Diduga Korupsi, Pejabat di Mimika Berupaya Kembalikan Uang Negara

Rabu, 25 Januari 2012 – 02:34 WIB

TIMIKA - Kasus dugaan tindak pindana korupsi yang dilakukan salah satu pejabat di Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Mimika. Provinsi Papua terus bergulir. Informasi terakhir yang dihimpun Radar Timika (JPNN Group) dari Kepala Kejaksaan Negeri Timika, Erwin Panjaitan, SH, oknum pejabat tersebut saat ini tengah berupaya mengembalikan uang negara atau melakukan pengadaan bus baru yang sebelumnya tidak sesuai.

Kajari yang ditemui di ruang kerjanya, Selasa (24/1) menambahkan, saat ini hasil audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Propinsi Papua belum diketahui, karena sejauh ini pihak BPK belum memberikan hasil.

Untuk itu besaran kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi pengadaan dua unit bus bernilai Rp 700 juta di Dishubkominfo Mimika ini belum diketahui jelas. “Sejauh ini ada upaya pengadaan (bus,red) baru dari yang bersangkutan. Cuma sampe sekarang belum ada,” tuturnya.

Dikatakan, pihaknya baru menerima surat dari Kejati untuk kasus ini di ekspos ke Jayapura. Jika hasil audit BKP sudah keluar dan pengadaan baru dari yang bersangkutan kata Kejari, Kejakasaan Negeri Timiak bisa berkoordinas dengan Kejati apakah kasus ini dilanjutkan atau dihentikan. “Yang terpenting kerugian negara bisa dikembalikan,” katanya.

Sementara mengenai penyidikannya, Kajari menuturkan, sejauh ini oknum pejabat di Dishubkominfo cukup kooperatif menjalani pemeriksaan. Yang ia sesalkan rekanan atau pihak kontraktor yang juga kata Kajari tersangka dalam kasus ini terkesan cuek. “Justru yang kooperatif itu dari dinas perhubungan,” tuturnya.

Dalam menyelidiki ini kata Kajari, ada  beberapa orang dari Dishubkominfo di periksa sebagai saksi.  Dan jika kasus ini berlanjut hingga ke pengadilan, maka Kajari mengatakan, akan diketahui keterlibatan pihak-pihak lainnya dalam persidangan. “ Indikasi ada tersangka baru nanti diketahui dalam persidangan,” tuturnya.

sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kepala Inpektorat Daerah Mimika Drs Marthen Paiding, MMT mengatakan untuk kasus pengadaan dua unit bis oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Mimika, rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah dipenuhi, yakni dua unit bis itu sekarang sudah ada di Pemda Mimika. Namun, karena pengadaan bis itu terlambat dari waktu yang ditetapkan sesuai kontrak, maka kontraktor atau rekanan dikenai denda maksimal sebesar 5 persen.

“Pembayaran denda itu yang belum selesai, namun untuk bisnya sendiri sudah selesai,” kata Marthen Paiding saat ditemui Radar Timika di Hotel Grand Tembaga, Timika, Kamis (19/1).
Kata Marthen, rekanan atau kontraktor harus membayar denda keterlambatan sesuai aturan. “Jadi denda yang harus dibayarkan oleh rekanan akibat keterlambatan pemenuhan barang yang ada di kontrak maksimal 5 persen dari nilai kontrak sebesar Rp 700 juta. Dengan demikian denda yang harus dibayarkan kurang lebih sebesar Rp 60 juta,” ungkap Marthen.

Lalu bagaimana proses hukum kasus ini? menurut Marthen, hal itu yang mengetahui kepolisian atau kejaksaan yang melakukan penyelidikan. Marthen pun menerangkan asal mula kasus pengadaan dua unit bis oleh Dishubkominfo. Dua unit bis tersebut merupakan pengadaan tahun 2009. Kemudian pada tahun 2011 BPK melakukan pemeriksaan. Setelah diperiksa BPK, ternyata dananya sudah keluar, namun bisnya belum ada. “Setelah dicek, baru satu bis yang masih diproses pembeliannya di Surabaya. Maka BPK merekomendasikan kepada rekanan, apakah rekanan mengembalikan uangnya atau melengkapi barang tersebut? Karena secara formalnya pengadaan dua unit bis tersebut sudah dibayar oleh pemerintah daerah, tetapi barangnya belum ada,” papar Marthen.

Terhadap rekomendasi BPK tersebut, kata Marthen, rekanan atau kontraktor memilih melengkapi barang berupa dua unit bis. “Proses pun berlanjut, meskipun agak lama. Karena proses yang lama tersebut, maka Kepala Dishubkominfo melaporkan kepada pihak yang berwajib. Dari itu munculnya kasus pengadaan dua unit bis tersebut,” terang Marthen.

Lanjut dia, dalam kasus pengadaan dua unit bis tersebut, pihak penyidik dalam hal ini Kepolisian dan Kejaksaan, melihat adanya kerugian negara. Maka penyidik pun meminta bantuan BPK atau BPKP untuk mengaudit kembali, berapa besar kerugian negara yang ditimbulkan. “Kasus ini awalnya diaudit BPK pusat, namun setelah masuk ke ranah hukum, maka tergantung dari penyidik, apakah penyidik meminta bantuan kepada BPK atau BPKP,” tuturnya. (lrk/rex)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencuri Laptop Tewas Dimassa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler