Dilema Pengusaha Pada Rupiah dan Harga Pangan

Minggu, 03 Juni 2018 – 16:36 WIB
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pergerakan rupiah yang masih fluktuatif membuat pelaku usaha waswas.

Saat ini mereka berupaya tidak menaikkan harga produk Namun, jika tren tersebut berlanjut, dikhawatirkan pengusaha memangkas produksi.

BACA JUGA: Menurut Ekonom, Cara Ini Bisa Meredam Pelemahan Rupiah

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, dengan pelemahan rupiah, pasti ada peninjauan dari biaya produksi.

"Namun, tidak otomatis harga itu bisa dinaikkan mengikuti perkembangan bahan baku. Karena kami harus menyesuaikan dengan daya beli masyarakat," ujar Hariyadi.

BACA JUGA: Pengusaha Khawatir Pelemahan Rupiah Turunkan Produksi

Namun, bila pelemahan tersebut berlanjut, kapasitas produksi berpotensi turun.

"Selama ini yang bisa dilakukan adalah mendiferensiasi produk. Misalnya, kemasan dikecilkan atau dilakukan pemindahan stok dari satu daerah ke daerah lain," tambahnya.

BACA JUGA: Polisi Pantau Langsung Harga Kebutuhan Pokok di Pasar

Menurut dia, pelemahan rupiah memengaruhi produksi sebagian besar sektor usaha.

Sebab, bahan baku sebagian besar jenis usaha masih impor. "Hampir semua sektor impor. Farmasi, otomotif, sektor kimia. Di semua sektor, relatif besar komponen impornya," bebernya.

Saat ini arus impor, terutama dari Tiongkok, sudah menjadi lebih mudah dan murah.

Jika hal itu terus-terusan terjadi, dalam jangka waktu panjang, pelaku usaha menganggap hal tersebut bisa berpengaruh pada ketahanan rupiah.

Ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengungkapkan, gubernur Bank Indonesia yang baru, yakni Perry Warjiyo, memang sangat diharapkan melakukan terobosan untuk menjaga nilai tukar rupiah.

"Sejak awal 2018, rupiah sudah melemah 4,62 persen (year to date)," kata Bhima.

Menurut Bhima, sebagai lang­kah strategis, BI harus konsisten menerapkan intervensi cadangan devisa.

Salah satunya, bersama pemerintah membuat perppu untuk UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa.

"Poin perppu adalah mewajibkan eksporter untuk menahan devisa hasil ekspor minimum enam bulan di bank domestik.

Tujuannya, memperkuat devisa ekspor. Cara itu efektif meredam pelemahan nilai tukar di Thailand," tambahnya.

Di samping itu, untuk menjaga nilai tukar rupiah, pemerintah perlu menjaga inflasi tetap rendah dengan berbagai bauran kebijakan dan koordinasi lintas bidang.

"Pemerintah daerah harus berperan aktif menjaga pasokan dan harga pangan karena volatile food merupakan komponen paling besar inflasi, terutama saat Ramadan dan Lebaran," beber Bhima.

BI juga bisa memperkuat early warning system di tiap daerah. Daerah yang kekurangan pasokan pangan bisa langsung berkoordinasi dengan daerah lain yang kelebihan pasokan.

BI punya fungsi mendorong pertumbuhan ekonomi. Tidak sekadar bermain aman dengan utak-atik instrumen moneter agar stabilitas keuangan terjaga, tapi juga harus progrowth policy.

"Sebagai contoh, BI perlu merelaksasi loan to value agar DP kredit rumah dan kendaraan bermotor bisa lebih murah lagi.Ujungnya, pertumbuhan kredit naik, industri naik, dan perekonomian bisa tumbuh di atas 5,1 persen," pungkasnya. (agf/c11/oki/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Penguatan Rupiah, Pak Jokowi Ucapkan Hamdalah


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler