jpnn.com, JAKARTA - Di luar dugaan, Bareskrim Polri mendeteksi arus kas 30 rekening First Travel ternyata mencapai Rp 4 triliun.
Sebelumnya sempat disebut uang jamaah yang diputar sana sini mencapai Rp 1 triliun.
BACA JUGA: Saracen Berbisnis Hoaks dan SARA di Dunia Maya, Sebegini Penghasilannya
Hingga saat ini hanya sebagian kecil titik akhir aliran dana First Travel yang ditemukan.
Kanit V Subdit V Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim AKBP M. Rivai Arvan menuturkan, memang awal penelusuran transasksi keuangan itu diprediksi menyentuh triliunan. Namun, begitu semua rekening diketahui, jumlahnya total Rp 4 triliun sekian.
BACA JUGA: Bos First Travel Punya Aset Restoran di Inggris
”Lebih dari Rp 4 triliun, ada komanya,” jelasnya ditemui di lobi Bareskrim kemarin.
Namun, perlu dipahami bahwa jejak uang Rp 4 triliun lebih itu hanya arus kas. Bukan uang yang masih tersimpan dalam rekening.
BACA JUGA: Sssttt, Bareskrim Segera Garap Artis Endorser First Travel
Fungsi mengetahui arus kas ini tentunya untuk melihat aliran dana tersebut. ”Ke mana saja uangnya, menjadi aset atau semacamnya,” paparnya.
Dia menjelaskan, butuh waktu yang cukup lama untuk bisa mendeteksi titik akhir aliran dana First Travel tersebut.
Yang pasti, saat ini baru ada beberapa aset yang didapatkan. Lima mobil hingga beberapa tanah dan bangunan. ”Belum semuanya,” jelasnya.
Untuk aliran dana keluar negeri, kemungkinan itu cukup besar. Saat ini Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan sedang mendeteksinya. ”Itu kewenangan PPATK,” paparnya.
Salah satu uang yang mengalir keluar negeri itu adalah untuk membeli saham sebuah restoran bernama Nusa Dua.
Brand restoran ini sangat terkenal di Inggris. ”Saham yang dibeli mencapai 40 persen dengan nilai 70 ribu pounsterling,” terangnya.
Rumitnya, ternyata saham restoran itu sudah berpindah tangan pada perusahaan lainnya. Dia digantikan dengan sebuah apartemen yang nilainya jauh lebih rendah. ”Entah berpindah tangan ke siapa saham ini,” paparnya.
Untuk apartemen tersebut, ternyata juga telah berpindah tangan. Berpindahnya pada sebuah perusahaan travel Kanomas.
”Namun, saham dan apartemen masih atas nama Andika dan Anniesa. Hanya penguasaan di orang lain karena keduanya hutang,” ujarnya.
Dia mengatakan, akan diupayakan penyitaan terhadap aset-aset tersebut. Tapi, kalau ada yang bertanya soal gugatan perdata tentunya itu bukan kewenangan Bareskrim. ”Silahkan gugat perdata, kami tidak mengurusi itu,” paparnya.
Yang juga penting, mulai Jumat depan akan dilakukan pengembalian paspor jamaah. Nanti teknisnya, jamaah tidak perlu langsung ke crisis center, namun dari Crisis Center yang akan menghubungi secara langsung.
”Kan mereka juga meninggalkan nomor telepon, nanti dihubungi satu per satu,” tuturnya.
Bagian lain, Agen First Travel DH mengatakan bahwa sebenarnya First Travel ini memanfaatkan izin resmi dari Kemenag dalam melakukan penipuan.
Masyarakat mengetahui First Travel mendapatkan dua kali perpanjangan izin. ”Dua kali perpanjangan ini bagi masyarakat adalah perusahaan ini kredibel,” terangnya.
Namun, kenyataannya justru perusahaan berizin ini melakukan penipuan. Maka, seharusnya Kemenag juga ikut bertanggung jawab sebagai lembaga pengawas.
”Tanggung jawab mereka tidak hanya berhenti pada sekedar mencabut izin, tapi lebih,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi soal First Travel yang memanfaatkan dua kali perpanjangan izin Kemenag, AKBP Rivai Irvan mengakui bahwa lembaga pemberi izin memang seharusnya memunculkan tanggung jawab pengawasan. ”Namun, tentunya harusnya Kemenag yang ditanya, bagaimana mereka,” paparnya.
Bareskrim dalam konteks ini akan berupaya melakukan proses hukum seadil-adilnya. Bila dinilai ada keterlibatan seseorang tentunya akan diketahui dan dimintai pertanggungjawaban. ”Kami proses hukumnya saja,” jelasnya.
Kementerian Agama (Kemenag) buka suara soal keberadaan asuransi perjalanan umrah yang dipakai First Travel.
Kasubdit Pembinaan Umrah Kemenag Arfi Hatim menjelaskan terkait keberadaan asuransi umrah itu.
Sebelum lebih jauh, dia meminta agar dipastikan dulu apakah benar First Travel membayar premi asuransi perjalanan umrah itu atau tidak.
Kemudian yang dibayarkan apakah hanya untuk yang sudah pasti berangkat atau termasuk yang di daftar antrian (waiting list) juga.
Kalaupun yang masuk waiting list didaftarkan ikut asuransi umrah, pencairan uang pertanggungannya tidak mudah.
Perusahaan asuransi perjalanan umrah memiliki banyak persyaratan untuk proses pengajuan klaim pembatalan perjalanan umrah. Mulai dari tiket pesawat pulang pergi hingga visa umrah.
Intinya gagal berangkat akibat wanprestasi travel umrah, kecil kemungkinan uang pertanggungan akan keluar.
Menurut Arfi besaran premi perjalanan umrah itu beragam. ’’Ada yang pakai rupiah dan ada juga yang dolar (USD, red),’’ katanya. Besarnnya mulai dari Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu untuk setiap jamaah.
Sementara asuransi perjalanan umrah yang berbasis kurs USD, besarannya mulai dari USD 5 sampai USD 10.
Arfi mengatakan penggunaan asuransi perjalanan umrah ini sudah terlalu teknis dan menjadi kewenangan perusahaan travel.
Kemenag tidak bisa terlalu dalam mengikuti perkembangan sebuah travel apakah menggunaan asuransi perjalanan umrah atau tidak.
Sementara itu, pihak Zurich mengaku penggunaan produk asuransi Zurich Umroh dan Haji oleh jemaah FT dilakukan tanpa kerja sama secara langsung antarkedua perusahaan.
Pembelian polis dilakukan para jemaah lewat agen asuransi Zurich. Nama-nama jemaah yang masuk dari agen asuransi kemudian dicatat oleh perusahaan PT Zurich Insurance Indonesia.
Karena tidak ada kerja sama korporasi secara resmi antara FT dan Zurich, belum dapat disimpulkan apakah jemaah membeli asuransi umroh dan haji dari Zurich saja, atau ada juga jemaah yang membeli asuransi dari perusahaan lainnya.
Head of Customer & Marketing Communication PT Zurich Insurance Indonesia Salama Devi Topobroto mengatakan, transaksi pembelian polis asuransi umroh dan haji yang dilakukan jemaah FT kepada agen Zurich terakhir kali terjadi pada Februari 2016.
Setelah periode tersebut, tidak ada lagi jemaah FT yang membeli polis asuransi umroh dan haji milik Zurich.
“Terkait dengan asuransi perjalanan, salah satu hal yang dibutuhkan untuk bisa membeli polis asuransi adalah sudah terdapat tanggal pasti mengenai keberangkatan dan kepulangan nasabah, lalu informasi tersebut diserahkan kepada pihak asuransi untuk diproses. Apabila tidak terdapat informasi mengenai tanggal keberangkatan dan kepulangan nasabah, maka pihak asuransi tidak dapat menerbitkan polis asuransi perjalanan tersebut,” urainya.
Kepastian keberangkatan ini harus dibuktikan dengan tiket keberangkatan dan kepulangan si jemaah.
Jika sudah mempunyai tiket, polis asuransi baru bisa diterbitkan. Jadi, jika jemaah hanya mendapatkan janji dari pihak FT tentang keberangkatan umroh tanpa disertai tiket pesawat, jemaah tidak bisa membeli asuransi umroh dan haji.
Devi tidak dapat membeberkan berapa jumlah jemaah FT yang menjadi nasabah asuransi umroh dan haji milik Zurich.
Dia juga tidak dapat menjelaskan, apakah ada jemaah FT yang melakukan klaim kepada Zurich. Sebab, hal itu berkaitan dengan kerahasiaan data nasabah. (idr/wan/rin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bos First Travel Bisa Pelesiran di Mancanegara, Uangnya dari Mana?
Redaktur & Reporter : Soetomo