jpnn.com, JAKARTA - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letnan Jenderal (Letjen) Doni Monardo memaparkan tentang narasi satu komando penanganan virus corona saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR secara virtual, Senin (6/4).
“Terakhir kami laporkan tentang bagaimana narasi satu komando. Bahwa Kepala Negara adalah Pak Jokowi. Apa pun kebijakan yang beliau ambil, harus kita ikuti karena tidak ada kebijakan yang sangat efektif di setiap negara. Setiap negara pasti punya persoalan,” kata Doni.
BACA JUGA: Kepala BNPB Beber Alasan Menteri PUPR Tidak Terjangkit Corona Setelah Kontak dengan Menhub
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPBB) itu lantas menarasikan satu komando tersebut seperti lokomotif kereta api. Ketika lokomotif bergerak maju, maka gerbong-gerbong ikut maju. Ketika lokomotif berhenti atau mundur sekalipun, maka yang lain ikut.
“Namun, manakala ada satu gerbong yang tidak mau ikut dalam rel, maka sangat mungkin salah satu gerbog akan keluar dari rel yang mengakibatkan seluruh rangkaian kereta api akan terjatuh,” ujar Doni. “Oleh karenanya, kita harus bisa menciptakan dan meningkatkan dan juga bersatu lawan Covid-19.”
BACA JUGA: Satu Keluarga di Sebuah Gang Positif Corona, Sang Suami Sudah Meninggal, Miris!
Di awal pemaparannya Doni menyebutkan bahwa berdasar data terakhir sudah lebih 12 juta jiwa di seluruh dunia terpapar virus corona atau Covid-19. Doni menjelaskan bahwa Amerika Serikat menempati peringkat pertama, disusul Spanyol, Italia, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainnya.
Menurut Doni, jumlah korban meninggal dunia mencapai 64 ribu orang. “Italia di peringkat pertama dengan 15 ribu lebih orang meninggal dunia,” kata Doni.
BACA JUGA: Prihatin, Pemakaman Pasien Corona Ditolak Warga Terjadi Lagi
Bagaimana dengan Indonesia? Doni memaparkan walaupun di Asia Tenggara, Indonesia termasuk negara dengan jumlah pasien terkonfirmasi positif banyak, maupun yang dirawat cukup besar, namun bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, rasio antara rumah sakit, ketersediaan tempat tidur, dokter serta perawat, diharapkan bisa bertahan untuk tidak terlalu banyak masyarakat yang menjadi korban.
“Ini semua akan bisa dilakukan dan dilalui dengan baik, manakala seluruh komponen bangsa bersatu mengikuti narasi tunggal dari kepala negara,” kata Doni.
Menurut dia, hampir pasti setiap kebijakan ada plus minus. Namun, kata dia, dengan keyakinan bahwa keputusan yang diambil memerhatikan masalah kehati-hatian, memperhitungkan segala aspek, baik itu sosial, budaya, keamanan dan lainnya, maka semua harus mendukung kebijakan politik nasional.
Doni menjelaskan beberapa pemodelan yang telah dibuat sejumlah pakar matematis, yang memang menunjukkan adanya grafik berbeda dengan kondisi yang ada di lapangan. “Namun, dalam hal ini yang penting kita harus optimistis bahwa data pasien ini adalah riil. Artinya, orang yang sakit dan dirawat di rumah sakit dengan status Covid-19 adalah riil, hampir 2000 orang,” katanya.
“Sementara berapa banyak masyarakat yang terpapar, atau positif terinfeksi, ini memang kita masih sangat kurang,” ujar Doni.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, itu Doni lantas memperlihatkan pemodelan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN). “Ini namanya pemodelan, bukan hanya BIN sumber datanya, ada sumber-sumber lainnya baik dalam maupun luar negeri,” katanya.
Dalam pemodelan itu yang dipaparkan di slide, itu estimasi jumlah kasus puncaknya terjadi pada Mei 2020. Estimasi jumlah kasus di akhir Maret 1577 (realitas 1528, akurasi prediksi 99 persen). Estimasi jumlah kasus di akhir April 27,307, akhir Mei 95.451, akhir Juni 105.765 dan akhir Juli 106.287.
“Pemodelan ini akan bisa kita kurangi bahkan lebih dari 50 persen, manakala kita memiliki tingkat disiplin untuk menyelenggarakan social distancing, dan physical distancing,” katanya. Dia menambahkan kemungkinan 49 persen risiko ada di pulau Jawa. Sisianya di luar pulau Jawa.
Ia menjelaskan rasio rumah sakit dengan jumlah penduduk relatif sangat kecil. Sebab, bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, rasio Indonesia termasuk rendah. Walaupun rendah, ternyata Indonesia mampu melakukan berbagai upaya sehingga tingkat keterpaparan masyarakat bisa dikendalikan.
“Mudah-mudahan dengan konsep kolaborasi pentahelix berbasis komunitas, yang mungkin tidak ada negara, kalau toh ada maka tidak banyak negara yang memerankan komunitas dalam mengatasi wabah ini,” katanya.
Sebab, Doni menegaskan, kalau hanya mengandalkan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini maka akan sulit. Karena dari data yang dikumpulkan ternyata Covid-19 bukan hanya masalah medis semata.
“Lebih banyak faktor psikologis, (seperti) ketakutan, kepanikan, kekhawatiran, yang mengakibatkan imunitas masyarakat menjadi rendah,” katanya.
Dia menjelaskan pihaknya berkomitmen dan sudah melapor kepada Presiden Jokowi pagi tadi bahwa setiap hari harus ada narasi positif, dan rasa optimistis menghadapi persoalan ini.
“Kalau kita lihat negara-negara maju, negara-negara kaya, dengan seluruh fasilitas nomor satu di dunia, dokter-dokter terbaik di dunia ternyata tidak mampu mencegah kematian, tidak mampu mencegah penularan begitu masif,” katanya.
“Kalau komuniitas ini bisa menjadi prioritas kita, bahkan instrumen ini sampai ke tingkat paling rendah, yakni desa, RT, RW, kepala desa, kepala lurah, dengan instrumen lainnya seperti PKK, Posyandu, Karang taruna digerakkan semua, maka kita mampu menurunkan jumlah masyarakat yang terpapar,” yakin Doni.
Pun demikian dengan kesadaran dari pimpinan daerah untuk tidak lengah. Meskipun hari ini daerahnya belum ada yang terpapar atau mungkin masih sedikit, tetapi harus memikirkan kondisi yang lebih jelek dan mempersiapkan segala sesuatunya dengan lebih baik.
Termasuk juga mempersiapkan berbagai fasilitas perawatan sementara seperti hotel, pusat pendidikan milik pemerintah pusat yang ada di daerah, asrama haji, faslitas masyarakat. “Serta penginapan-penginapan yang sekarang kosong itu bisa disiapkan dengan baik untuk perawatan sementara bagi warga,” tegas Doni. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy