jpnn.com - SIANTAR - Normauli P Tondang, guru agama di SMPN 4 Siantar yang menghukum murid duduk di lantai selama satu setenggah tahun, mendapat kecaman dari perhatian pendidikan.
Armaya Siregar, pemerhati pendidikan yang dimintai pendapatnya mengatakan, perbuatan guru tersebut sangat disesalkan karena memberikan hukuman yang berkelanjutan dan hukumannya juga tidak manusiawai.
BACA JUGA: Dorong Pengawas TK-SD Dipisah Lewat Revisi Perbup
“Harusnya, seorang guru memberikan hukuman yang bersifat mendidik, bisa dengan cara memberikan hafalan-hafalan lagu rohani sesuai yang ada di Alkitab atau tentang ilmu keagamaan. Yang penting bisa bermanfaat bagi anak,” kata Armaya, Senin (14/7).
Selain itu, jika anak tetap bandal, perlu mengundang orangtua guna mencari solusi. “Kalau sudah seperti ini, orangtua memaksakan supaya guru dipecat, maka kejiwaan anak akan terganggu. Jelas memaafkan lebih mulia,” jelas Armaya.
BACA JUGA: Bebas Belajar di Awal Tahun Ajaran Baru
Armaya juga menyesalkan pengawasan oleh kepala sekolah, dimana sistem pro aktif serta pelaksanaan monitoring proses belajar mengajar di SMPN 4 jelas tidak ada hingga anak yang diberi hukuman baru diketahui setelah satu setengah tahun lamanya.
“Hal-hal seperti ini perlu diseriusi. Guru sudah mendapat dana sertifikasi. Harusnya dunia pendidikan dapat berjalan lebih baik karena kesejahteraan guru juga sudah diperbaiki,” katanya.
BACA JUGA: Tak Ada Kenaikan Biaya Perkuliahan di Universitas Brawijaya
Sementara, Kepala SMPN 4 Ridwan Pohan ketika ditemui Metro Siantar (Grup JPNN) di kantornya mengaku bahwa perbuatan Normauli P Tondang yang menindak siswa duduk di lantai selama satu setengah tahun menjadi pembahasan serius di internal sekolah.
Katanya, sewaktu orangtua AYN, R Naibaho mendatangi SMPN 4, Normauli P Tondang langsung dipanggil ke ruang kepala sekolah guna membahas persoalan yang terjadi.
Di sana, Ridwan Pohan mengaku, seusai pembahasan, mengatasnamakan SMPN 4, dirinya meminta maaf kepada R Naibaho atas perbuatan yang dilakukan Normauli P Tondang.
“Selain Normauli P Tondang, saya sebagai Kepala SMPN 4 juga sudah meminta maaf berulang kali, namun tetap saja belum diterima,” ujar Ridwan.
Supaya permasalahan ini cepat selesai, Ridwan menegaskan, pihaknya siap menerima apa saja bentuk perdamaian yang diinginkan orangtua AYN, asalkan permasalahan ini dapat terselesaikan.
“Sebelumnya juga saya dan Normauli sudah menawarkan diri datang ke rumah R Naiboho membahas perdamaian. Tapi bersangkutan tidak menerima,” kata Ridwan.
Terakhir, Ridwan mengatakan, selain dia, pihak Dinas Pendidikan juga sudah memberikan teguran kepada Normauli supaya tidak mengulangi perbuatan yang sama kepada siswa lain.
Cerita soal penyelesaian atau perdamaian, R Naibaho mengatakan, Dinas Pendidikan harusnya tegas dalam mengambil kebijakan. Pasalnya, akibat perbuatan guru tersebut, anaknya mengalami gangguan mental. Pasalnya, setiap kali disuruh duduk di kursi saat mengejarkan tugas-tugas sekolah, AYN memilih duduk di lantai, seperti mana dia biasa diperlakukan oleh Normauli P Tondang.
“Bagaimana saya bisa memaafkan perlakuan guru seperti Normauli. Di rumah saja, setiap mengerjakan tugas sekolah, anak saya sudah memilih duduk di lantai daripada di kursi dan ini semua akibat tindakan Normauli,” kesalnya. (end/aar)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SMK Peternakan Diresmikan, Menuju Swasembada Daging
Redaktur : Tim Redaksi