ANAK pengidap alergi pada saat-saat tertentu akan mengalami kekambuhan. Tak sekadar terpapar alergen (pencetus alergi), tetapi juga saat daya tahan tubuhnya menurun. Ketika kambuh, anak membutuhkan dukungan orang tua. Bukan malah dimarahi.
Sebab, menurut spesialis kejiwaan RSUD dr Soetomo Prof dr Fatimah Haniman SpKJ(K), seorang anak yang menderita alergi berpotensi lebih besar mengalami depresi. Fatimah melihat fenomena itu di semua tempat praktiknya.
Dalam seminggu, sedikitnya tujuh pasien anak terindikasi depresi. Menurut pengamatannya dalam lima tahun terakhir, dua di antara tujuh pasien tersebut mengidap alergi. Misalnya rhinitis alergica. Pada kondisi itu, anak bersin-bersin, hidungnya gatal, sampai ingusan parah. Ketika kondisi tersebut kumat, seorang anak lebih rewel, gelisah, ingin merasakan kembali nyaman, tapi tidak tahu harus melakukan apa.
Nah, pada saat-saat seperti itu, dukungan dari orang tua sangat dibutuhkan. Sebab, setelah melakukan sedemikian pemeriksaan pada pasien anak depresi yang juga menderita alergi, Fatimah menemukan dugaan justru orang tua yang memicu depresi. ""Tindakan-tindakannya seperti memarahi dan mengancam. Bukannya sembuh, anak malah depresi,"" ujarnya.
Fatimah mencontohkan, terdapat orang tua yang spontan berteriak ketika melihat anaknya batuk. ""Sudah diberi tahu nggak boleh makan cokelat, kamu nggak nurut. Ke dokter lagi, beli obat lagi, habis uang mama. Itu kalimat simpel yang membuat anak depresi. Dia tertekan ketika orang terdekatnya tidak memberi dukungan,"" jelas psikiater tersebut.
Padahal, imunitas anak yang alergi lebih rendah. Ketika menerima ancaman dan tekanan, dia akan stres. Guru besar FK Unair tersebut mengutip sebuah penelitian, anak yang rhinitis alergica juga mempunyai kecenderungan mudah lelah dan mengantuk. ""Dampaknya, prestasi di sekolah menurun,"" sambungnya. Peran orang tua menentukan stabilitas emosi dan daya tahan tubuh si kecil.
Bisa dikatakan, orang tua yang mempunyai anak alergi memang lebih capek daripada biasanya. Namun, para orang tua bisa menyikapinya dengan bijak. Yakni, bertindak tegas atas larangan makanan atau hal lain yang memicu kekambuhan. Tapi, tidak menjadikan anak sebagai objek kemarahan meski sang anak melanggar pantangan. ""Harus memberitahukan secara bijaksana, sesuai usianya. Misalnya, anak sudah usia SD diberi tahu baik-baik, "Kalau makan itu, nanti harus minum obat lagi loh","" katanya. (ina/c6/nda)
Sebab, menurut spesialis kejiwaan RSUD dr Soetomo Prof dr Fatimah Haniman SpKJ(K), seorang anak yang menderita alergi berpotensi lebih besar mengalami depresi. Fatimah melihat fenomena itu di semua tempat praktiknya.
Dalam seminggu, sedikitnya tujuh pasien anak terindikasi depresi. Menurut pengamatannya dalam lima tahun terakhir, dua di antara tujuh pasien tersebut mengidap alergi. Misalnya rhinitis alergica. Pada kondisi itu, anak bersin-bersin, hidungnya gatal, sampai ingusan parah. Ketika kondisi tersebut kumat, seorang anak lebih rewel, gelisah, ingin merasakan kembali nyaman, tapi tidak tahu harus melakukan apa.
Nah, pada saat-saat seperti itu, dukungan dari orang tua sangat dibutuhkan. Sebab, setelah melakukan sedemikian pemeriksaan pada pasien anak depresi yang juga menderita alergi, Fatimah menemukan dugaan justru orang tua yang memicu depresi. ""Tindakan-tindakannya seperti memarahi dan mengancam. Bukannya sembuh, anak malah depresi,"" ujarnya.
Fatimah mencontohkan, terdapat orang tua yang spontan berteriak ketika melihat anaknya batuk. ""Sudah diberi tahu nggak boleh makan cokelat, kamu nggak nurut. Ke dokter lagi, beli obat lagi, habis uang mama. Itu kalimat simpel yang membuat anak depresi. Dia tertekan ketika orang terdekatnya tidak memberi dukungan,"" jelas psikiater tersebut.
Padahal, imunitas anak yang alergi lebih rendah. Ketika menerima ancaman dan tekanan, dia akan stres. Guru besar FK Unair tersebut mengutip sebuah penelitian, anak yang rhinitis alergica juga mempunyai kecenderungan mudah lelah dan mengantuk. ""Dampaknya, prestasi di sekolah menurun,"" sambungnya. Peran orang tua menentukan stabilitas emosi dan daya tahan tubuh si kecil.
Bisa dikatakan, orang tua yang mempunyai anak alergi memang lebih capek daripada biasanya. Namun, para orang tua bisa menyikapinya dengan bijak. Yakni, bertindak tegas atas larangan makanan atau hal lain yang memicu kekambuhan. Tapi, tidak menjadikan anak sebagai objek kemarahan meski sang anak melanggar pantangan. ""Harus memberitahukan secara bijaksana, sesuai usianya. Misalnya, anak sudah usia SD diberi tahu baik-baik, "Kalau makan itu, nanti harus minum obat lagi loh","" katanya. (ina/c6/nda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jamur Mampu Turunkan Berat Badan
Redaktur : Tim Redaksi