Dijerat Empat Dakwaan, Gayus Dituntut 8 Tahun

Kamis, 05 Januari 2012 – 20:02 WIB
Gayus Tambunan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/1) sore. Foto ; Arundono W/JPNN

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung meminta  majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Jakarta, menghukum Gayus Tambunan dengan pidana selama delapan tahun penjara. JPU meyakini Gayus telah terbukti melakukan korupsi dan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang.

Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/1) sore, JPU Edy Rakamto saat membacakan surat tuntutan atas Gayus menyatakan bahwa mantan pegawai Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana empat dakwaan yang diajukan JPU. Antara lain menerima sogokan, gratifikasi, menyogok petugas Rutan Brimob, serta melakukan tindak pidana pencucian uang.

"Menuntut, agar majelis yang menyidangkan dan mengadili perkara ini, menyatakan terdakwa Gayus Tambunan bersalah karena korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Menjatuhkan hukumuan oleh karenanya dengan pidana selama delapan tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan," ucap Edy.

JPU menguraikan bahwa untuk kasus suap, Gayus terbukti menerima uang  Rp 925 juta dari konsultan pajak Robertus Santonius terkait pengembalian dana dari Ditjen Pajak ke PT Meropolitan Retailment sebesar Rp 12,6 miliar dan Rp 2,62 miliar yang dibayarkan pada 6 Mei dan 14 Mei 2008.

JPU juga menyatakan bahwa pada 2008 Gayus menerima uang USD 1 juta dari Alif Kuncoro, terkait jasa pengurusan keringanan pajak PT Bumi Resources.  Gayus juga menerima USD 500 ribu, terkait  Surat Ketetapan Pajak PT Kaltim Prima Coal periode 2001-2005.

Selain itu, Gayus juga menerima USD 2 juta dari Alif Kuncoro untuk mengurus sunset policy (penghapusan sanksi) bagi PT KPC dan PT Arutmin. Gayus diminta Alif untuk membuatkan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPT) periode 2005-2006.

Untuk kasus penyuapannya, JPU menyatakan bahwa Gayus yang ditahan sejak 1 Juli 2010 memberi uang bulanan kepada Karutan Brimob Kelapa Dua, Depok, Kompol Iwan Siswanto sebesar Rp 50 juta dan uang mingguan Rp 5 juta.  Tujuannya, agar Kompol Iwan mengijinkan Gayus bermalam di luar Rutan.

Dengan pengawalan petugas piket, Gayus pada tanggal 24, 25 dan 31 Juli 2010 bebas menginap di luar Rutan. Pada Agustus 2010, uang setoran Gayus ke Kompol Iwan bertambah menjadi Rp 70 juta per bulan. Pada September 2010, Gayus minta ke Kompol Iwan agar bisa saban hari keluar Rutan. Pada Bulan September pula, Gayus bisa melenggang ke Macau, Hongkong dan Singapura.

Sedangkan pada Oktober 2010. Gayus menambah uang bulanan untuk Kompol Iwan menjadi Rp 100 juta. Namun jatah mingguannya dikurangi menjadi Rp 3,5 juta. Permintaan Gayus, agar setiap hari bisa bebas berada di luar Rutan.

Karenanya pada 4 hingga 6 November 2010, Gayus bisa berlibur ke Bali bersama istri dan anaknya btermausk untuk menonton pertandingan tenis. Selama 78 hari di dalam tahanan Mako Brimob, Gayus telah memberikan uang kepada Kompol Iwan Siswanto sebesar Rp 264 juta.

Sementara untuk kasus pencucian uangnya, istri Gayus, Milana Anggraeni, menyewa safe deposit box di Bank Mandiri Cabang kelapa Gading, Jakarta Utara Pada 3 Juli 2009. Milana kemudian membuat surat kuasa untuk Gayus agar bisa leluasa mengakses safe deposit box.

Selanjutnyas, safe depotis box tersebut digunakan untuk menyimpan dan menyembunyikan uang USD 659.800 dan SGD 9.680.000 yang diduga pemberian dari pihak yang berperkara dalam masalah pajak. JPU meyakini, Gayus tidak mungkin punya uang sebesar itu karena gajinya sebagai pegawai golongan IIIA di Ditjen Pajak hanya Rp 9,29 juta pada 2008 dan baru naik menjadi Rp 9,55 juta pada 2009.

Hal yang dianggap memberatkan tuntutan hukuman, karena Gayus yang hanya empat tahun mengabdi sebagai PNS justru memanfaatkan  kelemahan sistem untuk kepentingan pribadi. "Perilaku terdakwa bisa merusak  dan tidak sejalan dengan program pemberantasan korupsi yang dicanangkan oleh pemerintah," kata JPU. Selain itu, Gayus juga selalu berbelit-belit di persidangan, dan tidak menyesali perbuatannya.

Atas tuntutan itu, majelis hakim yang diketuai Suhartoyo memberi kesempatan kepada Gayus dan Tim Penasihat Hukumnya untuk menyusun nota pembelaan (pledoi). "Saya beri kesempatan dua pekan untuk menyusun pembelaan," ucap Suhartoyo.

Sementara koordinator Tim Penasihat Hukum Gayus, Hotma Sitpompul yang ditemui usai persidangan menyatakan, jaksa terkesan memaksakan bahwa surat dakwaan sudah terungkap di persidangan. "Padahal fakta-fakta di persidangan tidak seperti itu. Tetapi JPU tetap memasukkannya dalam tuntutan," ucap Hotma.

Ia mencontohkan uang untuk Karutan Brimob Kompol Iwan dan beberapa anak buahnya. Menurut Hotma, tidak terbukti ada pemberian agar Gayus bisa keluyuran di luar Rutan. "Itu pemberian karena uang untuk lebaran," kilah Hotma.

Karenanya Hotma akan mematahkan tuntutan JPU dalam pembelaan atas Gayus yang akan dibacakan dua pekan mendatang. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasal Karet UU Intelijen Berpotensi Jerat Jurnalis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler