Digitalisasi Hortikultura Indonesia Menuju Industri 4.0

Senin, 12 November 2018 – 15:50 WIB
penggunaan alat sensor di kebun petani bawang merah di Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Foto: Kementan

jpnn.com, MALANG - Setelah sekian lama berkutat dengan pola konvensional, petani hortikultura tidak lama lagi akan menjadi bagian utuh dari dunia digital.

Petani akan dibantu dengan teknologi informasi dalam menjalankan usaha budi daya.

BACA JUGA: Produktivitas Jagung dalam Negeri Stabil, Ini Buktinya

Adanya pemanfaatan teknologi ini akan membantu efisiensi biaya, peningkatan produktivitas dan daya saing.

Kementerian Pertanian bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi berupaya membangun ekosistem digital di dunia hortikultura.

BACA JUGA: Kebijakan Pembatasan Impor Memacu Semangat Petani Jagung

Digitalisasi hortikultura  mempersiapkan petani untuk menjadi pengguna aktif sistem ini.

Petani dibantu guna menghasilkan produk yang lebih baik dalam jumlah lebih banyak dengan penggunaan aplikasi budi daya yang dibangun oleh putra dan putri Indonesia.

BACA JUGA: Produksi Jagung Pakan di Kediri Melimpah

Upaya ini dimulai dengan penggunaan alat sensor di kebun petani bawang merah di Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Alat ini secara periodik mengirimkan data ke aplikasi berbasis Android.

Dengan demikian, kondisi lingkungan pertanaman dapat direkam untuk menjadi panduan bagi petani memberikan tindakan pemupukan yang tepat.

Koreksi melalui alat itu diharapkan mampu menghasilkan bawang merah berkualitas dengan jumlah yang lebih banyak, lebih efisien dan ramah lingkungan.

"Alat ini akan diperkenalkan kepada para champion untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya produksi," jelas Kepala Subdit  Bawang Merah dan Sayuran Umbi Agung Sunusi.

Dirinya mendukung petani hortikultura Indonesia mengoptimalkan teknologi sebagai sarana informasi meningkatkan daya saing.

"Ini adalah awal dari dukungan Kominfo untuk membantu digitalisasi pertanian khususnya hortikultura," kata Kasubdit Pengembangan Ekonomi Digital  Pertanian dan Perikanan Wijayanto beberapa waktu lalu.

Alat ini dikembangkan memanfaatkan sistem operasi Android dan dapat pula diakses di website.

Alat ini mengumpulkan data kondisi kesuburan tanah, kelembaban tanah dan suhu tanah dikombinasikan dengan kondisi lingkungan seperti suhu udara, kelembaban udara dan tekanan udara.

Data ini diperlukan untuk mendapatkan rekomendasi perlakuan yang tepat terhadap tanaman untuk mendapatkan kesuburan optimal.

Dengan pemrograman yang dimiliki, alat ini dapat membantu menentukan waktu tanam yang tepat dengan memperhitungkan kondisi lingkungan sehingga mampu membantu petani beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.

Secara keseluruhan, sistem kerja alat dan aplikasi ini telah memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelegency) dalam proses perhitungannya.

Petani, petugas dan semua yang sudah memiliki akun di dalam aplikasi dapat ikut memantau kondisi pertanaman dari jauh dan dapat bersama-sama mengetahui status pertanaman secara real time.

Alat ini membutuhkan akses internet untuk mengirimkan data secara periodik kurang lebih tiap sepuluh menit dari alat yang dipasang di kebun pada server di aplikasi.

Pengguna tidak perlu khawatir akan sumber daya yang digunakan. Sebab, alat ini menggunakan panel surya untuk menyerap energi matahari untuk disimpan di dalam baterai.

Bila terjadi sesuatu yang menyebabkan sistem mati, pengguna tidak perlu kahwatir karena database sudah dikumpulkan di lapang.

Data ini disimpan di dalam sistem block chain dan akan disusun kembali secara otomatis untuk mendapatkan pola yang tepat setelah alat berfungsi kembali.

Alat ini pertama kali digunakan untuk bawang merah di Malang guna mendukung pengembangan kawasan bawang merah berbasis korporasi yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Hortikultura. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Pahlawan, Kementan-Bupati Pacu Petani Tanam Padi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler