jpnn.com, DHARMASRAYA - Ekspedisi Batanghari yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama seluruh pemerintah daerah di sepanjang Sungai Batanghari sebagai bagian Kenduri Swarnabhumi secara resmi mulai melakukan perjalanannya, Selasa (22/8).
Perjalanan dimulai dari Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat.
BACA JUGA: Kombes Hengki Haryadi Terseret Kasus Ferdy Sambo, Kalau Irjen Fadil Imran? Sabar
Berbeda dengan Ekspedisi Batanghari pada Juli lalu, kali ini akan menitikberatkan pada perkenalan dan penyebarluasan budaya daerah yang dilalui aliran Sungai Batanghari dengan berbagai festival.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menuturkan Ekspedisi Batanghari adalah wujud komitmen mempertahankan ekosistem budaya, khususnya Melayu, yang menjadi kekayaan Indonesia melalui penataan fisik maupun keelokan tradisi masyarakatnya.
BACA JUGA: AKP Ketut Agus Wardana Melawan Instruksi Kapolri, Kariernya Bakal Tamat
“Ekspedisi Batanghari merupakan upaya pemajuan kebudayaan. Masyarakat akuatik sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari menyadari peradaban yang ada dan berkomitmen melestarikan budaya daerahnya,” ujar Hilmar.
Ekspedisi Batanghari membawa 28 orang anggota tim yang terdiri dari budayawan, arkeolog, sejarawan, seniman, jurnalis, mahasiswa, dan tokoh masyarakat.
BACA JUGA: Putri, Bripka RR, Bharada E, dan Ferdy Sambo Berkumpul: Siapa yang Sanggup Menembak Brigadir J?
Pelayaran tim ekspedisi bakal membawa sampah plastik sebagai simbol kritik sosial terhadap pencemaran lingkungan untuk kemudian dijadikan miniatur perahu tua yang nantinya diletakkan di titik akhir ekspedisi, yakni di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
Arkeolog dari Universitas Jambi Wahyu Rizky Andhifan yang ikut dalam tim ekspedisi menjelaskan, Sungai Batanghari memiliki pengaruh yang besar terhadap jejak peradaban Melayu sehingga penyusuran dilaksanakan ini berimplikasi positif bagi masyarakat.
“Ekspedisi Batanghari ini akan menciptakan transfer pengetahuan sejarah, budaya, tradisi, kearifan lokal, dan segala potensi yang tumbuh kepada generasi muda,” kata Wahyu.
Oleh sebab itu, Wahyu berharap, ajang kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah seperti Ekspedisi Batanghari dapat terus terjalin agar menumbuhkan sikap kecintaan masyarakat pada kekayaan daerahnya.
Sementara mahasiswi dari ilmu arkeolog Nurainun Radhiyah Husien yang juga turut dalam tim ekspedisi mengungkapkan, ekspedisi saat ini bukan hanya mengajak tim yang terpilih saja namun juga seluruh masyarakat untuk mengingatkan bahwa Sungai Batanghari mempunyai jejak peradaban dan kebudayaan yang sangat signifikan.
Sisi lain yang dinilai Nurainun dari ekspedisi ini yaitu membuka kesadaran seluruh pihak bahwa peradaban, alam, dan lingkungan haruslah terajut selaras.
Olen sebab itu, Nurainun membeberkan, Ekspedisi Batanghari menaruh nilai positif lebih untuk menjaga alam lingkungan sungai sekaligus mencintai dan melestarikan budaya.
Ekspedisi Batanghari merupakan tapak tilas sejarah peradaban masa lampau nenek moyang melintasi wilayah di Nusantara, berinteraksi dengan bangsa lain hingga menimbulkan akulturas budaya.
Tim Ekspedisi Batanghari akan melintasi dua provinsi sepanjang DAS Batanghari, mulai dari Kabupaten Dharmasraya, Tebo, Batanghari, Kota Jambi, Muaro Jambi, dan berlabuh di Tanjung Jabung Timur.
Daerah-daerah yang menjadi persinggahan tim ekspedisi nantinya akan melaksanakan serangkaian festival budaya yang menjadi ciri khasnya. Nantinya, para anggota tim akan mengikuti festival dan kunjungan ke cagar budaya serta ke komunitas dan maestro budaya yang ada di setiap lokasi.
Perjalanan Ekspedisi Batanghari akan berakhir pada 22 September mendatang sekaligus juga menjadi ajang penutup Kenduri Swarnabhumi. (rhs/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Buntut Pembunuhan Brigadir J, Eks Kapolres Jaksel Dijebloskan ke Mako Brimob
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti