Dikira Teroris, Digoda Sopir Mabuk, Akhirnya Mencium Tangan Pak Jokowi

Minggu, 14 Mei 2017 – 05:24 WIB
TERKABUL: Sri Wahyuni berhadap-hadapan langsung dengan Presiden Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma beberapa saat sebelum presiden terbang ke Tiongkok kemarin (13/5). Foto: Bayu Putra/Jawa Pos

jpnn.com - Sri Wahyuni berjalan kaki dari rumahnya di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, ke Ibu Kota Jakarta. Tujuannya hanya satu, bertemu Presiden Joko Widodo. Kemarin (13/5) penantian panjang itu akhirnya terbayar lunas.

BAYU PUTRA, Jakarta

BACA JUGA: Prabowo Teratas, Jokowi Kedua, Jenderal Gatot Keempat

AIR mata Sri Wahyuni tumpah begitu melihat Presiden Joko Widodo keluar dari pintu ruang tunggu VVIP Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma. Dia nyaris lupa berdiri.

Baru setelah Jokowi mendatangi dan mengulurkan tangannya untuk menyalami, sontak Sri berdiri. Dia lalu mencium tangan Jokowi dengan penuh haru.

BACA JUGA: Ahoker Kecam Rezim Jokowi Parah, Pantas Mendagri Tjahjo Marah

Sule –begitu Sri biasa disapa– kemarin mengenakan baju atasan putih dan rok merah muda. Perempuan 46 tahun itu memakai jilbab dengan kombinasi warna senada dengan pakaiannya.

Saat bertemu orang nomor satu di republik ini, Sri hanya mengenakan sandal jepit dengan kaus kaki sebagai alas kakinya.

BACA JUGA: Anak Buah SBY Mengapresiasi Ahoker Pengecam Jokowi

Tidak lupa, dia mengenakan topi lebar yang diberi bendera Merah Putih dan tulisan, ’’Panas udan tak lakoni, sowan Pak Jokowi (panas hujan kujalani untuk bertemu Pak Jokowi, Red)’’

Pertemuan rakyat dan pemimpinnya itu terjadi sesaat sebelum Jokowi berangkat ke Beijing, Tiongkok. ’’Saya 13 hari berjalan kaki dari desa saya (di Sragen) untuk bertemu Pak Jokowi,’’ tuturnya kepada Jokowi.

Sri lalu menceritakan perjalanannya ke Jakarta, termasuk ketika sempat menginap di Mapolsek Gambir sebelum bertemu dengan salah seorang relawan Jokowi yang membantunya untuk bisa bertemu Jokowi.

Melihat Sri yang menangis terharu, Jokowi yang saat itu mengenakan setelan jas biru langsung menenangkan Sri.

’’Yang penting, sekarang sudah bertemu saya. Saya setelah ini akan berangkat ke Beijing,’’ ujar Jokowi mengakhiri pertemuan sekitar lima menit itu.

Sri tahu diri. Dia pun cepat-cepat menyerahkan sebuah kaus putih dan empat buku agenda untuk dimintakan tanda tangan sang presiden.

Sri menuturkan, dirinya berangkat dari Sragen pada 21 April sendirian. Sesuai nazarnya, dia ke ibu kota dengan berjalan kaki.

Menjelang Pilpres 2014, dia memang bernazar akan berjalan kaki dari rumahnya ke Jakarta bila Jokowi terpilih sebagai presiden. Perjalanan sepanjang sekitar 565 km itu ditempuh dalam 13 hari. Sri tiba di Jakarta pada 3 Mei lalu.

Sebenarnya, kata Sri, nazar itu akan dilakukan beberapa saat setelah Jokowi menang Pilpres 2014. Namun, rencana tersebut ditentang sang suami, Suratno.

Sebab, saat itu anaknya masih balita dan membutuhkan perhatian. Akhirnya, dia baru bisa berangkat April lalu, tiga tahun kemudian, setelah putranya cukup usia untuk masuk SD.

’’Saya diantar Ibu AKP Dwi Erna Rustanti, Kasatlantas Polres Sragen, sampai perbatasan Sragen,’’ tuturnya.

Setelah itu, dia melanjutkan perjalanan ke Solo, melewati rumah keluarga Jokowi. Lalu, ke Semarang dan menyusuri jalan di kawasan hutan Alas Roban untuk memangkas jarak.

Dia kemudian menyusuri kawasan pantura (pantai utara) hingga Cirebon, Karawang, Bekasi, dan tiba di Jakarta pada 3 Mei.

Namun, perjalanan Sri bukan tanpa hambatan. Di sebuah lokasi, Sri mengaku sempat digoda sopir truk yang mabuk.

’’Dia minum kopi, tapi baunya bukan bau kopi,’’ lanjutnya. Si sopir sempat menarik tangannya, tapi Sri berhasil menepisnya sehingga berhasil menjauhi sopir kurang ajar tersebut.

Pengalaman lainnya, pedagang sari kedelai tersebut sempat dikira teroris oleh polisi. Saat itu dia baru sampai di Banyudono, Kabupaten Boyolali. Dia mendatangi pos patroli jalan raya Polres Boyolali. Di pos ada tiga polisi, seorang di antaranya sedang tidur.

’’Waktu saya masuk (pos), polisi yang berjaga langsung lari mengambil pistol. Mungkin saya dikira membawa bom karena saya pakai topi lebar dan ransel di depan,’’ terang ibunda Endhystya Prayudyar Nova, 7, itu.

Sri pun cepat-cepat menjelaskan maksud kedatangannya ke kantor polisi. Polisi yang sempat memegang pistol itu pun tampak lega mengetahui Sri sedang menjalankan nazar. ’’Saya tertawa kalau mengingat kejadian itu,’’ tuturnya.

Untuk beristirahat, Sri selalu memanfaatkan masjid atau kantor polisi. Baik di polsek maupun polres di kota atau kabupaten yang dia singgahi.

Di Tegal, Sri mendapat simpati dari Kapolres Tegal Kota AKBP Semmy Ronny Thabaa. Saat meminta izin untuk menginap di mapolres, Sri malah ditawari Semmy untuk tidur di hotel. Namun, Sri dengan halus menolak tawaran tersebut.

Perempuan kelahiran 2 Januari 1971 itu malah minta izin untuk tidur di musala polres saja. Alasannya, dia merasa lebih aman bila tidur di markas polisi.

Dia merasa dijaga korps baju cokelat itu. Akhirnya Semmy mengizinkan Sri tidur di musala karena memang tidak ada tempat lain di mapolres yang representatif untuk tempat bermalam tamu.

Tiba di Jakarta, Sri bingung. Sebab, dia baru pertama menginjakkan kaki di ibu kota. Dia juga tidak punya sanak saudara yang bisa dijadikan jujukan.

Maka, kembali dia mendatangi kantor polisi. Kali ini di Mapolsek Metro Gambir. Di mapolsek itu dia menginap sampai tiga hari sebelum akhirnya bertemu seorang relawan Jokowi.

Selama di Mapolsek Gambir, dia mendapat perlakuan yang baik. Pasalnya, secara kebetulan, ada anggota Polsek Gambir yang berasal dari Sragen. ’’Saya kerasan di Polsek Gambir. Polisinya baik-baik,’’ cerita dia.

Saat didatangi orang yang mengaku relawan Jokowi, Sri sempat ragu dan mencurigai orang yang tidak dikenalnya itu.

Namun, setelah diyakinkan, Sri akhirnya bersedia diajak tinggal di kediaman sang relawan di kawasan Tangerang. Di kediaman relawan tersebut, Sri mendapat perlakuan yang sangat baik. Dianggap sebagai saudara sendiri oleh tuan rumah.

Masalah baru muncul ketika Sri berusaha masuk ke istana kepresidenan. Dia memang membawa surat permohonan beraudiensi dengan Presiden Jokowi.

Namun, langkahnya dihadang petugas pengamanan kompleks Setneg dan dia diminta meninggalkan kompleks istana.

Sri bergeming. Dia ngotot untuk bisa memasukkan suratnya ke petugas protokoler istana. Dia sempat mengancam akan memerkarakan si petugas secara hukum bila tidak diizinkan.

’’Saya akan tuntut sesuai sila kelima (Pancasila), keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,’’ ucap perempuan bertubuh gemuk itu.

Sang petugas bertanya balik bagaimana Sri bisa menuntut dirinya menggunakan sila tersebut. ’’Ya bisa, wong kalau ada yang berdasi dan punya jabatan, buka kaca (mobil) sedikit, Jenengan (Anda) hormat. Giliran saya yang pakaiannya kayak gini disuruh pergi. Saya juga warga negara yang baik,’’ ujar Sri mengulang ucapannya kepada petugas istana itu.

Lagi pula, kedatangannya ke istana untuk memasukkan surat ke Setneg melalui prosedur resmi. Akhirnya, Sri diizinkan masuk ke gedung 1, ke ruangan penerimaan surat.

Di situ, ujar Sri, dirinya diterima dengan baik dan dilayani sebagaimana tamu lain yang memasukkan surat ke Setneg. Dia menegaskan baru akan pulang bila sudah bertemu Jokowi.

Sebenarnya, kata Sri, dirinya berpeluang bertemu langsung dengan Jokowi pada 2018 tanpa melalui prosedur yang berbelit.

Sebab, saat itu diperkirakan dia genap mendonorkan darahnya untuk yang ke-100. Bukan hanya presiden, dia juga akan ditemui Wapres Jusuf Kalla karena Wapres merupakan ketua umum PMI. Hingga saat ini, Sri sudah 94 kali mendonorkan darah.

Namun, karena nazar, dia nekat menemui Jokowi lebih awal. ’’Saya bawa sangu dari hasil jualan sari kedelai dua hari, Rp 770 ribu. Sekarang masih sisa Rp 21 ribu,’’ ucapnya sembari mengeluarkan lembaran-lembaran uang Rp 1.000 dan Rp 2.000 dari dalam tas selempangnya.

Ketika bertemu Jokowi kemarin, Sri tidak bertangan hampa. Meski tidak menyerahkannya secara langsung, dia memberikan oleh-oleh susu kedelai produksinya dan seekor ayam jago.

Sri meminta tolong suaminya untuk mengirimkan sari kedelai tersebut bila dia sudah tiba di Jakarta agar tidak basi. Sementara itu, ayam jago tersebut merupakan peliharaan kesayangannya.

Malam sebelumnya, Sri diberi penginapan di salah satu hotel di Jakarta oleh pihak Setneg. ’’Tapi, saya malah nggak bisa tidur. Itu juga kali pertama saya tidur di hotel,’’ tambahnya.

Setelah bertemu Jokowi, Sri merasa lega. Meski hanya lima menit. Sebab, nazarnya sudah tuntas dilaksanakan. ’’Ini pengalaman hidup yang tak bisa saya lupakan.’’

Kemarin sore Sri pun dengan hati riang pulang ke kampung halamannya di Sragen. Namun, kali ini dia tidak dengan berjalan kaki seperti saat berangkat. Dia naik pesawat hingga Solo. ’’Alhamdulillah, saya dibelikan tiket oleh Bapak Presiden,’’ tandas dia. (*/c10/ari)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahoker Pengecam Jokowi Sudah Tak Bekerja di LBH


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Sri Wahyuni   Jokowi   Nazar  

Terpopuler