Detik-detik Romo Syafi'i dan Fadli Zon Diadang Puluhan Polisi Berseragam Hitam saat Mengurus Jenazah Laskar FPI

Kamis, 10 Desember 2020 – 16:06 WIB
Ambulans yang membawa jenazah Laskar FPI dari RS Polri menuju Petamburan. Foto: antara

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Muhammad Syafi'i menceritakan pengalaman ketika ikut membantu pengurusan jenazah enam Laskar FPI yang tewas dalam peristiwa di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Senin (7/12) dini hari.

Politikus yang akrab disapa dengan panggilan Romo Syafi'i ini tidak sendiri. Dia datang ke RS Polri Kramat Jati bersama koleganya sesama legislator Partai Gerindra Fadli Zon, Selasa (8/12) sore hingga malam hari.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: 6 Laskar FPI Ditembak Arah Jantung, Gibran Diminta Hati-Hati, Anak Wapres Kalah Telak

Dalam perbincangan dengan jpnn.com, Kamis (10/12), Romo Syafi'i menuturkan bagaimana proses pengambilan jenazah keenam Laskar FPI itu oleh pihak keluarga bersama pengacara. Termasuk momentum dirinya bersama Fadli Zon merasa dikibuli aparat kepolisian.

Awalnya, kata dia, pihak keluarga maupun FPI tahunya enam orang laskar tersebut diculik oleh OTK (Orang Tak Dikenal), sembari mencari tahu informasi keberadaan mereka.

BACA JUGA: Tumbang Versi Quick Count Pilkada Solo, Bagyo Ingatkan Gibran Berhati-hati

Sampai kemudian ada pengumuman dari Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran yang menyebut terjadi kontak tembak-menembak di Tol Jakarta-Cikampek.

"Paling tidak orang itu (keluarga-red) berkesimpulan, berarti enam orang ini ditembak oleh aparat kepolisian. Tetapi tentu saja diksi tembak-menembak itu enggak masuk akal," kata Syafi'i.

BACA JUGA: Berstatus Tersangka, Habib Rizieq Bakal Dijemput Paksa

Masalah tembak-menembak dianggap tak masuk akal karena selain rombongan pengawal Habib Rizieq tidak mengedar ada tembakan, kesaksian warga di lokasi KM 50 Tol Jakarta-Cikampek juga mengaku tidak mendengar ada suara tembakan.

Berikutnya, Romo Syafi'i menceritakan upaya keluarga dan pengacara untuk melihat dan menjemput jenazah 6 Laskar FPI tersebut di RS Polri Kramat Jati. Termasuk dirinya bersama Fadli Zon ikut membantu proses penjemputan itu.

Romo Syafi'i menjelaskan bahwa pihak keluarga tidak mendapat berita apa pun dari pihak kepolisian. Namun setelah mendengar pengumuman Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran, mereka baru tahu bahwa jenazah berada di RS Polri Kramat Jati.

"Maka mereka langsung ke sana malam itu juga. Sampai di sana, pengakuan mereka dengan pengacara, mereka diusir, tidak boleh berada di lokasi rumah sakit apa pun alasannya. Maka mereka kembali," tutur politikus asal Sumatera Utara ini.

Syafi'i dan Fadli Zon baru terlibat membantu pengurusan jenazah di RS Polri setelah ada pemberitahuan dari pihak keluarga korban yang mengaku tidak punya akses apa pun terhadap jenazah.

"Akhirnya Pak Fadli Zon mengontak saya. Kami selesai salat Ashar berangkat ke rumah sakit bertemu dengan pengacara, dan orang tua korban yang sedikit pun tidak dapat akses apa-apa untuk melihat jenazah anak-anaknya," jelas Syafi'i.

Sebagai anggota DPR yang punya hak konstitusional melakukan pengawasan, Syafi'i pun bertanya siapa yang bertanggung jawab di RS Polri terkait jenazah Laskar FPI.  

Malam itu, dia bersama Fadli Zon dipertemukan dengan dua orang polisi berpangkat Kombes, di sebuah tempat makan persis di depan RS Polri Kramat Jati. Sayanya, kedua perwira menengah Polri itu mengaku tidak mengetahui apa-apa.

"Ya sudah, kita minta ketemu yang tahulah, saya bilang, karena kami mau tahu bagaimana prosesnya dan bagaimana kami bisa mengakses, termasuk keluarga," tutur Syafi'i.

Beberapa lama kemudian, Syafi'i dan Fadli berkumpul dengan pihak keluarga korban. Saat itu, mereka diberitahu oleh perwira polisi tadi bahwa jenazah sedang diautopsi.

Mendengar hal itu, pihak keluarga langsung marah dan tidak terima. Sebab, mereka sudah membuat surat bertanda tangan yang isinya menyatakan tidak setuju jenazah Laskar FPI diautopsi.

"Mereka bilang, kami punya hak untuk autopsi. Keluarga bilang, ya kan kami keluarganya dan sudah bikin pernyataan dengan tanda tangan bahwa kami tidak setuju diautopsi, kenapa tetap diautopsi? Dan itu tidak dijawab oleh dua orang Kombes itu," jelas Syafi'i.

Kemudian saat ditanya kapan prosesnya akan selesai dan jenazah bisa diambil, keluarga diberitahu setelah jenazah itu dimandikan dan dikafani. Keluarga korban pun kembali protes.

Saat itu Fadli dan Syafi'i memberikan pemahaman kepada petugas kepolisian bahwa keluarga pengin jenazah bisa secepatnya dibawa karena sudah lebih 30 jam.

Selain itu, keluarga juga meyakini bahwa 6 laskar FPI tersebut mati secara syahid, sehingga sesuai ajaran Islam, mereka tidak perlu dimandikan. Jenazah langsung disalati dan dimakamkan saja. Namun hal itu tidak diindahkan juga.

Pada Selasa malam itu, Syafi'i dan Fadli terus mencoba agar keluarga dan pengacara bisa melihat jenazah sebelum dimasukkan ke dalam peti sebagaimana diinformasikan aparat di RS Polri.

"Dan tentu kami dalam rangka melakukan tugas pengawasan kan," ucap Syafi'i.

Setelah negosiasi, mereka pun diarahkan ke salah satu pintu yang diisyaratkan bakal bisa bertemu dengan jenazah. Namun sesampainya di pintu tersebut, mereka justru diadang petugas.

"Tetapi di pintu itu kami diadang oleh puluhan personel kepolisian yang berseragam hitam, mungkin Brimob ya, dan tidak diperkenankan (masuk). Pak Fadli bekali-kali bilang, apa kami tidak diizinkan?

Kita anggota DPR. Ini Romo ini komisi tiga, masa kami enggak diizinkan melihat korban," tutur Syafi'i menceritakan bagaimana Fadli Zon berdebat dengan petugas yang mengadang mereka.

Menurut Syafi'i, saat itu polisi yang berjaga mengatakan bahwa mereka bukan tidak diizinkan, tetapi yang diperkenankan masuk hanya keluarga dan pengacara.

"Ya berarti enggak diizinkan dong, kata Fadli. Bukan tidak diizinkan, cuma yang diperkenankan masuk, dan itu berulang tiga kali, kalimat-kalimat dagelan itu ya. Kalimat dagelan yang sangat tidak profesional itu," ujar anggota komisi bidang hukum DPR ini.

Selain itu, pihak keluarga dan pengacara yang katanya bisa melihat jenazah, ternyata juga tidak dipertemukan dengan para korban.

"Itu keluarga yang dipersilakan masuk dengan pengacara, tetapi entah kenapa, enggak sampai lima menit sudah keluar lagi. Lalu kami tanya, sudah ketemu? Belum, katanya," ucap Syafi'i.
 
Singkat cerita, keluarga, pengacara, termasuk Romo Syafi'i dan Fadli Zon diarahkan menunggu di pintu gerbang depan RS Polri Kramat Jati dan dijanjikan bisa bertemu jenazah.

Setelah cukup lama menunggu, datanglah seorang pamen Polri menyampaikan ambulans sudah bisa masuk, dan disampaikan juga yang boleh ikut hanya satu keluarga dan satu pengacara.

Nah, tak lama kemudian, perwira Polri tadi kembali lagi untuk kedua kalinya. Syafi'i dan Fadli pun bertanya di mana jenazah yang pertama. Perwira itu pun mengatakan sudah jalan dan keluar dari pintu lain.

"Jadi, dia (mobil jenazah) keluar dari jalan yang berbeda. Itu saya bilang, kita ini dikibuli ini, saya bilang," ungkap Syafi'i.

Karena tidak ingin ribut-ribut, Fadli Zon akhirnya mengikuti jenazah yang telah keluar dari RS Polri Kramat Jati menuju ke Petamburan. Sedangkan Romo Syafi'i menunggu di RS sampai semua jenazah dibawa oleh keluarga.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler