ISTANBUL - Iran dan enam negara berpengaruh di dunia memulai pembicaraan langka kemarin (14/4) untuk menghentikan ketegangan diplomatik terkait program nuklir Teheran. Pembicaraan itu merupakan upaya meredam kekhawatiran atas kemungkinan pecahnya perang baru di kawasan Timur Tengah.
Negosiasi yang berlangsung di Istanbul, Turki, itu dilaporkan berlangsung dalam atmosfer yang positif. Ini juga pertemuan kali pertama dalam 15 bulan terakhir dan memunculkan harapan baru di tengah krisis minyak dan keamanan di Selat Hormuz.
"Atmosfernya benar-benar positif. Ada keinginan bersama (peserta dialog) untuk mencapai kemajuan substantif," terang Michael Mann, juru bicara Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton, kepada pers kemarin. "Belum ada perbedaan sikap dalam pertemuan itu," lanjutnya menggambarkan suasana pertemuan yang sangat baik dan bersahabat.
Namun, dengan munculnya saling tidak percaya dan alotnya pembicaraan, amat kecil kemungkinan tercapainya kemajuan.
Menurut para pejabat yang dekat dengan negosiasi antara Iran dengan Amerika Serikat (AS), Rusia, Tiongkok, Inggris, Prancis, dan Jerman (P5+1) itu, pencapaian terbesar yang bisa diharapkan dari dialog itu adalah kesepakatan untuk melakukan diskusi lebih detil dalam beberapa pekan mendatang. "(Hasilnya) tentu bergantung pada apa yang akan terjadi (dalam pertemuan)," ungkap Mann.
Menurut dia, jika memang tercapai kemajuan pada pertemuan Istanbul, negara-negara Barat pasti akan memilih untuk menghelat pertemuan putaran kedua. "Tetapi kita harus menyelesaikan (negosiasi) putaran pertama dulu," tegasnya. Kedua pihak diperkirakan akan menghelat pertemuan putaran kedua pada Mei nanti. Iran bersikukuh agar pertemuan berikutnya dilaksanakan di Baghdad, Iraq.
Hasil buruk dalam negosiasi itu bisa jadi akan semakin meyakinkan Israel untuk menyerang fasilitas nuklir milik Iran. Sebelumnya, Tel Aviv dan AS menyatakan siap menyerang Iran jika isu soal upaya Teheran memproduksi senjata nuklir terbukti benar.
Kedua pihak, Iran dan negara-negara berpengaruh di dunia, menyatakan dalam pertemuan kemarin soal kesiapan mereka bekerja sama untuk menyelesaikan sengketa terkait program nuklir di Teheran yang terus meluas dalam beberapa bulan belakangan.
"Saya harap yang akan kita lihat hari ini (kemarin, Red) adalah dimulainya proses yang berkelanjutan," ucap Chaterine Ashton, perwakilan utama kelompok P5+1."Yang akan kita lakukan adalah menemukan cara untuk membangun rasa percaya di antara kita. Juga, cara agar Iran tidak mengembangkan program nuklirnya untuk tujuan membuat senjata," tandasnya.
Kepala negosiator Iran Saeed Jalili kepada Ashton saat jamuan pada Jumat malam (13/4) mengatakan bahwa pihaknya berharap bisa meyakinkan negara P5+1 selama negosiasi. "Iran akan memasuki proses negosiasi dengan iktikad baik dan mempertahankan haknya (soal pengembangan nuklir)," ujarnya seperti dikutip televisi nasional Iran.
"Untuk alasan masing-masing, kedua pihak ingin mengedepankan langkah diplomasi pada titik ini. Tujuannya adalah mengutamakan memulai proses daripada mencapai hasil secara cepat," terang analis Michael Adler dari Woodrow Wilson International Center for Scholars.
Seorang diplomat yang hadir dalam negosiasi itu berharap Iran bisa menunjukan komitmennya untuk memulai kembali sebuah negosiasi. Menurut dia, pertemuan kemarin tidak membahas isu secara detil.
Iran telah memberikan sinyal akan bersikap lebih fleksibel dengan menghentikan program pengayaan uranium hingga 20 persen. Namun, saat ini pihaknya masih belum siap. Tingkat pengayaan uranium yang dibutuhkan untuk mengoperasikan reaktor nuklir adalah lima persen.
"Menghentikan program pengayaan uranium 20 persen hanya akan dinilai sebagai keseriusan untuk memulai negosiasi. Bukan sebagai syarat pencabutan sanksi," tukas seorang diplomat Barat seperti dikutip Associated Press.(AFP/RTR/AP/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kecewa, AS Batal Kirim Bantuan Pangan ke Korea Utara
Redaktur : Tim Redaksi