JAKARTA - Mencuatnya kasus pembakaran pondok pesantren (ponpes) Syiah di Sampang membuat Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) angkat bicara. Ketua Dewan Syura IJABI Jalaludin Rakhmat mengatakan bahwa konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur (Jatim) sudah cukup sering terjadi. Berdasar data pihaknya, Jalaludin menyebut, pada 2007 terjadi banyak penyerangan terhadap umat Syiah di Bondowoso, Bangil, dan Sampang.
"Pada 9 April 2007 sebuah pesantren Syiah di Sampang dihadang sekitar lima ribu orang ketika hendak menggelar peringatan Maulid Nabi," ungkapnya. "Pokoknya, empat tahun terakhir, kaum Syiah banyak mendapatkan serangan di Jatim," tambahnya.
Selain itu, Jalaludin bercerita mengenai konflik yang terjadi di Sampang baru-baru ini. Yang bermula dari konflik antara Tajul Muluk dan Roisul Hukama, kakaknya sendiri. Pada 2007 Tajul dilantik sebagai Pengurus Daerah IJABI Sampang dengan Rois "sapan Roisul" sebagai dewan penasihatnya. Namun, karena ada konflik keluarga, Rois keluar dari IJABI dan berpindah ke Sunni.
Akhirnya, konflik keluarga itu meluas dan Rois membawa massanya untuk menyerang adiknya. Akibatnya, permasalahan sudah tak lagi murni akibat konflik keluarga. Rois juga membuatnya menjadi konflik agama dan berakhir pada pembakaran ponpes Kamis lalu (29/12).
Jalaludin juga mengungkap fakta mengejutkan. Yakni, pada 2009 Tajul sudah diminta menandatangani perjanjian yang menyebutkan bahwa dirinya tidak boleh menyebarkan ajaran Syiah di Sampang. Kompensasinya, Sunni Aswaja (yang dianut NU) dan MUI Sampang tak akan menganggap sesat ajaran Syiah.
Tajul menolak dan menawarkan dialog ilmiah. Tapi, penghujatan dan ancaman terus terjadi. Akhirnya, terjadi pertemuan dengan muspida serta tokoh masyarakat di Sampang. Ada tiga opsi yang ditawarkan dan berat semua. Pertama, menghentikan semua aktivitas Syiah dan kembali ke Sunni. Kedua, diusir dari Sampang tanpa ganti rugi. Ketiga, bila tidak dipenuhi, penganut Syiah di Sampang harus mati. "Tentu saja Tajul menolak. Tapi, dia malah sempat dipenjara," tandasnya.
Menurut Kang Jalal, sapaan Jalaludin, pihaknya sudah mengirim tim untuk berunding dengan Pemprov Jatim. Tapi, belum kelar perundingan, tiba-tiba saja Tajul keluar dari IJABI, menghilang, dan belakangan diketahui telah pindah ke Malang.
Pada bagian lain, Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siraj terang-terangan menuding ada aktor intelektual dan grand design di balik kasus tersebut. "Ada pihak-pihak yang ingin suasana Indonesia menjadi rusuh dan tak tenang," ucapnya di Jakarta kemarin (31/12).
Menurut Said, sulit dipahami penyebabnya adalah perselisihan keluarga ataupun konflik Sunni-Syiah. "Sejak dari dulu, di Madura tak pernah ada ketegangan antara penganut Sunni dan Syiah," tambahnya.
Kalaupun terjadi seperti insiden pembakaran Kamis lalu, jelas ada tangan tak terlihat yang menginginkan terjadinya bentrokan. "Jelas perbedaan Sunni-Syiah dijadikan alat," tandasnya.
Karena itu, pria yang juga akrab dipanggil Kang Said tersebut menduga, bakal terjadi insiden serupa. "Untuk itu, kami minta aparat semakin berhati-hati dan waspada untuk mencegah pihak ketiga itu melancarkan kembali adu dombanya. Karena dia (pihak ketiga, Red) akan terus melancarkan provokasinya," tutur dia, namun tak menjelaskan siapa pihak ketiga/provokator yang dimaksud tersebut.
"Kalau saya mengatakan, nanti dikira fitnah. Tapi, saya yakin aparat pasti lebih tahu. Jadi, saya minta aparat bisa menangani masalah ini dengan baik," tegas doktor tasawuf lulusan Universitas Ummul Quran Makkah tersebut. (ano/c9/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Miras Pemicu Utama Tindak Kriminal
Redaktur : Tim Redaksi