Dinas ESDM Banten: Ada 100 Tambang Liar di Gunung Halimun Salak

Rabu, 08 Januari 2020 – 00:30 WIB
Banjir dan longsor yang melanda Lebak pada 1 Januari lalu salah satunya disinyalir disebabkan aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Foto: Banten Raya

jpnn.com, SERANG - Pemprov Banten mencatat ada seratusan lebih lubang tambang emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) perbatasan Bogor, Jawa Barat dan kabupaten Lebak, Banten.

Keberadaan aktivitas di hutan lindung itu disinyalir menjadi penyebab terjadinya banjir bandang yang melanda Lebak pada 1 Januari lalu.

BACA JUGA: Bareskrim Turun Tangan Selidiki Penambangan Liar di Gunung Halimun Salak

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten Eko Palmadi mengatakan, persoalan penambangan liar di TGNHS sebetulnya sudah pernah ditindaklanjuti oleh para penegak hukum.

Pihaknya juga telah menyerahkan data jumlah tambang emas ilegal di sana yang mencapai seratusan lebih lubang.“Pendataan sudah ada, kami sudah serahkan ke penegak hukum. Di TNGHS itu yang kita sudah punya datanya itu seratus sekian,” ujarnya kepada awak media di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kecamatan Curug, Kota Serang, Senin (6/1).

BACA JUGA: Terungkap Penyebab Banjir Bandang di Lebak

Ia menjelaskan, data yang diserahkan adalah dalam satuan lubang tambang. Jumlah lubang tambang ilegal tersebut belum bisa menggambarkan jumlah penambangnya. Sebab, bisa saja dalam satu lubang terdapat penambang emas ilegal atau gurandil dari lima atau bahkan 10 orang lebih. “Kalau orangnya satu lubang bisa lima atau sepuluh lebih. Ada yang sehari dua shift,” katanya.

Eko mengaku, tak mengetahui secara pasti sejak kapan mereka ada di kawasan TNGHS. Akan tetapi yang pasti penambang sudah melakukan aktivitas tanpa izin itu sudah sejak lama sekali.

“Semenjak saya belum lahir kayanya sudah ada, itu saya enggak tahu, saya enggak punya datanya. Sebelum saya pindah ke sini (Pemprov Banten-red) sudah ada. Dulu saya di departemen (sekarang Kementerian-red) sudah ketemu itu,” ungkapnya.

Disinggung apakah aktivitas penambangan liar menjadi penyebab terjadinya banjir bandang di Kabupaten Lebak, dia belum bisa memastikannya. Eko lebih mencurigai penyebab utamanya adalah maraknya penggundulan pohon di TGNHS.

Banjir bandang dan longsor juga, kata dia, bisa terjadi dikarenakan kemarau panjang yang melandang Banten. Fenomena itu mengakibatkan pori-pori tanah menjadi kosong dan menjadi rentan ketika hujan besar turun. Akan tetapi dia juga tak membantah, penggundulan juga bisa terjadi karena gurandil ingin membuka lahan untuk menambang.

“Ini (banjir bandang-red) apakah dari gurandil? Penebangan pohon? Itu yang harus dilihat lagi. Gurandil sudah dari bertahun-tahun lalu, tapi baru sekarang ininya (banjir dan longsor-red) juga. Coba lihat kalau malam, truk lewat enggak tahu dari mana kayunya, apakah itu? Kalau sekarang ya sudah akumulasilah, dari semua kegiatan itu jadinya ini,” tuturnya.

Eko menegaskan, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah terkait maraknya tambang emas ilegal. Upaya persuasif sudah penah dilakukan.  Saat itu pemerintah memiliki program bernama penanganan penambangan yang ramah lingkungan.

“Dia tidak menggunakan merkuri, dia menggunakan alat sederhana. Akan tetapi setelah dipindahin ke situ enggak efektif, orang-orangnya balik lagi. Kalau menurut dia yang menghasilkan ada di tempat lain bagaimana? masa iya mau gali terus di situ,” ujarnya.

Saat upaya persuasif gagal, pemerintah juga sempat mencoba upaya lebih tegas dengan menutup secara paksa. Saat itu, sudah ditindaklanjuti oleh Polda Banten, bekerja sama dengan TNGHS dan pemerintah daerah. Kembali lagi, upaya tersebut menemui jalan buntu.

“Ini pengalaman pribadi tahun 2003. Kita mau lakukan operasi, waktu itu Lebak, itu masih ada Dinas Pertambangannya. Kita membawa polisi, bawa tentara, bawa Satpol PP. Begitu datang ke sana ada ribuan orang, mengadang bawa golok, ada yang mau bakar mobil. Terus bagaimana coba? ditembakin jadi masalah, HAM urusannya, terus mau diapakan coba,” paparnya.  

Kepala DLHK Provinsi Banten M Husni Hasan membenarkan, jika aktivitas penambangan liar yang disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir dan longsor di Kabupaten Lebak. Menurutnya, selain penambangan emas, hal serupa juga terjadi di aliran sungai dengan mengeruk pasirnya.

“(Penambangan ilegal) salah satunya, diduga. Dampaknya itu masih lebih kepada penggalian ilegal, gali sungai kan jadi sendimentasi, pendangkalan. Selanjutnya itu kemudian jadi air yang masuk ke ruang sungai dan akhirnya terhambat lalu jebol. Jebol itu yang membuat banjir bandangnya,” ungkapnya.  

Dengan kondisi tersebut DLHK berkomitmen untuk memulihkan kondisi TNGHS dengan melakukan rehabilitasi pasca penanganan banjir dan longsor.

“Kami kan sekarang tahap mitigasi, evakuasi, melayani korban. Nanti di fase rehabilitasi kami baru melakukan penghijauan kembali,” katanya. (dewa/bantenraya)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler