SURABAYA - Lelah dan suntuk membenami wajah guru-guru. Sepulang dari pelatihan kurikulum 2013 (K-13), mereka bukannya semringah, melainkan menggerutu. Pelatihan K-13 di Kantor Dispendik Surabaya, Jalan Jagir, itu makin membingungkan. Ibarat memilah beberapa buah yang telanjur dicampur dalam segelas jus.
Sebagian guru menilai, pelatihan tersebut terlambat. Sebab, K-13 diterapkan untuk semua sekolah sejak tiga bulan lalu. Yaitu, pada tahun pelajaran 2014-2015. Faktanya, belum semua guru mendapat pelatihan K-13.
''Materi K-13 ini kayak jus. Terlalu banyak yang harus diajarkan. Bagaimana memilah wortel dan tomat kalau sudah dijus jadi satu,'' ungkap seorang guru SMA peserta pelatihan Rabu (1/10).
Selain soal materi pelajaran, mereka masih mengalami kesulitan dengan model penilaian faktual dan objektif. ''Kami disuruh ikut bedah penilaian K-13. Terlalu banyak kerjaan. Jadi, nggak fokus mengajar,'' kata guru lain.
Mereka mengeluh lantaran hanya memperoleh pelatihan selama lima hari. Setelah itu, para guru langsung disuruh mengaplikasikan dalam pengajaran. ''Gila nggak, lima hari dilatih langsung disuruhngajar. Tambah ruwet. Baru kena rotasi pula. Nggak bunuh diri sudah untung saya,'' ujar guru lain lagi.
Kabid Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dikbud Jatim Gatot Gunarso menyadari banyak masalah di lapangan yang terkait dengan implementasi kurikulum baru. Karena itu, pelatihan K-13 harus diberikan. Jumlah anggaran pelatihan mencapai Rp 30 miliar. Perinciannya, dana sekitar Rp 20 miliar diambil dari APBN dan uang Rp 10 miliar dari APBD provinsi.
Dari APBN, anggaran Rp 20 miliar dipakai untuk melatih kepala SD, SMP, SMA, SMK, guru BK SMA dan SMK, dan pengawas dikmen (lihat grafis). Setelah mendapat pelatihan, mereka diminta mendampingi guru SD. Ada sekitar 16 ribu sekolah yang akan mendapat pendampingan.
Bahkan, lanjut Gatot, pelatihan dari Kemendikbud belum mampu menjangkau seluruhnya. Dikbud pun ikut mengadakan pelatihan yang menyasar guru SD, SMP, SMA, maupun pendidikan luar biasa. ''Pelatihan kami melengkapi yang tidak bisa dijaring pemerintah pusat,'' tuturnya.
Gatot menjelaskan, pelatihan kepala sekolah diberikan karena merekalah manajer di sekolah. Tanpa manajemen yang baik, penerapan K-13 di sekolah bakal kacau. Para Kasek itu dianggap sebagai ujung tombak sekolah sehingga harus mampu mengatur jam pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan baik.
Sementara itu, pendampingan terhadap guru langsung dilakukan di kelas. Dengan demikian, cara mengajar guru akan langsung dievaluasi. Mereka bakal tahu apa saja kekurangannya sehingga bisa langsung dilakukan perbaikan. (kit/c14/roz)
BACA JUGA: Kebijakan SPP Kuliah Murah, Dana BOPTN Naik Rp 1,5 T
BACA ARTIKEL LAINNYA... Batam Kekurangan 18 Sekolah
Redaktur : Tim Redaksi