Diduga Memihak, Hakim Proyek Chevron Diusut KY

Rabu, 15 Mei 2013 – 07:24 WIB
JAKARTA - Hakim yang menyidangkan kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dianggap memihak. Keluarga terdakwa melaporkan dugaan tersebut ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (14/5).
      
Keluarga terdakwa kasus dugaan korupsi proyek fiktif bioremediasi adalah Ratna Irdiastuti (istri terdakwa Ricksy Prematuri) dan Sumi (istri terdakwa Herland Bin Ompo). Mereka melaporkan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang menangani kasus tersebut. Laporan diterima langsung ketua KY, Eman Suparman.
      
Nur Ridhowati, kuasa hukum keluarga terdakwa, mengatakan pihaknya melihat sejumlah kejanggalan selama proses persidangan berlangsung. Semuanya dirasa merugikan Ricksy dan Herlan yang sudah divonis majelis hakim di pengadilan itu.

"Ada beberapa hal yang kami nilai janggal dari majelis hakim selama persidangan berlangsung sampai dengan putusan dijatuhi," tegasnya di gedung KY.

Salah satunya tentang perbedaan penahanan selama para tersangka menjalani proses persidangan. Terdakwa Ricksy dan Herlan ditahan sebagai tahanan titipan Kejaksaan, sedangkan terdakwa lainnya tidak berada di tahan. "Sama-sama terdakwa tapi yang dua di dalam tahanan, empat lagi di luar tahanan. Bahkan kami berkali-kali minta penangguhan penahanan tapi tidak dikabulkan," ungkapnya.
      
Selain itu ada perbedaan pemberian tenggat waktu dari majelis hakim bagi tim kuasa hukum terdakwa Ricksy dan Herlan untuk menghadirkan saksi-saksi yang faktanya lebih pendek jika dibandingkan pemberian durasi saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Saksi dari terdakwa boleh dihadirkan hanya dalam waktu kurang lebih satu minggu sedangkan saksi dari JPU mencapai empat bulan.

Maka tidak mengherankan, menurutnya, dari sebanyak 24 saksi yang disiapkan tim kuasa hukum, hanya sembilan saksi yang bisa dihadirkan. "Waktu yang diberikan begitu mepet jadi tidak semua saksi bisa kita hadirkan. Sedangkan jaksa punya waktu yang panjang sampai 4 bulan untuk menghadirkan semua saksi," Nur protes.

Akibat pendeknya durasi yang diberikan majelis hakim itu tim kuasa hukum tidak bisa menghadirkan saksi ahli bioremediasi dari Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) yakni Profesor Doktor Udiarto.
      
Nur mengungkapkan bahwa persidangan yang berlangsung untuk kasus itu dipimpin oleh majelis hakim Sudharmawatiningsih. Dia didampingi dua hakim anggota, Octavianus Widjantono dan Sofiadi.

"Kemudian kejanggalan dalam putusan, di mana terdapat dissenting opinion (perbedaan pendapat) dari majelis hakim. Kami merasa putusan itu dibuat dengan semena-mena. Kami melihat ada kepentingan lain dalam putusan itu," tudingnya.

Dissenting opinion datang dari hakim anggota Sofiadi yang menyatakan dalam putusannya bahwa Herland tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi atas proyek tersebut.

Herland adalah Direktur PT Sugimita Jaya (SJ) yang dijatuhi vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan penjara. SJ merupakan kontraktor proyek bioremediasi PT CPI. Majelis hakim juga mewajibkan PT SJ untuk membayar uang pengganti USD 6,9 juta.

Sebagai kontraktor, SJ dalam putusan dinyatakan terbukti secara sah tidak mengantongi izin sebagai perusahaan pengelolaan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebagaimana diatur dalam PP nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.

Hakim anggota Octavianus Widjantono dalam putusannya menyatakan SJ dalam pelaksanaan proyek bioremediasi tidak sesuai dengan Kepmen Menteri Lingkungan Hidup nomor 128/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah.

Maka proyek yang dikerjakan perusahaan Herland tersebut mengakibatkan kerugian negara senilai USD 6,9 juta berdasarkan penghitungan biaya proyek bioremediasi dengan mekanisme cost recovery.

Sementara Ricksy Prematuri adalah Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain itu, majelis hakim juga mewajibkan PT GPI untuk membayar uang ganti rugi sebesar USD 3.089.

Dalam putusan, Ricksy terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama menguntungkan dirinya dan orang lain serta korporasi.

Sebanyak 4 dari 5 terdakwa lainnya dalam kasus ini berasal dari PT CPI, yakni Endah Rubiyanti (ER), Widodo (WD), Kukuh (KK), dan Bachtiar Abdul Fatah (BAF) masih dalam proses persidangan. Sedangkan satu tersangka lagi, yakni Alexiat Tirtawidjaja (AT) hingga saat ini masih belum dapat dipulangkan ke Tanah Air lantaran masih berada di California, Amerika Serikat. (gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cegah Generasi Teler, BNN Harus Gandeng Ormas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler