jpnn.com, JAKARTA SELATAN - Salah satu bos kantor hukum di Jakarta Selatan dilaporkan tiga orang mantan karyawan ke polisi atas kasus dugaan penggelapan ijazah.
Laporan itu dilayangkan ke Polres Metro Jakarta Selatan sejak 2019 dan saat ini kasus itu masih bergulir.
BACA JUGA: Ijazah Sesuai Formasi, Sulit Mendaftar PPPK Tenaga Teknis 2022, BKN Beri PenjelasanÂ
Adapun ketiga pelapor dalam kasus penggelapan ijazah ini, yaitu Yuma Karim, Ivan Lazuardi, dan Avelino Salvatore Flores.
Yuma Karim datang seorang diri ke Polres Metro Jakarta Selatan, sedangkan Ivan dan Avelino didampingi oleh kuasa hukumnya.
BACA JUGA: Partai Garuda Heran dengan Penggugat Ijazah Jokowi, Begini Alasannya
Baca juga: Hak Jawab Farida Law Office atas Berita Bos Kantor Hukum Diduga Tahan Ijazah Karyawan
Kuasa hukum pelapor dari LBH Rumah Bantuan Hukum Amsori mengatakan terlapor dalam kasus ini berinisial IF yang merupakan bos dari salah satu kantor hukum.
Amsori mengaku kini laporan Yuma Karim telah naik ke tingkat penyidikan.
"Dua laporan lagi masih tahap penyelidikan," kata Amsori kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Kamis (9/2).
Amsori mengatakan para pelapor telah memenuhi panggilan penyidik guna menjalani pemeriksaan tambahan pada Kamis.
"Jadi agenda kami ke penyidik dalam rangka tambahan berita acara pemeriksaan terkait beberapa saksi yang ini lama sekali dari tahun 2019," ucap Amsori.
Dia mengungkapkan terlapor diduga tidak mengembalikan dan menahan ijazah karyawan yang sudah mengundurkan diri dari perusahaan.
Akibatnya, lanjut dia, korban mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain.
"Klien kami saat ini dirugikan dalam hal mencari lapangan pekerjaan, sehingga beberapa kantor perusahaan menanyakan ijazahnya ditahan sampai saat ini," kata Amsori.
Pelapor bernama Yuma Karim menyebut sejumlah dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan terlapor.
Yuma menyebut para karyawan disuruh bekerja melebihi batas waktu yang telah ditentukan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
"Jadi begini, IF ini kami duga budaya kerjanya itu adalah jam kerjanya itu di atas rata-rata, di luar perjanjian. Kemudian, kami semua disuruh, dilarang pulang sesuai perjanjian, kami harus bekerja lebih daripada jam kerja, bahkan di hari libur," kata Yuma.
"Kemudian belum tentu dapat upah lembur. Kalaupun dapat upah lembur itu benar-benar jauh di bawah hukum, seperti itu. Oleh karena itu secara enggak langsung bentuk eksploitasi, ya," tambahnya.
Di sisi lain, imbuh Yuma, beberapa karyawan malah disomasi dan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan yang mengada-ada.
"Ada juga korban yang malah dilaporkan polisi, malah disomasi ke orang tuanya," kata dia.
Pelapor lainnya, Ivan Lazuardi mengatakan diduga terlapor meminta biaya puluhan hingga ratusan juta rupiah agar korban dapat menebus ijazahnya yang ditahan.
"Umumnya memang kalau mengacu pada undang-undang tenaga kerja di mana di dalam perjanjian kerja itu ada PKWT. Katakan kami bekerja satu tahun, apabila kami wanprestasi selama tiga bulan, kami membayar sembilan bulan dengan satu bulan upah lembur. (Diminta) dari puluhan sampai ratusan juta yang saya tahu," kata Ivan.
Terpisah, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi mengatakan kasus itu merupakan pelimpahan dari Polda Metro Jaya.
"Yang Farida itu, ya, itu memang laporannya pelimpahan dari Polda kalau enggak salah. Itu makanya, sekarang lagi ditangani serse. Lagi diproses, kok," kata Nurma saat dikonfirmasi, Sabtu (11/2). (cr3/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama