JAKARTA - Guna mempermudah proses proses dialog antara pihak Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Aceh terkait polemik Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang bendera dan lambang Aceh, dibentuk tim khusus yang menangani masalah ini.
Staf Ahli Mendagri Bidang Politik Hukum dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnizar Moenek, menjelaskan, kesepakatan pembentukan tim khusus ini merupakan hasil pertemuan antara Gubernur Aceh Zaini Abdullah dengan pihak pemerintah pusat di kantor Kemenko Polhukam, di Jakarta, Senin (15/4).
“Tim dibentuk agar lebih mudah dan cepat diperoleh kesamaan persepsi. Jika sudah ada persamaan persepsi, akan lebih jelas penyampaian hasil klarifikasi tersebut kepada presiden,” ujar Reydonnizar, yang saat ini masih merangkap sebagai Plt Kapuspen Kemendagri, Rabu (17/4).
Tim dibentuk secepatnya, dan secepatnya juga melakukan pembahasan soal qanun tentang lambang dan bendera Aceh.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan, pemerintah pusat akan membentuk tim. Begitu pun, pihak Aceh juga membentuk tim.
"Nah, nantinya, tim Aceh bersama tim pemerintah, membahas poin-poin evaluasi yang belum disepakati. Kan baru dua poin yang disepakati," ujar Gamawan Fauzi di kantornya, Selasa (16/4).
Gamawan mengatakan, ide pembentukan tim di kedua belah pihak ini tujuannya agar pembahasan qanun bendera Aceh itu lebih enak. "Kan jadi enak kerjanya. Kita bahas satu-satu, mulai dari poin pertama hingga poin terakhir. Kita harapkan dalam 60 hari selesai," ujar mantan gubernur Sumbar itu.
Nah, tim dari Aceh, saran Gamawan, merupakan tim yang melibatkan unsur Pemerintah Aceh dan DPR Aceh. "Namanya tim, ya satu paket," ujarnya.
Gamawan sebelumnya menyebutkan, dari 13 item koreksi Qanun yang disodorkan Mendagri Gamawan Fauzi, baru dua poin yang disepakati pihak Aceh.
Sedangkan 11 poin lainnya masih akan didialogkan lebih lanjut. Dua poin yang sudah disepakati, yakni soal konsideran yang tidak lagi menyantumkan MoU Helsinki 15 Agustus 2005, dan pengibaran bendera tanpa disertai adzan. (sam/jpnn)
Staf Ahli Mendagri Bidang Politik Hukum dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnizar Moenek, menjelaskan, kesepakatan pembentukan tim khusus ini merupakan hasil pertemuan antara Gubernur Aceh Zaini Abdullah dengan pihak pemerintah pusat di kantor Kemenko Polhukam, di Jakarta, Senin (15/4).
“Tim dibentuk agar lebih mudah dan cepat diperoleh kesamaan persepsi. Jika sudah ada persamaan persepsi, akan lebih jelas penyampaian hasil klarifikasi tersebut kepada presiden,” ujar Reydonnizar, yang saat ini masih merangkap sebagai Plt Kapuspen Kemendagri, Rabu (17/4).
Tim dibentuk secepatnya, dan secepatnya juga melakukan pembahasan soal qanun tentang lambang dan bendera Aceh.
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan, pemerintah pusat akan membentuk tim. Begitu pun, pihak Aceh juga membentuk tim.
"Nah, nantinya, tim Aceh bersama tim pemerintah, membahas poin-poin evaluasi yang belum disepakati. Kan baru dua poin yang disepakati," ujar Gamawan Fauzi di kantornya, Selasa (16/4).
Gamawan mengatakan, ide pembentukan tim di kedua belah pihak ini tujuannya agar pembahasan qanun bendera Aceh itu lebih enak. "Kan jadi enak kerjanya. Kita bahas satu-satu, mulai dari poin pertama hingga poin terakhir. Kita harapkan dalam 60 hari selesai," ujar mantan gubernur Sumbar itu.
Nah, tim dari Aceh, saran Gamawan, merupakan tim yang melibatkan unsur Pemerintah Aceh dan DPR Aceh. "Namanya tim, ya satu paket," ujarnya.
Gamawan sebelumnya menyebutkan, dari 13 item koreksi Qanun yang disodorkan Mendagri Gamawan Fauzi, baru dua poin yang disepakati pihak Aceh.
Sedangkan 11 poin lainnya masih akan didialogkan lebih lanjut. Dua poin yang sudah disepakati, yakni soal konsideran yang tidak lagi menyantumkan MoU Helsinki 15 Agustus 2005, dan pengibaran bendera tanpa disertai adzan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunggu Saja Proses di DPR Aceh
Redaktur : Tim Redaksi