jpnn.com, JAKARTA - Hasil investigas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan Laskar Front Pembela Islam (FPI) telah menyerang polisi dengan senjata api saat bentrok di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu. Lantas siapa yang menyuruh Llskar melakukan itu?
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan biasanya sebuah organisasi memiliki standar operasional prosedur (SOP) atau aturan disiplin organisasi.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Sriwijaya Air 182 Hilang Kontak, Jokowi Beri Perintah Khusus, Kesaksian Nelayan
SOP menjadi acuan dalam setiap tindakan, termasuk saat pengawalan. Dia tidak tahu apakah di FPI ada SOP atau tidak.
"Hanya saja logikanya sebuah pengawalan yang dilakukan sebuah organisasi tentunya harus menggunakan SOP atau aturan disiplin organisasi," ujar Bambang Rukminto kepada wartawan, Minggu (10/1/2021).
BACA JUGA: Kasus Kematian Laskar FPI, Lemkapi Minta Polri Jalankan Rekomendasi Komnas HAM
Lain cerita bila penyerangan dilakukan kelompok yang bukan organisasi. Menurut dia, kecil kemungkinan setiap pergerakan anggotanya berdasarkan SOP.
"Bila yang menyerang itu diakui sebagai bagian organisasi, tentunya pimpinan organisasi harus ada yang bertanggung jawab," katanya.
BACA JUGA: Prof Indriyanto: Ada 1 Catatan Penting Rekomendasi Komnas HAM Kasus 6 Laskar FPI
Menurut dia, penyerangan terhadap polisi harus diselidiki sehingga fakta di balik peristiwa ini akan terungkap. "Bukan hanya menyerang petugas, menyerang masyarakat umum atau membahayakan orang lainpun tak dibenarkan dan bisa dipidana," tegasnya.
Pakar hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengatakan rilis Komnas HAM harus ditindaklanjuti secara tuntas, terutama terkait penyerangan ke polisi. Menurut dia, proses hukum akan mengungkap penyerangan itu karena suruhan atau Laskar FPI bergerak sendiri.
"Siapapun di FPI yang memiliki keterkaitan dengan penyerangan ini harus bertanggung jawab secara hukum," ujar Indriyanto.
Jadi, lanjut Indriyanto, pengungkapan peristiwa di KM 50 harus dilakukan secara utuh. Menurut dia, kematian Laskar FPI adalah dampak atau akibat dari serangan terlebih dahulu terhadap polisi. "Kedua masalah tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan," tegasnya.
Komnas HAM menyampaikan, peristiwa bermula dari mobil rombongan Rizieq Shihab yang dibuntuti polisi sejak keluar gerbang Kompleks Perumahan The Nature Mutiara Sentul Rombongan Rizieq keluar di pintu tol Karawang Timur dan tetap dibuntuti.
Lalu, enam mobil rombongan Rizieq melaju terlebih dahulu meninggalkan dua mobil pengawal Rizieq yakni Toyota Avanza berwarna silver dan Chevrolet Spin. Anam mengatakan, dua mobil pengawal tersebut berjaga agar mobil yang membuntuti tidak bisa mendekati rombongan Rizieq.
Setelah menunggu, mobil laskar FPI akhirnya bertemu lagi dengan mobil polisi. Dua mobil laskar FPI melewati sejumlah ruas dalam kota Karawang dan diikuti oleh tiga mobil pembuntut. Kemudian, menurut Anam, terjadi kejar-kejaran yang berujung pada baku tembak sepanjang jalan Internasional Karawang Barat sampai KM 49 dan berakhir di Tol Jakarta Cikampek KM 50.
Reka ulang berhasil menggambarkan bahwa anggota laskar FPI terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian. Sedangkan investigasi Komnas HAM menyebutkan peritiswa di KM 50 tidak akan terjadi bila mobil yang ditumpangi anggota FPI tidak menunggu mobil yang dikendarai polisi.
“Ini memang penting bagi kita semua dengan asumsi begini, kalau enggak ada proses menunggu, peristiwa KM 50 tidak akan terjadi,” kata Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam.(flo/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Natalia