AGUNG PUTU ISKANDAR, Surabaya
Jawa Pos Cycling Audax East Java 2013 presented by Mie Sedaap yang digelar pada Minggu (30/6) akan diikuti 15 cyclist asing. Mereka berasal dari Amerika Serikat (AS), Italia, Belgia, Malaysia, Jepang, dan Singapura.
Tantangan buat mereka dalam event untuk memperingati HUT Ke-64 Jawa Pos dan HUT Ke-67 Bhayangkara itu bukan hanya jarak yang jauh, tapi juga cuaca, suhu, serta iklim yang jauh berbeda dari negara asal mereka. Belum lagi perjalanan panjang yang harus mereka jalani.
Contohnya, Robert Denhert. Cyclist 59 tahun tersebut tinggal di Huntington Beach, negara bagian California, AS. Dia harus menempuh perjalanan setengah bola dunia untuk bisa sampai di Indonesia. "Saya pasti sangat lelah saat datang. Apalagi, peserta sudah harus bangun pukul 02.00 untuk mempersiapkan diri," tuturnya.
Karena itu, lelaki yang akrab dipanggil Bob tersebut berencana tiba di Surabaya dua hari lebih awal dari jadwal pelaksanaan. Dia berangkat dari Los Angeles pada Jumat (21/6) dan mendarat di Hongkong pada Minggu (23/6). "Saya menemui teman lama yang kebetulan ada di Hongkong," katanya.
Sorenya, Bob akan menempuh penerbangan nonstop ke Dalian, Tiongkok. Dia dijadwalkan tiba di Dalian pukul 21.00 waktu setempat. Di kota terbesar di Provinsi Liaoning itu, Bob akan meeting pada Senin (24/6) hingga Rabu (26/6). Nah, baru pada Kamis (27/6) dia terbang dari Dalian ke Shanghai, dari Shanghai ke Hongkong, dan akhirnya dari Hongkong ke Surabaya. Bob akan tiba pukul 21.00.
Perjalanan itu bakal sangat melelahkan bagi Bob. Apalagi, dia membawa serta sepeda kesayangannya. Yakni, road bike Medici yang menggunakan frame berbahan baja. Sepeda vintage bikinan orang Italia tapi diproduksi di AS tersebut sudah seperti teman setia Bob.
"Saya tahu, memakai sepeda modern berbahan karbon mungkin bisa lebih cepat. Tapi, saya hanya ingin memakai sepeda yang familier dengan saya. Dalam bersepeda jarak jauh seperti Audax, kita harus memakai peralatan yang biasa kita pakai. Itu sangat berguna buat mengatasi stres," bebernya.
Bob mengakui, perjalanannya bakal sangat panjang dan berantai. Tapi, dia harus menjalaninya agar bisa tiba di Surabaya. Dengan cara itu, dia punya waktu istirahat sepanjang Jumat dan Sabtu untuk mengatasi jet lag. "Saya ingin tiba lebih awal agar bisa istirahat lebih lama. Saya akan tidur selama mungkin biar segar pada hari pelaksanaan," ungkapnya.
Bob yang supersibuk memang harus pintar-pintar menyisipkan agenda long distance cycling itu di antara tumpukan jadwalnya. Karena direncanakan sejak jauh hari, dia bisa tetap hadir di Audax, sekaligus tetap bisa memenuhi semua agenda business trip-nya.
Bob bukan peserta "biasa". Dia adalah mantan triathlete yang pernah mengikuti sejumlah agenda Ironman Triathlon. "Jangan begitu. Itu sudah sekitar 30 tahun yang lalu. Saya tetap menganggap event ini sebagai tantangan berat karena jaraknya yang panjang," ujarnya.
Bob sebenarnya percaya kemampuan fisiknya masih kuat untuk tantangan berat. Kaki dan paru-parunya masih sangat sehat. Tapi, dia lebih khawatir pada panas dan kelembapan di Indonesia, terutama Jawa Timur. Sebab, selama ini dirinya tinggal di tepi Pantai Huntington yang terkenal dingin.
"Mungkin saya akan kram atau kepanasan. Saya akan terus berada di rombongan besar biar bisa mengurangi capek. Dengan panas Surabaya seperti itu, rasanya saya akan sangat capek," katanya.
Agar mampu mencapai finis, Bob berencana mengatur pola makan. Biasanya, cyclist cenderung makan karbohidrat sebanyak-banyaknya pada hari sebelum bersepeda. Tujuannya, mereka bisa mendapat banyak tenaga pada hari H. Tapi, efeknya, mereka justru lemas dan mengantuk. Bob akan lebih banyak mengonsumsi buah, sayur, serta air pada hari sebelum event.
Menu latihan Bob lebih banyak melatih kardiovaskuler sekaligus meningkatkan ketahanan otot. Caranya, melatih kemampuan paru-paru dan jantung agar distribusi oksigen ke otot optimal. Dua kali dalam weekdays dia nggowes flat sepanjang 22 mil atau sekitar 35 kilometer. Pada akhir pekan, Bob menambah jarak bersepeda hingga 50"75 mil atau sekitar 120 km. Dalam seminggu, dia akan meluangkan sehari khusus untuk berlatih kekuatan dengan menanjak di jalur-jalur perbukitan. "Biasanya, saya istirahat latihan tiap Senin. Kalau pagi bersepeda, saya akan berenang atau lari saat sore," katanya.
Tapi, Bob tidak terus-menerus menggenjot fisiknya. Bersepeda sepanjang 120 km sudah dia stop sejak Minggu (16/6). Sejak saat itu, porsi latihan terus berkurang signifikan. Tujuannya, otot-ototnya bisa pulih dan siap "disiksa" pada 30 Juni mendatang.
Peserta dari Singapura menghadapi situasi yang tidak gampang. Mereka tidak bisa leluasa bersepeda karena udara Singapura sedang dikepung asap. Padahal, mereka sudah membuat agenda latihan yang lumayan ketat. Tapi, karena kondisi tidak memungkinkan, semua jadwal bersepeda batal.
Namun, para peserta Audax East Java tetap berusaha berlatih dengan cara lain. Salah satunya, George Wong. Cyclist 58 tahun yang juga anggota Joy Riders itu memanfaatkan sepeda statis di gym. Dia juga berenang untuk meningkatkan kemampuan paru-paru serta jantung. "Paling tidak ini yang bisa kami lakukan," ungkapnya.
Kesulitan serupa dialami Timothy Lim yang juga dari Singapura. Dia terpaksa memperbanyak latihan di dalam ruangan dengan memanfaatkan peralatan trainer untuk sepedanya. Namun, karena dua hari terakhir asap mulai berkurang, dia memberanikan diri bersepeda di luar ruangan. "Kalau di dalam ruangan terus, sangat membosankan," tegas Timothy yang juga pembalap pro di tim OCBC Singapore tersebut.
Lelaki yang akrab dipanggil Tim itu mengombinasikan sejumlah program latihan. Terkadang dia berlatih keras dengan durasi singkat atau berlatih ringan tapi durasinya lama. Tujuannya, melatih endurance sekaligus kecepatan. Dalam sehari, dia berlatih dua sesi pada pagi dan sore.
Tim akan datang ke Audax bersama tunangannya, Sarah Ng. Dia kebetulan juga menggemari road bike. "Dia suka road bike karena mengikuti saya, hahaha... Tidak, dia melakukannya untuk menjaga kebugaran," ujarnya.
Lain halnya dengan Larry Sperling. Dia adalah cyclist AS, tapi tinggal di Singapura. Dia juga terkena imbas wabah asap di langit negara pulau tersebut. Untungnya, Mei lalu, dia sudah bersepeda hingga 200 kilometer di Pulau Sado, Jepang. "Tapi, itu masih belum ada apa-apanya. Di Jepang, saya bersepeda dengan suhu cuma 18 derajat Celsius. Di Surabaya, katanya sampai 34 derajat!" ujarnya.
Lelaki 53 tahun tersebut juga menambah menu latihan di Kuantan, Pahang, Malaysia, dengan menempuh jarak 160 kilometer. Maksud Sperling bersepeda di Malaysia adalah untuk membiasakan diri dengan cuaca di Jawa Timur. Dia khawatir suhu akan menjadi tantangan utama selain jarak yang jauh. "Saya nanti minum terus-menerus untuk mengatasi panas di Audax," ungkapnya.
Sperling juga melatih otot-ototnya di tanjakan. Saat mengantarkan anaknya untuk liburan di Selandia Baru minggu lalu, dia sempat menjajal perbukitan di Negeri Kiwi tersebut. Dia yakin bakal bisa merampungkan seluruh etape dengan baik.
"Saya yakin pasti bisa. Tapi, pasti penuh perjuangan untuk menyelesaikannya," tegas lelaki yang berprofesi sebagai pebisnis tersebut. (*/c5/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Foto Merentangkan Tangan Saja Harus Gantian
Redaktur : Tim Redaksi