jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto angkat bicara soal temuan Tim Penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM terkait kematian enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat pada 7 Desember 2020.
"Ada beberapa hal yang harus segera ditindaklanjuti secara serius. Keadilan adalah hak setiap warga negara, siapa yang bersalah harus mempertanggungjawakan di depan hukum," ucap Didik dikonfirmasi jpnn.com, Senin (11/1).
BACA JUGA: Siapa yang Memerintahkan Laskar FPI Menyerang Polisi?
Legislator Partai Demokrat itu mengingatkan tidak boleh ada diskriminasi, apalagi terkait dengan persoalan pelanggaran HAM, karena perlindungan dan jaminan pemenuhan HAM adalah amanah Konstitusi.
"Tidak boleh satu orang dan satu institusi pun yang boleh mengabaikan, apalagi melanggar konstitusi dengan alasan apa pun. Tidak boleh menegakkan hukum dengan melanggar hukum," tegas Didik.
BACA JUGA: Suami Penumpang Sriwijaya Air SJ182: Istri Saya Bilang Cuaca Sedang Buruk, Dia Memohon...
Menurut Didik, berdasarkan temuan Komnas HAM ada dua hal penting yang mesti disikapi secara serius. Pertama, terkait kematian 2 laskar FPI.
Oleh Komnas HAM, kematian 2 laskar FPI ini dilihat dalam konteks peristiwa saling serempet antar mobil pengawal Habib Rizieq tersebut dengan kendaraan polisi dari Polda Metro Jaya.
BACA JUGA: Cerita Saksi Mata Detik-detik Sriwijaya Air SJ182 Menghujam ke Laut, Bikin Merinding
Komnas HAM juga menyebut terjadi saling serang antara petugas dan laskar FPI bahkan dengan menggunakan senjata api. Didik meminta kejadian ini diusut secara adil dan transparan.
"Dalam penegakan hukumnya harus diproses seadil-adilnya, transparan dan akuntabel, serta tidak boleh mengabaikan, apalagi menghilangkan hak-hak korban dan keluarga korban dalam memperjuangkan keadilan," pinta Didik.
Peristiwa kedua adalah soal kematian empat laskar FPI setelah KM 50 Tol Jakarta-Cikampek ke atas dalam perjalanan menuju Markas Polda Metro Jaya.
"Terhadap empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, yang kemudian juga ditemukan tewas. Berdasar investigasi Komnas HAM dianggap sebagai peristiwa pelanggaran HAM. Peristiwa ini bisa dikategorikan sebagai arbitry/extra judicial killing," sebut politikus asal Jawa Timur ini.
Didik menerangkan, berdasarkan Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pelanggaran HAM yang berat adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, pembudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).
"Apalagi Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan untuk menghindari makin banyaknya jatuh korban jiwa, itu makin memperkuat indikasi adanya unlawfull killing," ucap Didik.
Berdasar temuan Komnas HAM tersebut, dia berharap pemerintah sesegera mungkin menindaklanjuti dengan mengambil langkah-langkah strategis, cepat dan terukur atas rekomendasi Komnas HAM tersebut, termasuk langkah-langkah hukum yang adil dan transparan.
"Hukum dan keadilan harus ditegakkan. Jangan sampai komitmen pemimpin kita yang selama ini terus didengung-dengungkan yaitu salus populi suprema lex esto atau keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi hanya dianggap sekedar narasi belaka," pungkas ketua umum Karang Taruna itu.(fat/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam