Dikado 1200 Sandal Jepit, Polri Santai

Rabu, 04 Januari 2012 – 07:25 WIB
Aktivis perlindungan anak Seto Mulyadi (tengah) dalam acara penggalangan sandal jepit di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jakarta, Selasa (3/1). FOTO: INDRA HARDI/RM

JAKARTA--Kado awal tahun berupa ribuan sandal jepit akan diterima Polri. Korps Bhayangkara itu dianggap tak memenuhi rasa keadilan dalam kasus pencurian sandal di Palu, Sulawesi Tengah, yang didakwakan kepada AAL, seorang anak berusia 15 tahun yang sekarang sedang diadili dengan ancaman hukuman hingga lima tahun.

Pembina  Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, 1200 sandal jepit akan disampaikan pada Kapolri Jenderal Timur Pradopo. "Ini kepedulian dari seluruh orang tua di Indonesia," kata Seto kemarin (03/01).

Menurut Seto, kasus pencurian sandal jepit tak selayaknya dilanjutkan ke meja hijau. "Karena pelakunya masih anak anak dan bisa dilakukan pembinaan oleh orang tuanya," kata Seto.

Kasus pencurian sandal jepit itu terjadi pada November 2010, AAL dan dua temannya pulang dari sekolah. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas III SMP.

Mereka lewat di Jalan Zebra, di depan rumah indekos yang salah satunya ditempati oleh polisi bernama Briptu Ahmad Rusdi Harahap Rusdi. Saat itu, AAL menemukan sandal merek Ando warna putih dan membawanya pulang.

Pada Mei 2011 sekitar pukul 15.00 Wita, saat AAL dan temannya pulang sekolah, Rusdi yang berada di depan rumah indekosnya bertanya kepada ketiganya soal sandal yang hilang. Saat itu, Rusdi menyatakan kehilangan sandal merek Eiger dan juga mengatakan sudah tiga kali kehilangan sandal.

AAL dan temannya mengaku tidak mengambil sandal tersebut. Tidak puas dengan jawaban ketiga anak ini, Rusdi terus menginterogasi, bahkan memanggil seorang temannya dari Polda Sulawesi Tengah untuk membantu menginterogasi anak-anak itu hingga pukul 23.00. AAL pun mengaku pernah mengambil sandal Ando di jalan dekat kos.

Tak puas, Rusdi meminta AAL mengambil sandal itu. Rusdi mengaku bahwa sandal Ando ini juga miliknya yang hilang beberapa bulan sebelumnya. Kejadian ini diketahui orangtua AAL dan kemudian ada pembicaraan damai. Orangtua AAL menyanggupi untuk mengganti sandal jepit tersebut. Namun, setelah mengetahui bahwa anaknya memar dipukuli, orangtua AAL melaporkan persoalan ini ke Bidang Propam Polda Sulteng. Mungkin karena dilaporkan di Propam dan menjalani sidang kode etik, Rusdi akhirnya melaporkan AAL untuk kasus pencurian sandal jepit.

Pada 20 Desember lalu dimulai proses persidangan. Sejak itu, muncul gerakan solidaritas mengumpulkan sandal sandal jepit bekas untuk diberikan pada Polri secara simbolik. Sandal yang terkumpul bermacam-macam ukuran, bentuk dan bahan. Mulai sandal butut hingga sandal kesehatan.

Di Mabes Polri, Kadivhumas Polri Irjen Saud Usman Nasution merespon tenang gerakan sandal jepit untuk Kapolri. Bahkan, korps Bhayangkara mengaku siap menerima seluruh sandal. "kami berterimakasih dan akan membaginya ke mereka yang membutuhkan," kata Saud.

Kasus itu sendiri menurut dia, sudah diselidiki Propam. Hasilnya Rusdi dijatuhi hukuman penundaan kenaikan pangkat dan kurungan tujuh hari. "Mengapa ada sidang, karena itu keinginan orangtua AAL untuk melanjutkan proses hukum," katanya.

Polri meminta semua pihak menunggu vonis hakim. "Nanti akan terlihat siapa yang salah dari bukti-bukti. Kalau tidak salah tentu bebas dong," katanya.(rdl)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Menhub Tak Gegabah Cabut Izin Sumber Kencono


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler