Diduga Selewengkan Dana Bansos, Gubernur NTT Dilapor ke KPK

Selasa, 26 Juni 2012 – 03:04 WIB
Massa dari Koalisi Masyarakat untuk Indonesia Transparan (KOMITs) dan Forum Komunikasi Pemuda dan Mahasiswa NTT (FKPM NTT) mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/6). Mereka menuntut KPK mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2012 senilai Rp 15, 511 miliar yang dilakukan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Foto: Getty Images

JAKARTA – Massa yang menamakan diri Koalisi Masyarakat untuk Indonesia Transparan (KOMITs) dan Forum Komunikasi Pemuda dan Mahasiswa NTT (FKPM NTT) mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/6). Mereka melaporkan dugaan penyelewengan dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2012 senilai Rp 15, 511 miliar yang dilakukan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dengan nomor surat laporan 2012-06-000386. Selain melapor, massa juga menuntut agar lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu serius mengusut dugaan penyelewengan yang terjadi di NTT.

Juru bicara KOMITs, Tommy D J mengatakan dugaan penyelewengan dana itu sesuai dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT Tahun Anggaran 2010. Kata dia, dana yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat tetapi ternyata digunakan oleh pejabat Pemerintah Provinsi NTT.

"Kewenangan Gubernur NTT dalam hal mengawasi kinerja instansi yang berada di bawah pimpinannya terkesan tidak berfungsi sama sekali. Temuan yang diungkap BPK RI Perwakilan NTT adalah dana bansos yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat ternyata digunakan untuk sejumlah kegiatan para pejabat di Pemprov NTT," kata Tommy di sela-sela aksinya.

Tommy mengatakan pejabat yang menikmati dana Bansos ini tidak hanya dari eksekutif tetapi juga DPRD Provinsi NTT. Salah satunya kata dia adalah menyewa pesawat ke Kabupaten Flores Timur (Flotim) Rp 27,9 juta, sewa pesawat ke Rote Ndao dan Sumba Timur Rp 46 juta, dan sewa helikopter Rp 14 juta ke Kabupaten Timor Tengah Utara. 

Dana Bansos juga ditengarai dimanfaatkan untuk perjalanan dinas ke Jerman sebesar Rp 166,4 juta dan China Rp 27,2 juta. Tommy menjelaskan dari transaksi keuangan menggunakan dana bansos  ada sekitar sebesar Rp 607,3 juta yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

”Tak hanya itu, ditemukan juga adanya penyaluran dan penggunaan dana bansos sebesar Rp 13,3 miliar yang belum dipertanggungjawabkan, serta penggelontoran dana bansos Rp 6,5 miliar yang tidak disertai dokumen memadai,” jelas Tommy.

Tommy menjelaskan total kerugian negara dana bansos Provinsi NTT tahun anggaran 2010 sebetulnya senilai Rp 27,586 miliar dengan 3.277 kasus. Tapi per 31 Desember 2010, Pemprov NTT sudah menindaklanjuti sebanyak 1.761 kasus dengan nilai Rp 12, 0675 miliar. "Sedangkan yang belum belum dipertanggungjawabkan sebanyak 1.516 kasus dengan total nilai Rp 15,511 miliar.," katanya.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menegaskan penyelewengan dana Bansos yang terjadi di Provinsi NTT harus ditindaklajuti KPK karena sudah ada indikasi penyelewenagan. Menurutnya, dana Bansos tidak boleh digunakan oleh Pemerintah karena memang diperuntukkan buat organisasi kemasyarakatan.
 
"Dana Bansos tidak boleh digunakan oleh pemerintah, baik eksekutif maupun legislative. Apalagi sampai digunakan untuk kepentingan perjalanan dinas para pejabatnya. Itu sudah tidak benar. Kategorinya sudah korupsi. Untuk itu, KPK harus segera menindak laporan tersebut,”  kata Boyamin.
 
Menurut Boyamin, kalaupun dana Bansos digunakan untuk kepentingan sosial, panitia ataupun pengelolanya tidak boleh dari pemerintah, harus penuh diserahkan ke masyarakat. ”Dari laporan tersebut saya sudah melihat memang telah terjadi penyelewengan. Dan masyarakat yang dirugikan. Harus segera diproses. Mulai dari kepala daerah hingga kepala dinas, jika terbukti tersangkut kasus ini harus segera diperiksa,” pungkasnya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Halmahera Selatan Tetap jadi Tersangka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler