jpnn.com, MATARAM - Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB akhirnya memanggil sejumlah pihak untuk memperjelas kasus yang menimpa TKI asal Kabupaten Lombok Utara (KLU) Sri Rabitah, kemarin (13/3). Di antaranya, jajaran menajemen RSUP NTB, Dinas Kesehatan NTB, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, BP3TKI, kantor Imigrasi Mataram dan tim pendamping serta kuasa hukum Sri Rabitah.
Pertemuan yang berlangsung hampir empat jam ini akhirnya menyepakati untuk membentuk tim investigasi. Tim ini bertugas untuk mengusut sampai tuntas kasus Sri Rabitah.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Rabitah Temukan Banyak Kejanggalan
Awalnya pertemuan sempat diwarnai ketegangan. Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB HM Nursaid Kasdiono marah-marah. Ia merasa kesal dan kecewa karena Kepala BP3TKI Mataram Mucharom Ashadi tidak hadir dalam pertemuan itu.
Ia hanya mengutus stafnya yakni Kepala Seksi Perlindungan Noerman Adhiguna dan dua orang lainnya.
BACA JUGA: Demi Rukmini, Rieke Tulis Surat Terbuka ke Raja Salman
Kasdiono menilai, Kepala BP3TKI tidak menghargai undangan dewan. Bahkan ia menganggapnya sebagai pelecehan terhadap lembaga wakil rakyat. Sebab yang mengundang bukan komisi V, tetapi atas nama pimpinan DPRD NTB. Bahkan ia sempat ingin mengusir perwakilan BP3TKI.
”Terus terang saya sangat kecewa,” kata politikus Demokrat ini.
BACA JUGA: Soal Kisah Sri Rabitah, Novanto Tegas Katakan Begini
Tapi akhirnya pertemuan dilanjutkan dengan keterangan para pihak. Ada dua hal yang dibicarakan, diantaranya terkait kasus dugaan kehilangan ginjal dan penanganannya yang dijelaskan RSUP NTB serta Dinas Kesehatan. Kedua terkait proses penempatan dan perlindugan yang dijelaskan Disnakertrans dan BP3TKI.
Beberapa fakta baru terungkap dalam peristiwa itu, di antaranya perbedaan data tujuan penempatan yang diungkapkan Disnakertrans dan BP3TKI. Dalam data yang dimiliki Pemprov, Sri Rabitah warga asal Gunungsari, Lombok Barat diizinkan berangkat dengan tujuan penempatan ke negara Oman.
Tim kuasa hukum Sri Rabitah mengungkap tujuan awal pengiriman adalah Abu Dhabi Uni Emirat Arab. Sedangkan data yang diungkapkan Kepala Seksi Perlindungan Noerman Adhiguna menunjukkan, Sri Rabitah diberangkatkan ke luar negeri sebagai TKI dengan tujuan Qatar.
Noerman Adhiguna menjelaskan, Rabitah diberangkatkan menjadi TKI ke Qatar oleh perusahaan PT Falah Rima Hudaity Bersaudara. Kalau pun ada perbedaan data antara Disnakertrans dengan BP3TKI. Hal itu disebakan karena pihak perusahaan mengajukan perubahan negara penempatan dari Oman ke negara Qatar. Dilakukan di BP3TKI Serang, tapi secara sistem dilakukan perubahan di unit teknis Tanggerang, tanggal 30 Juni 2014.
Perubahan penempatan itu dimungkinkan dengan adanya izin calon TKI dan permohonan PPTKIS. Tapi pihak BP3TKI Mataram baru mendapat surat pemberitahuan atas perubahan penempatan itu per 6 Januari 2016.
Berdasarkan hasil pendalaman informasi yang dilakukan BP3TKI juga, ia menemukan data lain. Di mana pihak PPTKIS dalam hal ini PT Falah Rima Dudaity sudah dicabut izinnya oleh Kementerian Tenaga Kerja. Tapi dari keterangan yang didapatkan bahwa perusahaan menyampaikan, mereka tetap bersedia membantu perawatan dan membayar gaji Sri Rabitah. Dari pihak agen di luar negeri, ia mendapatkan informasi bahwa Sri Rabitah bekerja di Qatar selama empat bulan. Rabitah juga dianggap telah melarikan diri dari majikan pertama. Kemudian dipekerjakan lagi ke majikan kedua, tetapi akhirnya dikembalikan karena Rabitah dalam kondisi sakit.
”Tapi informasi ini belum kami konfirmasi ke Rabitah, sebenarnya kami juga belum pas merilis ini,” katanya.
Apa yang diungkapkan BP3TKI ini dibantah M Saleh, selaku pendamping Sri Rabitah. Menurutnya, korban sejak awal mengaku akan diberangkatkan untuk bekerja di Abu Dhabi, dan tidak pernah menyangka akan bekerja di Qatar. Para korban mengaku tidak pernah dikasi tahu akan bekerja di Qatar sebelumnya.
”Mereka konsisten mengatakan, sejak awal akan diberangkatkan ke Abu Dhabi, tapi kenyataaanya ke Qatar,” ujarnya.
Tuduhan bahwa Sri Rabitah melarikan diri menurutnya juga perlu diklarifikasi lebih dalam, kenapa Rabitah dikatakan melarikan diri. Padahal dari pengakuannya, ia tiba-tiba operasi ketika tujuh hari di Qatar, dan dipulangkan dalam kondisi sakit ke Indonesia. Kalaupun ada perubahan penempatan mestinya, semua data dokumen pemberangkatan juga harus diubah seperti surat izin pengerahan (SIP) dan surat pengantar rekrut (SPR). Selain itu, perubahan penempatan ini juga tidak diberitahukan ke Pemprov NTB. Bahkan juga tidak ada laporan ke KBRI Qatar.
”Ini artinya Rabitah telah ditempatkan secara ilegal,” tegas Saleh.
Menurutnya, hal ini adalah pelanggaran aturan penempatan TKI sangat fatal. Apa yang terjadi terhadap Rabitah seperti operasi sepihak tanpa sepengetahuannya adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sebab ia tidak pernah dijelaskan tentang penyakit dan operasi apa yang dialaminya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPRD NTB HM Nursaid Kasdiono menyimpulkan, ada dugaan telah terjadi manipulasi data alamat. Secara dokumen Sri Rabitah beralamat di Sesela, Lombok Barat. Sementara Rabitah sendiri adalah penduduk asli Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara.
Kedua, sesuai dengan SIP dan SPR mestinya Rabitah dipekerjakan di Oman. Tetapi kenyatanya ia ditempatkan di Qatar. Jika menurut BP3TKI pengalihan negara penempatan boleh, tetapi itu baru diatur dalam ketentuan tahun 2016, sementara kasus ini terjadi tahun 2014, sehingga ketentuan itu tidak boleh berlaku mundur. Kalaupun mengalihkan negara tujuan itu harus ada persetujuan dari calon TKI dan permohonan dari PT TKIS.
“Menjadi pertanyaan kita semua adalah, adakah surat pernyataan secara tertulis dari yang bersangkutan (Sri Rabitah) bahwa yang bersangkutan bersedia atau tidak keberatan dialihkan ke negara Qatar,” tanyanya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dewan, ternyata KBRI Qatar tidak mengetahui keberadaan, kedatangan hingga kepulangan Rabitah. Dan yang sangat memprihatinkan bagi dewan adalah pengalihan negara penempatan itu tidak dilaporkan kepada Pemprov NTB. Baik kepada kepala dinas provinsi, BP3TKI Mataram maupun dinas kabupaten.
”Hal ini diketahui setelah kasus ini muncul ke permukaan,” ujarnya.
Untuk saat ini, dewan belum sampai mengusut kasus ini antar negara dulu. Tapi langkah yang akan diambil paling tidak DPRD berkonsultasi secara internal untuk membentuk tim pencari fakta secara independen. Tujuannya bukan ingin mencari siapa salah dan siapa benar, tetapi paling tidak siapa pihak yang bertanggungjawab dalam kasus ini. Sehingga tidak muncul lagi kasus yang sama di kemudian hari. ”Hari ini akan kita konsultasikan dan segera kita akan bentuk, dan data ini sudah lengkap,” ujarnya.(ili/r7)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua DPR Kutuk Pelaku Penghilangan Ginjal TKI
Redaktur & Reporter : Friederich