Dian Siswarini Ungkap Bentuk Diskriminasi yang Kerap Dihadapi Perempuan

Selasa, 08 Maret 2022 – 21:19 WIB
Co-Chair of W20 Dian Siswarini dalam webinar 'Women Leaders Forum' pada Selasa (8/3). Foto: Zoom/ Katadata

jpnn.com, JAKARTA - Co-Chair of W20 Dian Siswarini membeberkan jenis-jenis diskriminasi yang terjadi terus menerus secara nasional maupun global.

Diskriminasi, kata dia, menghambat peran aktif perempuan dalam berbagai bidang, khusus perekonomian.

BACA JUGA: Siswi SMA Dijemput Teman Pria, Dibawa ke Kebun Sawit, Sejumlah Pemuda sudah Menunggu, Terjadilah

Diskriminasi pertama yang disebut Dian ialah stereotype gender. Artinya, ada penandaan terhadap perempuan yang menimbulkan ketidakadilan.

"Misalnya, ada pendapat bahwa laki-laki itu lebih pintar atau lebih sesuai untuk bekerja di bidang-bidang tertentu sehingga perempuan dianggap kurang kompeten," kata Dian dalam webinar 'Women Leaders Forum' pada Selasa (8/3).

BACA JUGA: Kesal Ditanya Terus Soal Kunci Motor, Pria Ini Tega Bakar Kakak Kandung, Innalillahi

Dia mengatakan kondisi ini menumbulkan gender pay gap sehingga pendapatan perempuan lebih rendah dari laki-laki untuk posisi dan pekerjaan yang sama.

"Secara global, terjadi gender pay gap ini setiap USD 1 penghasilan laki-laki, perempuan hanya menerima 77 sen," ungkap Dian.

BACA JUGA: MAMPU Menggerakkan Perempuan Indonesia Melawan Diskriminasi

CEO XL Axiata itu mengungkapkan diskriminasi lainnya yang terjadi pada perempuan ialah beban ganda.

Artinya, beban pekerjaan yang diterima perempuan lebih besar dibanding laki-laki.

"Contohnya, perempuan yang bekerja tetap dianggap harus memiliki paruh utama dari sisi kehidupan yang lain," ujar Dian.

Dia menilai pekerja perempuan tetap memiliki tanggung jawab utama dalam rumah tangga yang jarang dihargai.

Bentuk diskriminasi lainnya ialah marginalisasi ekonomi akibat konstruksi gender.

Dengan begitu, perempuan dianggap sebagai mahkluk domestik yang hanya diarahkan untuk mengurus rumah tangga.

Hal ini dinilai membatasi akses perempuan terhadap kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang setara dengan laki-laki.

"Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja global, yaitu perempuan hanya di bawah 47 persen," ungkap Dian.

Dia menambahkan beberapa negara memiliki kesenjangan antara pekerja laki-laki dan perempuan lebih dari 50 persen.

"Kemudian, yang keempat ialah subordinasi yang menganggap kedudukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki sehingga perempuan tidak memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya atau mengambil keputusan," papar Dian.

Di PBB, lanjut dia, hanya 10 negara yang memiliki kepala negara perempuan.

Hanya 25 persen dari keseluruhan anggota parlemen yang diduduki perempuan.

"Di sebagian besar negara G20, hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam meningkatkan peran perempuan di posisi manajerial selama kurun waktu 2012 sampai 2018, yaitu di bawah 30 persen," tutur Dian.

Selanjutnya, dia menyebut kekerasan terhadap perempuan sebagai salah satu diskriminasi yang tingkat kejadiannya masih terus meningkat.

"Secara global, satu dari tiga perempuan di seluruh dunia telah mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangan maupun nonpasangan," katanya.

Kondisi tersebut dinilai mempengaruhi kesehatan fisik dan mental perempuan dalam jangka waktu yang panjang.

Akibatnya, perempuan kurang bisa berpartisipasi aktif pada perekonomian dan kehidupan sosial. (mcr9/jpnn)


Redaktur : Budi
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler