DIINCAR: Google, Twitter, Yahoo, Facebook

Kamis, 07 April 2016 – 09:23 WIB
Menkeu Bambang Brodjonegoro. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan 2016 sebagai tahun penegakan hukum. Artinya, pemerintah tidak akan memberi ampun bagi pihak-pihak yang dinilai melakukan penyelewengan pajak. 

Kali ini yang menjadi incaran pemerintah adalah perusahaan internet global seperti Yahoo, Google, Facebook, dan Twitter. DJP telah menemukan bukti kuat empat unit usaha tersebut, baik yang berbentuk perseroan terbatas, representative office atau orang pribadi, yang seharusnya masuk dalam kriteria Bentuk Usaha Tetap (BUT), namun tidak mendaftarkan unit usaha tersebut sebagai BUT.  

BACA JUGA: Dongkrak Penjualan dengan Perpanjangan Tenor Kredit

Menurut Menkeu Bambang Brodjonegoro, keempat unit usaha tersebut merupakan dependent agents dari perusahaan-perusahaan di Singapura. Artinya mereka harus menjadi BUT, dan membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) badan ke DJP. 

"Tapi selama ini mereka hanya membayar PPh untuk karyawan. Padahal kalau BUT, mereka harusnya membayar PPh badan dan PPN  atas revenue yang mereka peroleh dari iklan yang jumlahnya besar sekali,"papar Bambang di Gedung DJP Pusat, kemarin (6/4).

BACA JUGA: Dua Mobil Ini Paling Laris, Apalagi Jelang Lebaran

Bambang menuturkan, saat ini keempat perusahaan internet global tersebut telah terdaftar sebagai BUT, pekan lalu. Dengan penetapan tersebut, DJP akan melakukan penelitian serta pemeriksaan atas kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia dari BUT tersebut. 

"Yang kita tidak mau itu adalah mereka mengabaikan kewajiban bayar pajak di Indonesia dan hanya menguntungkan negara asal. Dasarnya digital economy di G20, kalau anda mendapat manfaat suatu negara, pajaknya harus datang ke negara tersebut," tegasnya. 

BACA JUGA: Kabar Gembira untuk Pekerja Bergaji Rp 4,5 Juta

Mantan Wamenkeu tersebut mengatakan selama ini, keempat perusahaan internet tersebut berstatus representative office. Artinya, mereka hanya menjadi penghubung bagi perusahaan asalnya. Namun , kenyataannya, mereka juga melakukan kegiatan bisnis di Indonesia. 

"Seharusnya mereka tidak boleh bisnis. Tapi kita lihat banyak representative office di Indonesia yang melakukan bisnis, cari untung. Keuntungannya juga tidak dilaporkan. Keuntungan lari ke negara asal," paparnya

Soal potensi tambahan penerimaan pajak dari keempat unit usaha tersebut, Kepala Kanwil Jakarta Khusus DJP Muhammad Hanif menambahkan potensi  penerimaan dari keempat perusahaan tersebut bisa mencapai lebih triliunan rupiah. 

Sebab, pajak yang harus dibayarkan adalah PPh badan dan PPN seluruh nilai jasa. Di samping keempat unit usaha tersebut, pihaknya juga mengincar sekitar 3500 perusahaan asing yang berstatus representative office di Indonesia.

"Ini akan kami teliti satu persatu, karena banyak potensi pajak milik Indonesia yang hilang. Saya baca di koran, di Inggris itu Google yang awalnya hanya bayar pajak 1,3 juta poundsterling, menjadi Rp 130 juta poundsterling setelah dia ditetapkan sebagai BUT. Pemeriksaan ini kita targetkan bisa rampung tiga bulan,"paparnya. 

Terkait sanksi, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menekankan bahwa penghindaran menjadi BUT, bisa terancam empat tahun penjara. 

"Karena mereka harusnya bayar hampir semua jenis pajak. Sanksinya kalau disidik dan dibawa ke pengadilan, bisa kena empat tahun," imbuhnya. (ken)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Resmikan 2 Pelabuhan Jalur Tol Laut


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler