jpnn.com, JAKARTA - Deputi Keuangan & Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengungkapkan pendapatan negara dari hulu migas selama 2020 hanya mencapai USD 460 juta.
Sepanjang 2020, potensi pendapatan negara dari hulu migas yang hilang akibat harga gas USD 6 mencapai USD 937 juta atau lebih dari Rp13,58 triliun (asumsi Rp 14.500/USD).
BACA JUGA: Ogah Tanggapi Jerinx, Tompi: Suka-suka dia Saja
Jumlah itu jauh di bawah proyeksi awal ketika kebijakan harga gas USD 6 itu diberlakukan pada Juni 2020 sebesar USD 1,39 miliar.
"Dari sektor industri kontribusinya hanya USD 166 juta dari proyeksi awal USD 227 juta. Sementara Pupuk hanya berkontribusi USD 54 juta dari target USD 104 juta. Target penerimaan negara dari PLN sebesar USD 1,06 miliar hanya terealisasi USD 240 juta," ungkap Arief.
BACA JUGA: Program Kartu Prakerja Berdampak Positif Bagi Kesehatan Mental Akibat Pandemi
Sebelum kebijakan penyesuaian harga gas US$6 diimplementasikan, realisasi penerimaan pajak dari tujuh sektor industri tertentu pada 2019 bisa mencapai Rp44,89 triliun.
Sementara pada 2020 nilainya turun menjadi Rp40,09 triliun. Hanya industri oleochemical dan sarung tangan yang mencatat pertumbuhan positif, sedangkan sektor pengguna gas bumi lainnya penerimaan pajaknya turun.
BACA JUGA: Kasus Covid-19 Meningkat, Kemenkes & Badan POM Ajak Masyarakat Konsumsi Obat Herbal
Penurunan pendapatan pajak ini pun berlanjut ke kuartal I-2021. Pada tiga bulan pertama tahun ini, realisasi pajaknya hanya Rp10,23 triliun.
Terkait penurunan pendapatan negara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan evaluasi terhadap dampak kebijakan harga gas USD 6.
Langkah ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa keuangan negara tetap sehat. Termasuk memastikan penerimaan bagian KKKS untuk menjaga nilai keekonomian lapangan migas.
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, perlu melakukan evaluasi terhadap dampak penerimaan pajak yang diakibatkan dari harga gas sebesar enam dolar per MMBTU,” tutur Satya.
Satya juga meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk melakukan evaluasi mengenai kontribusi tujuh sektor industri penerima harga gas murah terhadap penerimaan negara.
Menurutnya, perlu ada simulasi untuk mengetahui risiko dan dampak kebijakan harga gas USD 6 ke depan.
Sehingga menteri keuangan selaku bendahara negara bisa melihat bahwa harga gas murah itu benar-benar berdampak terhadap penerimaan PNBP di sektor lain dan pajak yang diakibatkan dari pertumbuhan industri.
"DEN siap untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi terkait dampak kebijakan ini," imbuhnya.
Kebijakan harga gas USD 6 tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 89K Tahun 2020 dan Nomor 91K Tahun 2020.
Ada tujuh sektor industri yang menikmati subsidi energi dari pemerintah ini.
Yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Sesuai beleid tersebut, Menteri ESDM dapat melakukan evaluasi kebijakan harga tersebut setiap tahun, atau sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy