jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai reformasi tahun 1998 di satu sisi telah menghadirkan angin segar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ditandai terbukanya keran demokrasi pada berbagai sektor kehidupan. Namun pada beberapa aspek, reformasi juga meninggalkan catatan yang harus dikritisi. Misalnya, kecenderungan sikap menggeneralisasi setiap hal yang diasumsikan 'berbau' Orde Baru untuk disingkirkan.
BACA JUGA: Syarief Hasan MPR: Penghargaan Ini Pantas Diberikan Kepada Prajurit Yonif Raider 300/Brajawijaya
“Salah satunya adalah Pancasila, yang terlanjur dilekatkan sebagai atribut Orde Baru, turut menanggung dampaknya. Padahal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa tidak pernah menjadi milik suatu rezim. Pancasila adalah milik rakyat Indonesia,” ujar Bamsoet dalam Latihan Kader II Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Koordinatoriat Komisariat Tamalate Cabang Makassar, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (24/11/2020).
Calon Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) 2021-2024 ini menjelaskan, karena pemaknaan yang salah mengenai Pancasila, segala rujukan materi dan kegiatan yang berkaitan dengan sosialisasi nilai-nilai Pancasila dihilangkan satu demi satu.
BACA JUGA: Cabut BAP soal Hubungan Tommy dan Bamsoet, Ini Alasan Irjen Napoleon
Ketetapan MPR Nomor II/ MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dicabut. Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) dibubarkan.
“Mata pelajaran Pancasila sebagai mata pelajaran pokok di sekolah dan perguruan tinggi dihapuskan. Tafsir Pancasila terkesan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, di mana setiap orang/kelompok bebas menafsirkan sila-sila Pancasila sesuai seleranya masing-masing,” kata Bamsoet.
BACA JUGA: Rakornas PMKRI, Bamsoet Ajak Generasi Muda Bangun Benteng Ideologi Bangsa
Ketua DPR RI ke-20 ini menerangkan, untuk mengisi kekosongan peran negara dalam membentuk mental dan ideologi bangsa, almarhum Taufiq Kiemas sebagai Ketua MPR RI periode 2009-2014 merancang dan melaksanakan agenda pemantapan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilakukan melalui sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Sejak awal kelahirannya, konsepsi Empat Pilar tidak pernah dimaksudkan untuk mensejajarkan atau bahkan mereduksi kedudukan salah satu elemen di dalamnya.
“Konsepsi Empat Pilar harus didudukkan pada kedudukannya masing-masing. Yaitu Pancasila sebagai dasar negara, landasan ideologi, falsafah, etika moral serta alat pemersatu bangsa; UUD NRI 1945 sebagai landasan konstitusional; NKRI sebagai konsensus bentuk negara yang harus dijunjung tinggi; serta Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang menjadi ikatan pemersatu dalam kemajemukan bangsa," terang Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, sebagai negara kepulauan dengan ribuan suku, 6 agama dan puluhan aliran kepercayaan, serta ratusan adat kebudayaan, Indonesia menjadi negara yang memiliki keragaman bahasa etnis terbanyak kedua setelah Papua Nugini. Karenanya, membangun integrasi nasional merupakan pekerjaan besar yang penuh tantangan.
"Dengan tingginya tingkat heterogenitas yang dimiliki, menyebabkan potensi terjadinya persinggungan dan pergesekan akan selalu ada, yang jika tidak dikelola dengan baik akan melahirkan konflik," tandas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, melalui politik devide et impera (politik pecah belah), kolonialis asing telah berhasil memanipulasi kemajemukan sebagai alat untuk mencerai-beraikan bangsa, sehingga mudah ditaklukkan dan dikuasai.
Butuh waktu berabad-abad untuk membangun kesadaran kolektif kebangsaan dan menumbuhkan nasionalisme sehingga bisa terlepas dari belenggu penjajahan.
“Dalam konteks kekinian, politik adu domba telah bermutasi dalam beragam bentuk dan cara. Misalnya melalui platform digital dan media sosial. Hanya dengan satu sentuhan jari, konten adu domba yang sengaja diposting dan disharing seketika menjadi viral. Dengan tingkat penetrasi internet sebesar 73,7 persen pada kuartal II 2020, bisa dibayangkan bahwa konten adu domba tersebut akan dikonsumsi oleh sekitar 196,7 juta jiwa penduduk Indonesia dalam hitungan detik," tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI ini menekankan, disinilah kehadiran nilai-nilai Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika harus senantiasa mengisi setiap ruang publik. Karena ruang publik yang kosong dari narasi-narasi kebangsaan akan makin memudahkan masuknya berbagai nilai-nilai asing yang masuk dengan mendompleng globalisasi dan modernisasi peradaban.
“Inilah yang saat ini sedang diupayakan oleh MPR melalui kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang diselenggarakan melalui berbagai metode dan dengan merangkul berbagai elemen masyarakat. Diharapkan dapat mempererat simpul-simpul kebangsaan yang menyatukan keberagaman dan kemajemukan dalam satu ikatan kebangsaan," pungkas Bamsoet.(jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi