Di Sabah, 28 Ribu Anak TKI tak Sekolah

Senin, 07 November 2011 – 08:18 WIB
TAWAU – Persoalan pendidikan anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia masih menjadi ‘PR’ besar pemerintah IndonesiaBahkan berdasar catatan akumulatif yang dipegang Konsul RI di Tawau, terdapat kurang lebih 28 ribu anak usia sekolah di daratan Sabah, yang belum mengenyam pendidikan.

“Total anak TKI usia sekolah yang tersebar di seluruh Sabah mencapai 40 ribu lebih

BACA JUGA: Peningkatan Pembangunan Kualitas Pendidikan Merayap

Sementara baru 12 ribu di antaranya yang sudah atau sedang mengikuti pendidikan
Kendala kita satu, jumlah Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) masih sangat kurang,” ungkap Acting Konsul RI untuk Perwakilan RI di Tawau, Widoratno Rahendra Djaya.

Dia merincikan, 12 ribu anak TKI yang kini mengikuti kegiatan belajar tersebar disejumlah pusat pendidikan

BACA JUGA: AS Janji Perbesar Kesempatan Beasiswa

Seperti di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Humana, Holly Trinity dan Learning Center (LC)
Total PKBM yang meliputi seluruh kawasan Sabah sebanyak 28 PKBM.

Rahendra menjelaskan, untuk saat ini kegiatan belajar anak TKI paling banyak terpusat di yayasan Humana

BACA JUGA: Rekening Sekolah Mati, Transfer Dana Rehab Terhambat

Jumlah peserta didiknya mencapai 8 ribu anak“Humana ini digerakkan oleh sebuah LSM yang punya lisensi penyelenggaraan sekolah baca tulis dan hitungPendanaannya sebagian besar melalui kontribusi perusahaan sawit yang mempekerjakan TKI di daratan Sabah,” terangnya.

Pemerintah Indonesia, lanjut dia, sejauh ini hanya memfasilitasi pengiriman guru-guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Non PNS melalui Dinas Pendidikan Nasional (Diknas)Sementara kegiatan belajar yang terpusat di Holly Trinity, murni hasil swadaya masyarakat yang begitu peduli pendidikan anak-anak Indonesia di Malaysia.

“Sejauh yang kami amati, tingginya anak usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan dipicu keterbatasan sarana didikApalagi domisili mereka tersebar di pedalaman perkebunan sawitDi sinilah perlunya memikirkan bagaimana pemerintah kita mau memperbanyak jumlah PKBMSehingga menjangkau anak-anak kita yang berada di kawasan pedalaman Sabah,” saran Rahendra.

Jika mengharapkan pemerintah Malaysia yang menyediakan sarana sekolah, kemungkinannya sangat kecilSebab dikatakan Rahendra, sebelum TKI-TKI ini dipekerjakan di perladangan maupun perkebunan Malaysia, mereka sudah terlebih dulu disampaikan untuk tidak membawa keluarga atau berkeluarga selama bekerja.

Asumsi itulah ihwalnya, yang menyebabkan pemerintah Malaysia merasa tidak perlu menyediakan sarana didik untuk anak-anak TKI di perkebunan sawitPadahal, ketika TKI bersangkutan sudah lama bekerja di suatu tempat, bukan tidak mungkin TKI-TKI tersebut akhirnya bekeluarga dan memiliki anak dari hasil perkawinan sesama pekerja.

“Tentu ditengah ladang sawit yang begitu terpencil, tidak ada tempat hiburan, maka satu-satunya yang mereka bisa lakukan adalah mendirikan keluarga antar sesama TKI,” tukasnya.

Dia turut menyarankan, pemerintah Indonesia harus memikirkan bagaimana di kawasan Sabah ini, berdiri sekolah untuk jenjang pendidikan SMASebab dengan sistem pendidikan hanya sampai ke jenjang SMP seperti sekarang ini, siswa-siswa tidak punya pilihan lain selain kembali ke ladang membantu keluarga.

“Ini penting saya kiraKalaupun di Sebatik sendiri sudah terdapat sekolah-sekolah jenjang SMA yang menerima anak-anak TKI lulusan Tawau, jumlahnya masih sangat terbatasBelum lagi banyak orang tua yang berfikir harus mengeluarkan biaya lebih, jika anak-anak mereka melanjutkan sekolah di Sebatik,” pintanya dihadapan Anggota Komisi X Dr Ir Hetifah S MPP, kala berkunjung ke Tawau, beberapa waktu lalu(dra/ash)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gila, Ada Investor Properti Mainkan SMA 6


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler