JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan, salah satu penyebab kurang efektifnya pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia disebabkan penerapan prinsip otonomi daerah secara berlebihan. Sehingga menimbulkan egoisme kewenangan di daerah.
Persoalan lainnya, selama ini Pengawas Ketenagakerjaan yang diangkat oleh Menakertrans adalah PNS Daerah yang dalam operasionalnya berada di bawah kendali dan kebijakan bupati/ walikota. Nah, kebanyakan hal ini menyebabkan upaya penegakan hukum bidang ketenagakerjaan mengalami kesulitan dan tidak independen.
“Pengawas Ketenagakerjaan juga mengalami kendala dalam meniti jenjang karir sebagai pejabat fungsional. Itu karena masih sangat sedikit daerah yang menempatkan Pengawas Ketenagakerjaan ke dalam jabatan fungsional, sehingga kemungkinan dipindahtugaskan dan beralih fungsi," kata Muhaimin di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut data Kemnakertrans, saat ini jumlah pengawas ketenagakerjaan tercatat sebanyak 2.384 orang, untuk menangani sekitar 216.547 perusahaan. Para pengawas ketenagakerjaan yang saat ini tengah bertugas terdiri dari Pengawas umum 1.460 orang, Pengawas spesialis 361 orang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil 563 orang.
Bahkan, sebaran pengawas ketenagakerjaan saat ini baru menjangkau kurang lebih 300 kabupaten/kota, dari kurang lebih sebanyak 500 jumlah kabupaten/kota yang ada.
Padahal idealnya dengan asumsi 1 pengawas ketenagakerjaan mampu mengawasi 60 perusahaan/tahun, maka masih dibutuhkan tambahan kurang lebih 3.700 pegawai fungsional pengawas ketenagakerjaan.
Untuk menganggulangi masalah ini, kata MUhaimin, salah satu solusinya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.21/2010 tentang Pengawas Ketenagakerjaan. Aturan ini mewajibkan pengawas ketenagakerjaan yang ada di dinas tingkat provinsi, kabupaten/kota memberikan laporan mengenai pengawasan ketenagakerjaan ke pemerintah pusat.
“Ini yang harus segera disosialisasikan kepada seluruh Dinas Tenaga Kerja di Indonesia. Dengan sistem baru ini, nantinya diharapkan dapat memperbaiki sinergi dan koordinasi pusat dan daerah di bidang ketenagakerjaan, yang selama ini terputus sejak otonomi daerah," ungkapnya.
Selain itu, Kemnakertrans pun mulai membentuk Komite Pengawasan Ketenagakerjaan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 10 Tahun 2012.
Komite ini merupakan lembaga non struktural terdiri dari berbagai unsur yang berfungsi melakukan pemantauan, memberikan masukan, saran, dan pertimbangan kepada menteri atas pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan.(fat/jpnn)
Persoalan lainnya, selama ini Pengawas Ketenagakerjaan yang diangkat oleh Menakertrans adalah PNS Daerah yang dalam operasionalnya berada di bawah kendali dan kebijakan bupati/ walikota. Nah, kebanyakan hal ini menyebabkan upaya penegakan hukum bidang ketenagakerjaan mengalami kesulitan dan tidak independen.
“Pengawas Ketenagakerjaan juga mengalami kendala dalam meniti jenjang karir sebagai pejabat fungsional. Itu karena masih sangat sedikit daerah yang menempatkan Pengawas Ketenagakerjaan ke dalam jabatan fungsional, sehingga kemungkinan dipindahtugaskan dan beralih fungsi," kata Muhaimin di Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut data Kemnakertrans, saat ini jumlah pengawas ketenagakerjaan tercatat sebanyak 2.384 orang, untuk menangani sekitar 216.547 perusahaan. Para pengawas ketenagakerjaan yang saat ini tengah bertugas terdiri dari Pengawas umum 1.460 orang, Pengawas spesialis 361 orang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil 563 orang.
Bahkan, sebaran pengawas ketenagakerjaan saat ini baru menjangkau kurang lebih 300 kabupaten/kota, dari kurang lebih sebanyak 500 jumlah kabupaten/kota yang ada.
Padahal idealnya dengan asumsi 1 pengawas ketenagakerjaan mampu mengawasi 60 perusahaan/tahun, maka masih dibutuhkan tambahan kurang lebih 3.700 pegawai fungsional pengawas ketenagakerjaan.
Untuk menganggulangi masalah ini, kata MUhaimin, salah satu solusinya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.21/2010 tentang Pengawas Ketenagakerjaan. Aturan ini mewajibkan pengawas ketenagakerjaan yang ada di dinas tingkat provinsi, kabupaten/kota memberikan laporan mengenai pengawasan ketenagakerjaan ke pemerintah pusat.
“Ini yang harus segera disosialisasikan kepada seluruh Dinas Tenaga Kerja di Indonesia. Dengan sistem baru ini, nantinya diharapkan dapat memperbaiki sinergi dan koordinasi pusat dan daerah di bidang ketenagakerjaan, yang selama ini terputus sejak otonomi daerah," ungkapnya.
Selain itu, Kemnakertrans pun mulai membentuk Komite Pengawasan Ketenagakerjaan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 10 Tahun 2012.
Komite ini merupakan lembaga non struktural terdiri dari berbagai unsur yang berfungsi melakukan pemantauan, memberikan masukan, saran, dan pertimbangan kepada menteri atas pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 11 Oknum Kopassus Dipindah ke Semarang
Redaktur : Tim Redaksi