Detik-detik Menegangkan Yesaya Pegang Perempuan Pembawa Bom

Selasa, 15 Mei 2018 – 00:05 WIB
Yeni Widiastuti, 39 tahun, istri Yesaya Bayang, Satpam GKI Jalan Diponegoro, Surabaya , di ruang tunggu RSAL dr Ramelan, Surabaya (13/5). FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos

jpnn.com - Yesaya Bayang, Satpam GKI Diponegoro Surabaya, sempat memegang Puji Kuswati, yang membawa bom agar tak masuk ke gereja. Puji Kuswati, istri Dita Oeprianto, datang bersama dua anak perempuannya yang masih bocah, masing-masing usia 8 dan 12 tahun.

EDI SUSILO-NURUL QOMARIYAH-JOS RIZAL, Surabaya

BACA JUGA: Deddy Corbuzier Kutip Surat Al Maidah

PERTANYAAN Yesaya Bayang itu tak berjawab. ”Ibu mau ke mana?” ulang satpam Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro tersebut.

Bukannya menjawab, tiga orang itu, seorang dewasa dan dua anak-anak, malah kian mempercepat langkah menuju pintu gereja di Jalan Diponegoro, Surabaya, tersebut. Bahkan sudah setengah berlari.

BACA JUGA: Sahabat Polisi: Setop Sebarkan Foto Bom Surabaya

Melihat gelagat mencurigakan itu, dengan segera Yesaya yang bertugas bersama Antonius mengejar ketiganya. Namun, tetap saja tiga orang yang berpakaian serbagelap, longgar, dan hanya memperlihatkan kedua mata tersebut tak mau berhenti.

Yesaya pun spontan langsung memegang si dewasa. Yang dipegang berontak. Karena mendapatkan perlawanan, Yesaya pun memegang lebih erat. Puji Kuswati, si pelaku, sontak mengaktifkan dua bom yang diletakkan di perut dua anak itu.

BACA JUGA: Please, Jangan Goreng Isu Terorisme untuk Sudutkan Jokowi

Bom pertama meledak di anak paling tua. Menyusul, ke anak satunya. Untung, aksi Yesaya berhasil menggagalkan pengaktifan bom yang berada di perut Puji. Namun, Puji juga meninggal akibat pengeboman yang dilakukan.

Sebab, dia terkena serpihan bom yang diaktifkan sebelumnya. Sementara itu, keadaan Yesaya kritis. Dia langsung dilarikan ke rumah sakit.
***
Tak ada yang dirasakan tak lazim oleh Yeni Widiastuti pada Minggu pagi kemarin itu. Semua berjalan seperti biasa. Saat suaminya, Yesaya, hendak pergi ke GKI, tempat dia bekerja 12 tahun terakhir, Yeni pun mencium tangan dan mendoakannya. Seperti yang sudah bertahun-tahun dia lakukan.

Pasangan tersebut telah dikaruniai dua anak: Gerrard Cillion, 12, dan Pavel Cillion, 13. ”Papanya anak-anak itu disiplin dan suka berolahraga. Dia sering olahraga bareng anak-anak,” kata Yeni tentang suaminya yang berusia 40 tahun dan berasal dari Alor, Nusa Tenggara Timur, itu.

Sekitar dua jam setelah sang suami berangkat, barulah Yeni mendapat kabar yang merobek hati tersebut. ”Sekitar jam 08.00 dikabarin kalau suami saya kena bom dan dilarikan ke rumah sakit,” katanya.

Di RSAL Surabaya Yeni mendapati sang suami mengalami luka bakar di kaki dan tangan sebelah kanan serta pipi. Dirawat di instalasi gawat darurat dan hanya boleh dijenguk istri dan anak. Itu pun dibatasi waktunya. ”Semoga suami saya baik-baik saja,” harap perempuan 39 tahun tersebut.
***
Sekitar semenit setelah ledakan pertama, terdengarlah ledakan kedua. Jemaat di dalam gereja pun panik. Langsung semburat keluar. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi. ”Saya kira tadi ban mobil meletus,” kata Octavianus Rewah, salah seorang jemaat.

Saat itu Rewah melihat ada beberapa orang yang tergeletak. Di antaranya seorang berpakaian serbahitam dengan posisi tengkurap. Rewah sebenarnya ingin menolong orang yang hanya terlihat kakinya tersebut.

Namun, tindakan menolong itu dia urungkan. Sebab, dia takut melihat banyak asap yang keluar di sekitar orang yang tergeletak. Teriakan jemaat gereja lain agar tetap berada di dalam ruang gereja juga membuatnya ragu menolong.

Persis saat hendak masuk gereja, ledakan ketiga terdengar. Rewah mengaku melihat sumber ledakan itu dari orang yang tergeletak tersebut. Ledakan membuat tubuh orang yang memakai baju hitam dan sepatu hitam itu terpelanting ke atas. ”Sampai 4 meter,” ungkapnya.

Suasana area parkir tempat ledakan itu terjadi sudah berserak tidak keruan. Asap putih membubung tinggi. Beberapa orang terlihat bersimbah darah. Tergeletak di lantai. Salah satunya Yesaya. ”Tolong saya, tolong saya. Tolong saya, Tuhan Yesus,” teriak Yesaya yang terdengar Anton, sapaan Antonius.

Namun, Anton tidak berani mendekat untuk menolong Yesaya. Sejak ledakan pertama terdengar, lelaki 38 tahun itu telah menjauh dari lokasi. Setelah ledakan ketiga terdengar, dia baru kembali ke lokasi.

Dilihatnya rekan kerjanya tersebut bersimbah darah di telinga, tangan, dan kaki. ”Kalau tidak ada Bang Yesaya, mungkin saya bakal jadi korban,” kata Anton.

BACA JUGA: Detik-detik Satu Keluarga Berangkat dari Rumah Pangku Bom

Seniornya itu dikenal Anton sangat disiplin. Tiap bertugas, siapa saja yang tak dikenal akan langsung dia tanyai. Itu pula yang dilakukannya saat melihat tiga orang yang hanya terlihat bagian matanya tersebut. Belakangan diketahui, tiga orang itu adalah ibu (Suci Kuswati) dan dua anaknya (Fadhila Sari dan Pamela Riskika).

Anton tak membayangkan seandainya Yesaya gagal mencegah ketiganya masuk ke gereja. ”Mungkin bakal banyak jatuh korban jika bom meledak di dalam,” terangnya. (*/c9/ttg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... AP I Tingkatkan Keamanan di Bandara


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler