya, Rohan datang melobi Aman melalui tiga pertanyaan.

“Dia datang langsung mengatakan untuk berkompromi dengan pemerintah. Kalau Ustaz Aman mau berkompromi maka akan langsung dibebaskan dan bila tidak mau berkompromi, maka akan dipenjara seumur hidup," kata Aman menirukan omongan Rohan.

Usai mendengar pembelaaan Aman Abdurrahman, Ketua majelis Hakim Akhmad Jaini memutuskan sidang selanjutnya digelar 30 Mei mendatang. Ia meminta JPU menyiapkan tanggapan atas pembelaan terdakwa.

"Berarti hari Rabu tanggal 30, karena hari Jumat libur. Jadi sidang berikutnya pada hari Rabu 30 Mei 2018, diperintahkan kepada penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa ke persidangan. Sidang ditutup," kata Hakim Akhmad.***

BACA ARTIKEL LAINNYA... Aman Minta Hakim tak Berat Hati Memvonisnya Hukuman Mati


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler