jpnn.com, SOLO - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka kembali merespons pelaporan dirinya dan adiknya, Kaesang Pangarep, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gibran menegaskan silakan dibuktikan terlebih dahulu apakah dirinya bersalah atau tidak.
BACA JUGA: Gibran dan Kaesang Dilaporkan ke KPK, Pernyataan Moeldoko Menohok
“Dibuktikan dulu, nek aku salah cekelen (kalau saya salah, silakan ditangkap), penak to (gampang, kan),” kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Selasa (11/1).
Gibran dan Kaesang dilaporkan oleh seorang Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun ke KPK, Senin (10/1).
BACA JUGA: Mengaku Aktivis 98, Pelapor Gibran dan Kaesang ke KPK Disebut Lebih Mirip Orba
Keduanya dilaporkan terkait dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Gibran meminta tuduhan tersebut dibuktikan terlebih dahulu. “Dibuktikan sik, aku salah po ra (saya salah apa tidak). Salah yo detik ini ditangkap wae ra popo (tidak apa-apa),” kata Gibran.
BACA JUGA: Dilaporkan ke KPK, Gibran: Korupsi Apa?Â
Saat disinggung mengenai komunikasi yang dilakukannya dengan Kaesang Pangarep, Gibran mengaku sudah mengomunikasikannya.
Hanya saja, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu enggan menyampaikan isi komunikasi yang dilakukannya dengan sang adik.
"Uwis (sudah dikomunikasikan), laporane wis masuk to (laporan sudah masuk, kan)," ujarnya.
Meski demikian, Gibran juga tidak akan melaporkan balik Ubedillah Badrun ke kepolisian terkait tuduhan tersebut. "Lah, ngopo (kenapa) laporan balik, itu, kan, udah dilaporkan," katanya.
Sebelumnya, Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Senin (10/1) terkait tipikor dan atau TPPU berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Ubedilah Badrun mengatakan kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun.
Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar. "Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," katanya.
Dia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat," katanya.
Pada saat itu, kata dia, anak presiden membeli saham di perusahaan tersebut dengan angka Rp 92 miliar.
"Itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," pungkasnya. (antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy