Digitalisasi di Sektor Keuangan Meningkat, OJK Bicara Soal Manajemen Risiko

Jumat, 14 April 2023 – 14:15 WIB
Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Bambang W. Budiawan. Foto: Tangkapan layar webinar

jpnn.com - JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pelaku industri memanfaatkan besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia untuk memaksimalkan transformasi digital di sektor keuangan.

Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Bambang W. Budiawan mengungkapkan transformasi digital akan mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat.

BACA JUGA: Mengadu ke BEI dan OJK, Amanat KSB Minta IPO Amman Mineral Ditunda

"Untuk makin digital minded," kata Bambang dalam webinar Warta Ekonomi bertajuk Cybersecurity Urgency: Memaksimalkan Efektivitas Keamanan di Ruang Digital, di Jakarta, belum lama ini.

Bambang meyakini inovasi transformasi digital dapat mendukung peningkatan inklusi, perluasan akses, dan pendalaman pasar keuangan. 
Adapun inovasi keuangan yang dimaksud, yakni perbankan dan pinjaman berbasis digital (peer to peer lending).

BACA JUGA: Kantongi Pernyataan Efektif dari OJK, PGE Siap IPO 9,78 Triliun

Selain itu, ada pula layanan urun dana untuk pembiayaan berbasis digital melalu securities crowdfunding dan inovasi keuangan digital lainnya.
Menyusul deretan inovasi tersebut, Bambang mengatakan pihaknya pun menaruh perhatian terkait manajemen risiko dari digitalisasi.

"Dalam rangka mengakomodasi inovasi itu, OJK concern bagaimana memitigasi risiko khususnya terkait digital. Adapun di antaranya adalah risiko siber dan perlindungan konsumen," tuturnya.

BACA JUGA: Penuhi Ketentuan OJK, Jasindo Optimistis Bisnis Bakal Meningkat

Bambang menjelaskan ada beberapa kewajiban pelaku industri jasa keuangan dalam penerapan manajemen risiko teknologi informasi.

Pertama, mewajibkan kompentensi tertentu yang harus dimiliki Second Line of Defence, IT Auditor, Quality Assurance, hingga Risk Manager.
Kedua, penilaian minim risiko IT yang dilakukan secara reguler dan komprehensif.

Selain itu, untuk meningkatkan independensi, maka diperlukan penilaian dari pihak ketiga dengan pendekatan berbasis risiko.

Selanjutnya, adanya pelaksanaan vulnerability assesment dan recovery exercise secara reguler.
"Kemudian, memiliki data center dan data recovery center di Indonesia, dan terakhir wajib menyusun rencana penggunaan IT sebelum diimplementasikan," pungkas Bambang. (mcr31/jpnn)


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Romaida Uswatun Hasanah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler