jpnn.com, JAKARTA - Di hadapan warga Nahdlatul Ulama (NU), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo, menyebut Tiongkok sebagai ancaman bagi umat beragama.
Pernyataan Pompeo itu menyinggung soal sikap Tiongkok kepada muslim Uighur di Xinjiang.
BACA JUGA: Menlu Amerika Puji Keberanian Indonesia Melawan Tiongkok di Laut China Selatan
"Ancaman terbesar bagi masa depan kebebasan beragama adalah perang Partai Komunis China terhadap orang-orang dari umat manapun, Muslim, Buddha, Kristen, juga praktisi Falun Gong," kata Pompeo dalam acara yang dipandu oleh Yahya Cholil Staquf, tokoh NU.
Pernyataan Pompeo kali ini bukan yang pertama, mengingat isu muslim Uighur di Xinjiang menjadi salah satu poin dalam konflik kedua negara, yang belakangan memanas dengan sejumlah isu lain.
BACA JUGA: Tak Tahan Lihat Kemolekan Tubuh Ponakan, Hono Kalap Sampai 3 Kali, Hamil Pula!
Atas tuduhan-tuduhan yang dilancarkan itu, Tiongkok menyatakan AS tidak berhak turut campur dalam urusan internal mereka.
Tiongkok juga selalu berkilah bahwa kamp yang dibangun di Xinjiang bukan merupakan kamp penahanan, tetapi kamp pelatihan untuk mencegah terorisme dan pengentasan kemiskinan.
BACA JUGA: Di Hadapan Muslimat NU, Ben Bahat Paparkan Program-Program Prioritas
"Namun semua tahu bahwa tidak ada pembenaran atas pemberantasan terorisme dengan membuat muslim Uighur memakan daging babi pada bulan Ramadhan, atau menghancurkan sebuah pemakaman uslim," tutur Pompeo.
"Tidak ada pembenaran atas pengurangan kemiskinan dengan memaksa sterilisasi atau mengambil anak-anak dari orang tua mereka untuk diajar kembali di sekolah asrama yang dijalankan oleh negara," kata dia menambahkan.
Menanggapi bahasan Pompeo tersebut, Yahya Cholil Staquf selaku Katib 'Aam PBNU mengatakan, informasi mengenai isu muslim di Xinjiang saat ini menjadi kabur, karena terdapat bias di tengah konflik Tiongkok-AS.
"Yang dibutuhkan sekarang adalah akses terhadap informasi yang faktual, dan kami menuntut semua pihak, Amerika maupun China, untuk jujur dalam hal ini [...] karena keadaannya saat ini jika mengecam China maka dianggap antiAmerika, juga sebaliknya," ujar Yahya, ditemui usai acara yang sama.
Ia menyatakan sikap NU atas isu muslim Uighur pun masih belum final dan organisasi itu masih mendalami kebenarannya dengan menunggu mendapatkan informasi yang tepat agar tidak masuk ke dalam situasi bias tersebut.
"Tetapi jelas, jika memang benar terjadi pelanggaran hak asasi (Muslim Uighur di Xinjiang, red), kami tidak akan tinggal diam sebagaimana selama ini kami tidak tinggal diam terhadap nasib rakyat Palestina," katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha